Terkait Ahmadiyah, Komnas HAM Temukan Indikasi Awal Pelanggaran HAM Berat
Berita

Terkait Ahmadiyah, Komnas HAM Temukan Indikasi Awal Pelanggaran HAM Berat

'Ada semacam pola yang terjadi berulang-ulang dalam kasus-kasus penyerangan terhadap jemaat Ahmadiyah di Indonesia.'

Oleh:
Rzk
Bacaan 2 Menit
Terkait Ahmadiyah, Komnas HAM Temukan Indikasi Awal Pelanggaran HAM Berat
Hukumonline

 

Tindak Kekerasan/Ancaman JAI 2005

18/2

Perusakan mesjid di Sintang

28/7

Perusakan mesjid di Wajo

8/7

Ancaman dan penyerangan Kampus Mubarak

9/7

Pemaksaan dan perusakan Kampus Mubarak

15/7

Penyerangan dan pengusiran paksa Kampus Mubarak

26/7

Ancaman penyerangan mesjid di Bandung

27/7

Perusakan Mesjid Ciaruteun, Bogor

29/7

Penyegelan mesjid, musholla, guest house oleh Satpol PP di Kuningan

30/7

Ancaman dan paksaan oleh Kades Pamulihan

2-11/8

Ancaman perusakan Mesjid Perintis Bogor, perusakan mesjid dan rumah di Cinajur

Sumber: Komnas HAM

 

Peningkatan intensitas tindak kekerasan dan ancaman dan berbagai pengaduan JAI, akhirnya mendorong Komnas HAM untuk turun tangan. Sebuah tim bernama Tim Pemantauan Kasus Ahmadiyah Komnas HAM pun dibentuk berdasarkan SK No. 17/KOMNAS HAM/VII/2005. Tim yang diketuai Chandra Setiawan ini mendapat tugas melakukan penyelidikan untuk mengidentifikasi ada atau tidaknya pelanggaran HAM.

 

Ada Pola Penyerangan

Ada semacam pola atau pattern yang terjadi berulang-ulang dalam kasus-kasus penyerangan terhadap jemaat Ahmadiyah di Indonesia, kata MM Billah, Ketua Sub Tim Pemantauan Kasus Ahmadiyah, dalam jumpa pers di Komnas HAM (25/1).

 

Menurut Billah, berdasarkan hasil pemantuan sementara yang dilakukan Sub Tim, tindak kekerasan dan ancaman terhadap JAI umumnya diawali dengan adanya cap sesat dan menyesatkan dari instansi setempat. Cap ini diikuti dengan tindakan penebaran, seruan dan ancaman baik melalui forum-forum keagamaan seperti pengajian maupun sarana lain seperti spanduk.

 

Massa kemudian menindaklanjutinya dengan tindakan-tindakan nyata seperti perusakan, pembakaran, dan pengusiran. Kondisi ini diperparah dengan sikap aparat yang cenderung melakukan pembiaran sehingga massa semakin leluasa melakukan tindak kekerasan.

 

Akibatnya, korban pun berjatuhan baik dari pihak JAI, massa maupun aparat. Kerugiannya pun meliputi kerugian fisik, barang baik bergerak atau tidak bergerak, dan psikis. Berdasarkan pemantauan Sub Tim, pelaku tindak kekerasan dapat dikategorikan menjadi individu, massa, dan aparat. Khusus pelaku individu, Sub Tim mengidentifikasi dua pelaku untuk kasus Parung dengan inisial HAA dan AD, sedangkan untuk kasus Ketapang inisialnya TGMI.

 

Indikasi Awal

Jadi, kami menemukan indikasi awal adanya unsur-unsur pelanggaran HAM berat yaitu bentuk kejahatan kemanusiaan, ujarnya. Namun, Billah menegaskan bahwa kesimpulan yang dia sampaikan ini merupakan kesimpulan awal yang masih bersifat sementara. Sub Tim masih berupaya mengumpulkan data-data pendukung.

 

Laporan hasil pemantauan sudah disampaikan dan diterima oleh Sidang Paripurna pada minggu kedua bulan Januari 2007. Dalam laporan tersebut disampaikan juga sejumlah rekomendasi yang akan ditindaklanjuti oleh komisioner terkait, dalam hal ini adalah Chandra Setiawan dan Enny Suprapto.

 

Beberapa rekomendasi tersebut antara meminta Komnas HAM membentuk tim penyelidikan kasus Ahmadiyah, mendesak pemerintah meninjau kembali segala peraturan yang bertentangan dengan nilai-nilai HAM, mendesak instansi terkait untuk mencabut peraturan yang melarang Ahmadiyah, pemulihan hak-hak dasar korban, dan meminta POLRI untuk memberikan perlindungan kepada para korban. 

Sudah menjadi rahasia umum, Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki catatan buruk dalam konteks penegakan HAM. Salah satu adalah masih maraknya tindakan-tindakan penyerangan hanya karena perbedaan keyakinan.

 

Tentu saja, kasus yang menyedot banyak perhatian adalah penyerangan terhadap Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI), yang dinilai masyarakat memiliki keyakinan berbeda dengan mereka. Kaum JAI sangat merasakan betapa ‘getirnya' hidup di Indonesia jika dengan keyakinan berbeda.

 

Datang pertama kali di bumi nusantara pada tahun 1925, JAI mulai merasakan perlakuan berbeda sejak 1980 yakni ketika Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui fatwanya menyatakan JAI adalah aliran sesat dan menyesatkan. Cap sesat itu semakin kuat karena setahun kemudian Kedutaan Besar (Kedubes) Arab Saudi mengirimkan surat kepada Dirjen BIMAS Islam Departemen Agama yang merekomendasikan pelarangan JAI. Tiga tahun kemudian, surat Kedubes Arab Saudi ditindaklanjuti Dirjen BIMAS Islam dengan menerbitkan surat edaran yang menyatakan JAI membahayakan negara dan menodakan agama Islam.

 

Tahun-tahun berikutnya, nasib JAI tidak kunjung membaik. Perlakuan tidak ramah tidak lagi hanya ditunjukkan instansi pemerintah, tetapi juga masyarakat. Penyerangan ataupun tindakan kekerasan lainnya bermunculan, mulai dari perusakan sarana dan fasilitas JAI sampai dengan tindakan kekerasan fisik terhadap pengikut JAI. Tahun 2005 adalah tahun paling buram bagi sejarah JAI karena intensitas tindak kekerasan dan ancaman fisik semakin tinggi.

Tags: