Praktik Penerapan KUHAP dan Perlindungan HAM
Oleh : A. Samsan Nganro*)

Praktik Penerapan KUHAP dan Perlindungan HAM

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang dikenal dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1981, LN 1981 Nomor 76, mulai berlaku sejak tanggal 31 Desember 1981.

Bacaan 2 Menit
Praktik Penerapan KUHAP dan Perlindungan HAM
Hukumonline

 

)*Penulis adalah Ketua PN Jakarta Selatan.

 

KUHAP hadir menggantikan Het Herziene Inlandsch Reglement (HIR) sebagai payung hukum acara di Indonesia. Kitab yang disebut karya agung bangsa Indonesia ini mengatur acara pidana mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, peradilan, acara pemeriksaan, banding di Pengadilan Tinggi, serta kasasi dan PK ke Mahkamah Agung.

 

Harus diakui, bahwa kehadiran KUHAP dimaksudkan oleh pembuat undang-undang untuk "mengoreksi" pengalaman praktek peradilan masa lalu yang tidak sejalan dengan penegakan hak asasi manusia di bawah aturan HIR, sekaligus memberi legalisasi hak asasi kepada tersangka atau terdakwa untuk membela kepentingannya di dalam proses hukum. Tak jarang kita mendengar rintihan pengalaman di masa HIR seperti penangkapan yang berkepanjangan tanpa akhir, penahanan tanpa surat perintah dan tanpa penjelasan kejahatan yang dituduhkan. Demikian juga dengan "pemerasan" pengakuan oleh pemeriksa (verbalisant).

 

Memang KUHAP telah mengangkat dan menempatkan tersangka atau terdakwa dalam kedudukan yang "'berderajat", sebagai makhluk Tuhan yang memiliki harkat derajat kemanusiaan yang utuh. Tersangka atau terdakwa telah ditempatkan KUHAP dalam posisi his entity and dignity as a human being, yang harus diperlakukan sesuai dengan nilai-nilai luhur kemanusiaan.

 

KUHAP telah menggariskan aturan yang melekatkan integritas harkat harga diri kepada tersangka atau terdakwa, dengan jalan memberi perisai hak-hak yang sah kepada mereka. Pengakuan hukum yang tegas akan hak asasi yang melekat pada diri mereka, merupakan jaminan yang menghindari mereka dari perlakuan sewenang-wenang. Misalnya KUHAP telah memberi hak kepada tersangka atau terdakwa untuk segera mendapat "pemeriksaan" pada tingkat penyidikan maupun putusan yang seadil-adilnya. Juga memberi hak untuk memperoleh "bantuan hukum" pemeriksaan pengadilan.

 

Demikian juga mengenai "pembatasan" jangka waktu setiap tingkat pemeriksaan mulai dari tingkat penyidikan, penuntutan dan penangkapan dan penahanan, ditentukan secara limitatif bagi semua instansi dalam setiap tingkat pemeriksaan. Bahkan untuk setiap penangkapan atau penahanan yang dikenakan, wajib diberitahukan kepada keluarga mereka. Dengan demikian tersangka atau terdakwa maupun keluarga mereka, akan mendapat kepastian atas segala bentuk tindakan penegakan hukum. Ini sejalan dengan tujuan KUHAP sebagai sarana pembaruan hukum, yang bermaksud hendak melenyapkan kesengsaraan masa lalu.

 

Lahirnya hukum acara pidana nasional yang moderen sudah lama didambakan oleh semua orang. Masyarakat menghendaki hukum acara pidana yang dapat memenuhi kebutuhan hukum masyarakat yang sesuai dan selaras dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. KUHAP boleh dikatakan telah membangkitkan optimisme harapan yang lebih baik dan manusiawi dalam pelaksanaan penegakan hukum.

 

Namun, memasuki usia 25 tahun berlakunya KUHAP muncul keinginan agar KUHAP segera direvisi karena tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan sebagaimana pada saat diundangkan. Mengapa KUHAP yang baru berumur 25 tahun sudah akan diubah lagi? Sejauhmana kelemahan-kelemahan atau kekurangan KUHAP dalam merespon perkembangan yang terjadi dalam masyarakat?

 

Pembahasan

Ketika praktik peradilan Indonesia menggunakan telekonperensi dan ketika munculnya undang-undang baru, seperti Undang-Undang Pengadilan HAM, Undang-undang Pencucian Uang, Undang-undang Terorisme dan lain-lain, kita tidak membantah munculnya berbagai keluhan dan kritik yang ditujukan kepada KUHAP karena KUHAP dinilai tidak sesuai lagi dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat Indonesia. Termasuk alat-alat bukti yang diatur dalam KUHAP.

 

Globalisasi dalam segala segi kehidupan, memang semakin meningkat. Kita tidak dapat menghindari globalisasi ekonomi, sosial, budaya dan hukum. Saling membantu dan bekerja sama antar negara dalam penegakan hukum semakin penting. Ekstradisi, pengembalian aset, pertukaran tahanan dan narapidana sudah diatur oleh PBB. Negara-­negara diwajibkan untuk menciptakan peraturan hukum tertentu. Seperti money laundering, korupsi dan terorisme. Dengan demikian, semua itu memerlukan penyusunan undang-undang baru yang dapat diterima oleh dunia.

 

Ada beberapa hal menyangkut teknologi yang langsung mempengaruhi hukum pidana dan hukum acara pidana misalnya kemajuan teknologi komputer yang sangat pesat. Menjadi persoalan adalah apakah data komputer, program komputer, SMS, internet, faksimili, e­mail, termasuk dalam pengertian surat? Jika ya, maka mesti alat bukti di dalam KUHAP berupa surat harus diperluas pengertiannya, sehingga mencakup semua perkembangan tadi.

 

Menghadapi perkembangan teknologi informasi tersebut, sudah barang tentu ada benarnya untuk mengatakan sebagian rumusan dan standar KUHAP sudah kurang mampu menampung dan men jembatani permasalahan konkret yang muncul di hadapan kita.

 

Dalam usianya yang ke-25 tahun, KUHAP berhadapan dengan cepatnya perubahan masyarakat Indonesia yang sudah dipengaruhi paradigma moving speedly. Tampaknya beberapa ketentuan dan standar hukum yang terdapat di dalamnya, mungkin sudah mengalami sifat yang terlalu konservatif dan kaku (strict law).

 

Akibatnya menimbulkan penerapan KUHAP bersifat "resistensi" dan reaktif terhadap tuntutan kesadaran perkembangan masyarakat. Sehubungan dengan itu, dikaitkan dengan pandangan yang berkembang, yang mengatakan : tidak ada lagi undang-undang (hukum positif) yang bisa bertahan abadi, daya jangkauannya paling jauh 20 - 25 tahun. Tidak salah jika KUHAP sudah memerlukan peninjauan atas sebagian nilai. Standarnya pun perlu dikoreksi. Seperti penggantian lembaga praperadilan menjadi hakim komisaris atau hakim investigasi yang wewenangnya lebih luas dan lebih terperinci.

 

Kekurangan dan kelemahan KUHAP lainnya yang juga disorot adalah keberadaan lembaga praperadilan, yang ternyata tidak sesuai atau menyimpang dengan konsep awal sebagai lembaga representasi perlindungan hak asasi manusia, khususnya terhadap kedudukan tersangka (dalam praxes penyidikan) dan terdakwa (dalam proses penuntutan).

 

Menurut Indrianto Seno Adji, sejak awal implementasi berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 mengenai Hukum Acara Pidana (KUHAP), lembaga Praperadilan ternyata lahir tidak sesuai dengan ide awal. Lembaga ini awalnya dimaksudkan sebagai proteksi terhadap penyimpangan upaya paksa dalam arti luas (dwang-middelen) dari aparatur penegak hukum. Lagi pula prakteknya tidak sesuai dengan kehendak atas perlindungan hak asasi manusia bagi pihak-pihak yang terlibat. Keinginan merevisi aturan praperadilan merupakan bentuk responsitas yang wajar saja mengingat pengalaman empiris terhadap implementasi KUHAP


ini ditemukan segala kekurangan dan kelemahan selain memang harus diakui adanya suatu terobosan yang diintrodusir KUHAP, seperti misalnya prinsip NonSelf-Incrimination, presumption of innocence, verschoningsrecht dan lain-lain.

 

Terhadap lahirnya undang-undang baru, yang secara tersendiri dan khusus mengatur tentang hukum acara pidana, seperti Undang-Undang Pengadilan HAM, Undang-Undang Terorisme, Undang-Undang KPK dan lain-lain, maka sepanjang tidak ditentukan lain dalam KUHAP, tetap berlaku sebagai peraturan khusus tentang acara pidana sesuai dengan asas lex spesialis derogat legi generali.

 

Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, maka dalam rangka merespon perkembangan yang terjadi dan munculnya kelemahan-­kelemahan yang terdapat dalam KUHAP, maka langkah yang harus dilakukan adalah perlu melakukan revisi atau perbaikan. Menurut penulis, sebenarnya praktik penerapan KUHAP dalam proses peradilan pidana di Indonesia sudah mencerminkan kema juan dan kecenderungan untuk memperhatikan dan menghormati hak-ihak asasi tersangka atau terdakwa. Yang penting menjadi landasan adalah memeriksa, meneliti beberapa pokok masalah KUHAP yang perlu disesuaikan dan disempurnakan untuk diperbaiki atau direvisi agar lebih aktual.

Halaman Selanjutnya:
Tags: