PN Jaksel Menyatakan SKP3 Soeharto Tidak Sah
Berita

PN Jaksel Menyatakan SKP3 Soeharto Tidak Sah

Tindakan Kejaksaan yang menghentikan penuntutan terhadap perkara Soeharto bertentangan dengan putusan MA yang justru memerintahkan penyembuhan terhadap Soeharto sehingga SKP3 tidak tepat dan bersifat prematur.

Oleh:
Rzk
Bacaan 2 Menit
PN Jaksel Menyatakan SKP3 Soeharto Tidak Sah
Hukumonline

 

Dengan beberapa pertimbangan tadi, pengadilan berpendapat bahwa tindakan Kejaksaan yang menghentikan penuntutan terhadap perkara Soeharto adalah bertentangan dengan putusan MA yang justru memerintahkan penyembuhan terhadap Soeharto sehingga SKP3 tidak tepat dan bersifat prematur.

 

Selanjutnya, Pengadilan menegaskan bahwa untuk menghentikan perkara demi hukum hanya dapat didasarkan pada alasan nebis in idem (perkara tidak dituntut dua kali, red.), terdakwa meninggal dunia, dan kadaluarsa. Alasan-alasan tersebut tercantum dalam Pasal 76, 77, dan 78 KUHP. Dalam memutuskan apakah penuntutan perkara dapat dihentikan dengan dasar ketiga alasan tersebut atau tidak, jaksa penuntut umum (JPU) harus merujuk pada kondisi nyata tanpa melakukan penafsiran atau interpretasi.

 

Menurut majelis, Kejaksaan sebagai lembaga penuntut selayaknya hati-hati untuk tidak leluasa melakukan interpretasi atau penafsiran undang-undang, apalagi diluar undang-undang dalam menggunakan wewenang penutupan perkara demi hukum, karena hal tersebut dapat merugikan posisi kepentingan umum yang melekat pada wewenang kejaksaan sebagai lembaga penuntutan, jelas Andi.

 

 

Dukungan semua pihak

Ditemui seusai persidangan, salah satu kuasa hukum Kejaksaan Agung Marwan Effendy menyatakan menghormati putusan yang dijatuhkan oleh PN Jaksel. Dia menilai apa yang telah diputuskan oleh hakim hanyalah masalah beda penafsiran atas kelanjutan perkara mantan penguasa orde baru ini. kejaksaan, menurut Marwan, tetap pada pendiriannya bahwa SKP3 dikeluarkan dalam rangka memberikan kepastian hukum. Kalau pengadilan minta dilanjutkan maka mereka harus siap menyidangkan perkara secara in absentia, lanjutnya.

 

Sementara itu, pihak pemohon melalui salah seorang kuasa hukumnya Johnson Panjaitan menyatakan menyambut baik putusan ini. Namun begitu, Johnson mengingatkan putusan ini yang diantaranya mengamanatkan agar perkara Soeharto dilanjutkan kembali, akan sulit dilaksanakan apabila tidak ada dukungan dari semua kalangan.

 

Secara spesifik, Johnson menyebutkan dukungan yang dimaksud diantaranya berupa sikap yang obyektif dari pihak Kejaksaan. Selama ini, menurut Johnson, Kejaksaan bertindak tidak demi kepentingan publik sehingga terkesan berperan sebagai pembela Soeharto. 

Setelah melalui lima kali persidangan secara marathon, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) akhirnya membacakan putusan permohonan praperadilan yang diajukan oleh sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) terkait Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara (SKP3) mantan Presiden Soeharto (12/6).

 

Dalam persidangan, Andi Samsan Nganro selaku hakim tunggal yang menangani perkara menyatakan mengabulkan seluruh permohonan praperadilan para pemohon, kecuali permohonan untuk memerintahkan Kejaksaan selaku termohon membayar ganti rugi sebesar Rp6000. Selain itu, pengadilan juga menyatakan penghentian penuntutan perkara atas nama terdakwa Soeharto sesuai SKP3 No. TAP-01/O.1.14/Ft.1/05/2006 tanggal 11 Mei 2006 adalah tidak sah sehingga penuntutan atas perkara ini harus dibuka dan dilanjutkan.

 

Pengadilan menilai tindakan dan langkah-langkah yang telah dilakukan termohon dalam upaya penyembuhan Soeharto sebagaimana diperintahkan oleh Mahkamah Agung (MA) dalam putusannya No. 1846 K/Pid/2000 tanggal 2 februarui 2001 tidak cukup apabila hanya dilakukan secara surat-menyurat dengan tim dokter. Kejaksaan seharusnya menjalankan perintah yang tertuang dalam putusan MA tersebut dan harus dipertanggungjawabkan dalam forum persidangan di pengadilan.

 

Senada dengan dalil yang disampaikan oleh para pemohon pada persidangan sebelumnya, pengadilan berpendapat apabila Soeharto memang dalam keadaan sakit sehingga tidak dapat dihadapkan ke persidangan, maka termohon seharusnya mengupayakan agar terdakwa sembuh sehingga dapat dihadirkan dalam persidangan. Bukan melakukan tindakan penghentian penuntutan sebagaimana termuat dalam SKP3, tukas Andi.

Tags: