Advokat Tuntut Imunitas Dari Penyadapan
Berita

Advokat Tuntut Imunitas Dari Penyadapan

Hanya terbatas dalam hubungan advokat dengan klien dan selama masih dalam batas-batas etika profesi. Menurut pengamat, advokat seharusnya tidak perlu takut.

Oleh:
Rzk/M-4/M-5
Bacaan 2 Menit
Advokat Tuntut Imunitas Dari Penyadapan
Hukumonline

 

Dia (KPK, red.) harus bedakan kepada siapa dia lakukan hal itu. Karena UU Advokat menyatakan advokat tidak bisa melakukan penyadapan sepanjang menjalankan tugasnya. Dengan demikian KPK tidak boleh melakukan penyadapan kepada advokat, sambung Juniver seraya mencontohkan kasus Harini Wijoso, mantan pengacara Probosutedjo yang didakwa mencoba menyuap Ketua Mahkamah Agung (MA) Bagir Manan.

 

Dalam persidangan kasus itu diperdengarkan bukti rekaman pembicaraan antara Harini dengan pegawai MA Pono Waluyo yang bukan klien Harini, namun membantunya dalam mendekati Bagir.

 

Ketua Umum AAI Denny Kailimang menjelaskan hak imunitas advokat dari penyadapan hanyalah dalam konteks hubungannya dengan klien dan selama masih dalam batas-batas etika profesi. Sesuai pengertian Denny itu, rekaman percakapan antara Harini dan Pono tidak terlindungi.

 

Untuk mempertegas batasan penyadapan, Denny memandang kalangan advokat harus membahasnya dengan aparat penegak hukum. Harus dirumuskan bersama rambu-rambunya sehingga tidak diterobos begitu saja, ujarnya.

 

Beberapa peraturan terkait

Di luar UU Advokat dan UU KPK, sebenarnya ada beberapa peraturan atau rancangan peraturan yang relevan dengan penyadapan meskipun tidak secara langsung menyinggung soal advokat. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), misalnya, mengakui bahwa hubungan antara penasihat hukum dengan kliennya adalah rahasia. Simak saja Pasal 71 ayat (1) KUHAP yang berbunyi Penasihat hukum, sesuai dengan tingkat pemeriksaan, dalam berhubungan dengan tersangka diawasi oleh penyidik, penuntut umum atau petugas lembaga pemasyarakatan tanpa mendengar isi pembicaraan.

 

Kemudian, UU No. 36/1999 tentang Telekomunikasi melalui Pasal 40 menegaskan bahwa setiap orang dilarang menyadap informasi yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apapun. Namun, Pasal 42 ayat (2) memungkinkan penyelenggara jasa telekomunikasi merekam informasi atas permintaan instansi penegak hukum.  

 

Pada perkembangannya, batas-batas kerahasiaan tersebut semakin terbuka lebar dengan lahirnya UU KPK. Untuk mendukung kewenangan ini, Ketua KPK Taufiqurrahman Ruki beberapa waktu lalu mengungkapkan bahwa KPK telah mengadakan pembicaraan dengan Mabes POLRI dan sejumlah produsen telepon seluler membahas teknis penyadapan.

 

Sejumlah rancangan peraturan juga membuka kemungkinan dilakukannya penyadapa. Misalnya, RUU Informasi Transaksi Elektronik yang mengakui informasi elektronik sebagai alat bukti yang sah baik dalam peradilan. Sementara, rancangan perubahan KUHAP memberikan kewenangan kepada penyidik untuk membuka akses, memeriksa dan membuat salinan data elektronik yang tersimpan dalam file computer, jaringan internet, media optik, serta bentuk penyimpanan data elektronik lainnya jika data tersebut diduga keras mempunyai hubungan dengan perkara pidana yang sedang diperiksa.

 

Tidak perlu takut

Mengomentari hal ini, pengamat hukum Bambang Widjojanto berpendapat tuntutan hak imunitas advokat ini harus dilihat konteksnya. Apabila terkait tindak pidana, maka tidak ada yang dapat dikecualikan dari penyadapan, termasuk advokat.

 

Namun, dia menegaskan tindakan penyadapan harus ada batasan yang jelas agar tidak terjadi abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan, red.). Tindakan penyadapan, lanjutnya, harus didasari pada adanya indikasi awal tindak pidana.

 

Menurut saya, tidak perlu takut pada peraturan penyadapan, advokat justru harus tingkatkan integritas agar tidak ikut terlibat korupsi, ujar mantan aktivis Lembaga Bantuan Hukum ini.

 

Pendapat senada juga diutarakan Penasihat KPK Abdullah Hehamahua yang mengatakan kalangan advokat seharusnya tidak perlu ‘alergi' terhadap penyadapan selama mereka tidak terlibat tindak pidana. Dia menambahkan penyadapan oleh KPK bukanlah tindakan main-main, tetapi dalam rangka penegakan hukum. Lagipula, penyadapan dilakukan KPK kan juga ada aturannya, tidak sembarangan saja. Ada teknis operasionalnya, jelas Abdullah.

 

Sementara, pakar teknologi dan informasi Roy Suryo mengemukakan pendapat yang lebih ‘liberal'. Menurut Roy, penyadapan dalam koridor penegakan hukum, terlepas ada atau tidaknya indikasi awal tindak pidana, dapat dilakukan oleh aparat yang berwenang. Tetapi kalau ternyata ada penyalagunaan, saya justru mendesak orang ini (aparat penegak hukum, red.) harus disikat seberat-beratnya, tegasnya.

Salah satu hal menarik dari Rapat Pimpinan (Rapim) Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) pada 20-21 Juli 2006 lalu adalah soal advokat dan penyadapan. Mereka menuntut aparat penegak hukum menghormati Pasal 19 (2) UU N0. 18/2003 tentang Advokat yang memberikan perlindungan kepada advokat dari tindakan penyitaan atau pemeriksaan terhadap berkas dan dokumen, serta perlindungan dari penyadapan sarana komunikasi elektronik.

 

Disini perlu disosialisasikan bahwa ada imunitas yang dimilki advokat yaitu tidak boleh ada penyadapan terhadap advokat yang menjalankan profesinya, ungkap Wakil Ketua Umum AAI Juniver Girsang dalam jumpa pers seusai Rapim (21/7).

 

Juniver mengatakan belakangan ini berkembang tren penyadapan oleh penegak hukum,  bahkan sudah ada yang dilegalkan. Juniver mencontohkan kewenangan penyadapan yang diberikan UU No. 30/2002 kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pasal 12 ayat (1) huruf a menyatakan Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, KPK berwenang melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan.

Halaman Selanjutnya:
Tags: