Dalam Sidang Tripartit, Kedua Belah Pihak Bersikukuh
PHK Wartawan Kompas

Dalam Sidang Tripartit, Kedua Belah Pihak Bersikukuh

Pihak manajemen tetap memutuskan PHK. Kubu Bambang Wisudo ngotot dipekerjakan kembali.

Oleh:
CRY
Bacaan 2 Menit
Dalam Sidang Tripartit, Kedua Belah Pihak Bersikukuh
Hukumonline

 

Ali pun mengingatkan pemecatan ini akan batal demi hukum karena bertentangan dengan  UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Buruh/Serikat Pekerja (UU SB/SP). Bambang dipecat karena keserikatpekerjaan sudah jelas. Kebijakan mutasi terhadap pengurus serikat pekerja saja tidak diperbolehkan oleh UU ini.

 

Untung sendiri merasa tidak perlu menanggapi permintaan penjelasan mutasi tersebut. Tidak relevan karena kita akan membahas masalah PHK secara prosedural. KMN sudah mengajukan PHK secara prosedural dan sudah berdasarkan fakta-fakta, bukan berdasarkan opini. Forum sidang ini tidak ada kewenangan untuk menguji keabsahan surat-surat yang telah didaftarkan ke Disnaker, serta tidak menguji keabsahan asumsi atau opini. Mutasi hanya bahan tambahan saja, ungkapnya.

 

Menurut Bambang, tindakan menempel dan membagikan pamflet ini ada penyebabnya. Ada rentetan panjang penyebabnya. Puncaknya, saya tidak puas karena hendak dimutasi ke Ambon. Ini bertentangan dengan UU SB/SP karena saya menjadi sekretaris Perkumpulan Karyawan Kompas (PKK), ungkap Bambang.

 

Kebijakan mutasi ini sendiri berlaku bagi 55 karyawan, termasuk terhadap Ketua PKK Syahnan Rangkuti, Bambang Wisudo, dan beberapa aktivis PKK lainnya. Bambang menerima SK No. 269/Penpen/SK/XI/2006 tertanggal 15 November 2006. SK tersebut ditandatangani oleh Wakil Pemimpin Umum Kompas ST Sularto. Bambang harus angkat koper ke Ambon sejak 1 Desember 2006 untuk menempati Biro Sulawesi-Indonesia Timur.

 

Selanjutnya, pihak Kompas pun bersedia menjelaskan peristiwa mutasi tersebut. Kebijakan itu urung terlaksana lantaran Bambang keberatan. Menurut Untung, pihak manajemen memahami dan cukup mengerti keinginan Bambang.

 

Oleh karena itu, manajemen memenuhi kehendak Bambang supaya dipindah saja ke daerah Garut. Kebijakan tersebut memang belum dilaksanakan oleh pihak manajemen. Pada dasarnya pelaksanaannya bisa fleksibel sesuai dengan kesiapan si pekerja itu sendiri. Bahkan mutasi bisa diubah sesuai dengan tempat yang diinginkan oleh pekerja, terang Untung.

 

Namun Bambang menampik penjelasan tersebut. Menurut Bambang, mutasi ini memang bertujuan untuk mengisolasi dia bersama pengurus PKK. Manajemen berkukuh jika mutasi ini adalah hal biasa. Namun bagi saya ini tidak wajar. Bahkan Wakil Editor Kenedi Nurhan bilang kepada saya bahwa saya memang akan dibuang, timpal Bambang. Bambang sendiri mengaku sudah aktif sejak PKK berdiri pada 1998.

 

Bambang melanjutkan, alasan dirinya menawarkan dipindah ke Garut untuk menurunkan tensi ketegangan. Saya berkeinginan baik untuk cooling down. Selama tiga bulan saya bersedia dipindah ke Garut. Saya bertemu empat mata dengan GM SDM Kompas Bambang Sukartiono. Dalam perbincangan tersebut, saya minta surat direvisi. Setidaknya jangan per 1 Desember. Tapi tunggu kalau masa kepengurusan PKK saya berakhir. Karena manajemen ngotot tetap mutasi, saya ingin ada cooling down. Ini niat baik saya untuk menyelamatkan muka manajemen. Sama sekali tak ada tawar-menawar saya mau dimutasi ke mana, cerita Bambang.

 

Untuk itulah, Bambang diminta membuat surat permohonan. Saya sudah membuat surat tersebut, tapi itu diputarbalikkan. Sampai seminggu surat saya ini diabaikan dengan alasan pimpinan masih sibuk. Jadi, kebijakan mutasi saya ini belum ada jawaban definitif, ujar Bambang.

 

Rindjan pun menegaskan mutasi ini tetap penting dibahas. Sidang ini memang untuk membahas PHK. Namun penyebab peristiwa PHK itulah yang kita gali. Nah, kebijakan mutasi ini apa dasar peraturannya? Seharusnya surat mutasi ini juga mencantumkan peraturan perusahaan pasal berapa? tanya Rindjan menengahi.

 

Untung mengakui kebijakan mutasi ini tertuang dalam Peraturan Perusahaan Kompas. Namun, ketika diminta menunjukkan peraturan perusahaan tersebut, baik Frans maupun Untung tidak membawanya. Peraturan Perusahaan Kompas versi terakhir adalah periode 2002-2004, ujarnya pendek. Meskipun demikian, baik dalam surat mutasi maupun pemecatan, pihak manajemen tidak menjelaskan sama sekali berdasarkan pasal apa saja dalam peraturan perusahaan.

 

Bambang menunjukkan Peraturan Perusahaan Periode 2000-2002. Ini saya dapatkan dari teman saya yang masih bekerja di Kompas. Saya tak mungkin bisa memasuki Gedung Kompas karena sudah dilarang oleh manajemen. Versi cetak inilah yang terakhir dibagikan kepada karyawan, ujar Bambang. Peraturan perusahaan ini ditandatangani oleh Rusdi Muchtar, atas nama Kakanwil Departemen Tenaga Kerja DKI Jakarta, Kabid Hubinsaker.

 

Untung keberatan atas perdebatan peraturan perusahaan. Bukan pada forum ini kita menguji perusahaan tidak punya peraturan perusahaan. Jangan sampai bias karena kita membahas persoalan PHK. Namun dalam pertemuan Untung cs belum bisa menunjukkan peraturan perusahaan.

 

Rindjan pun menjelaskan, pihak manajemen sudah diberi kesempatan memaparkan alasan PHK. Sudah dari awal Anda menjelaskan kronologi dan alasan PHK. Sekarang kita kembangkan penyebab PHK. Ada tempelan selebaran, karena mutasi, dan sebagainya kan? Bukannya saya mau menambah-nambah masalah, ujar Rindjan.

 

Hingga akhir sidang, kedua belah pihak tetap berpijak pada sikap awalnya. Manajemen KMN tetap  memecat Bambang. Sedangkan Bambang minta PHK ini dibatalkan demi hukum dan dipekerjakan kembali sebagai jurnalis Kompas.

 

Anjuran Disnakertrans akan disampaikan selambatnya 10 hari kerja setelah sidang ini. Data saya kira sudah lengkap. Saya sudah berpengalaman selama puluhan tahun menangani masalah PHK. Saya tahu apa yang saya kerjakan. Saya gembira kedua belah pihak bisa tertib menjalani sidang kali ini, pungkas Rindjan. Rindjan pun menyarankan, alangkah lebih baik, jika kedua belah pihak bisa berdamai dalam masa tunggu ini.

 

Setelah menggelar forum bipartit seperti yang disarankan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DKI Jakarta pada sidang mediasi sebelumnya, akhirnya kasus PHK wartawan senior Harian Kompas Bambang Wisudo menanjak ke babak sidang tripartit (28/2).

 

Sekadar flashback, dalam forum bipartit yang diselenggarakan pada pertengahan Februari silam, baik pihak manajemen maupun Bambang tidak beroleh titik temu. Manajemen tetap memutuskan PHK dengan alasan sudah tak ada lagi kepercayaan terhadap Bambang. Sedangkan Bambang berkeras dipekerjakan kembali sebagai karyawan Kompas.

 

Sidang kali ini dipimpin oleh Kepala Seksi Perselisihan Hubungan Kerja Disnakertrans DKI Jakarta Rindjan Saragih. Rindjan didampingi oleh notulis Nilza. Bambang Wisudo didampingi oleh sejumlah kuasa hukum serta beberapa aktivis dan wartawan. Muncul pula jurnalis Tempo Ahmad Taufik -yang pernah dimejahijaukan bos Grup Artha Graha Tommy Winata, memberikan dukungan kepada Bambang. Sementara Kompas diwakili oleh kuasa hukum Frans Lakaseru, Untung Herminanto, dan Agung Yuwono.

 

Rindjan meminta klarifikasi perihal mutasi yang dialami oleh Bambang. Permintaan itu direspon Frans Lakaseru dengan membacakan kronologis pemecatan Bambang. Intinya, PT Kompas Media Nusantara (KMN), penerbit Harian Kompas, memecat Bambang karena telah menyebarkan keresahan di kalangan karyawan serta mencemarkan nama baik perusahaan pada 7 Desember 2006. Manajemen menilai Bambang telah menyebarkan pamflet tanpa izin. Namun Bambang tetap melanjutkan aksinya. Pak Bambang merasa berhak melakukan semua ini sehingga perusahaan memutuskan hubungan kerja mulai 9 Desember 2006, ujar Frans.

 

Kuasa hukum Bambang dari LBH Pers, Sholeh Ali berujar bahwa tindakan pemecatan ini karena aktivitas Bambang sebagai pegiat serikat pekerja. Tindakan Pak Bambang membagikan pamflet ini bukan karena pribadi. Saya sangat keberatan pihak manajemen sama sekali tidak menyebut Bambang Wisudo sebagai pengurus PKK. Saya juga keberatan, pihak kuasa hukum tidak menjelaskan perihal mutasi tersebut. Kami sudah dua kali mengirim surat kepada manajemen meminta penjelasan tentang mutasi ini tapi tak ada jawaban sama sekali, ujar Ali.

Tags: