Berikan Upah Layak Nasional, Tolak Sistem Kontrak dan Outsourcing
May Day 2007:

Berikan Upah Layak Nasional, Tolak Sistem Kontrak dan Outsourcing

Menakertrans berjanji RPP Pesangon tidak akan merugikan buruh.

Oleh:
CRK/Ycb
Bacaan 2 Menit
Berikan Upah Layak Nasional, Tolak Sistem Kontrak dan Outsourcing
Hukumonline

Demikian tuntutan ribuan buruh dibawah bendera Aliansi Buruh Menggugat (ABM), yang terdiri dari sekitar 30 organisasi pekerja. Mereka memadati kawasan Bundaran Hotel Indonesia sejak pagi dalam perayaan hari buruh internasional (01/05) yang kini lazim disebut May Day. Massa yang terus bertambah jumlahnya berjalan ke istana negara untuk menyatakan tuntutannya.

 

Setelah sebelumnya berhasil memperjuangkan penolakan terhadap revisi Undang-undang No. 13 Tahun [2003] tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) para pekerja kini mengajukan tuntutan baru. Koordinator ABM Anwar Sastro Ma'ruf menyatakan mereka menuntut pemberian upah layak nasional sebesar Rp 3,27 juta, menolak fleksibilitas kerja melalui sistem kontrak dan outsourcing, serta membentuk Konfederasi serikat pekerja baru yang progresif.

 

ABM menilai penetapan Upah Minimum Provinsi, Upah Minimum Kabupaten dan Upah Minimum Sektoral Provinsi menunjukkan ketidakberpihakan pemerintah bagi kaum buruh. Hasil penetapan upah tersebut juga menempatkan pekerja dalam posisi yang semakin sulit dalam balutan kemiskinan.

 

Untuk masalah fleksibilitas kerja, Sekjen Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Beno Widodo berpendapat dalam sistem kontrak dan hubungan kerja outsourcing yang ada sekarang, banyak pekerja akhirnya harus menelan pil pahit PHK tanpa pesangon.

 

Kalau di UU Ketenagakerjaan, seharusnya outsourcing hanya dilakukan oleh perusahaan dibidang sub-produksi, tapi ternyata outsourcing bidang produksi tetap dilakukan. Dengan outsourcing upah buruh menjadi murah dan mudah di PHK oleh perusahaan ujarnya di antara ribuan buruh.

 

Anwar juga tegas menolak usaha pembentukan sistem kerja fleksibel yang muncul dalam pembentukan Rancangan Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksana UU Ketenagakerjaan.

 

Tampaknya ABM juga berusaha menjadikan May Day sebagai momentum konsolidasi dengan anggota aliansinya untuk membentuk konfederasi serikat pekerja baru. Tiga konfederasi yang menjadi wakil buruh dalam pembahasan peraturan pelaksanaan UU ketenagakerjaan yaitu dipandang sangat elitis dan tidak memperjuangkan aspirasi mereka.

 

Beno menyatakan pimpinan SBSI (Serikat Buruh Seluruh Indonesia), SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia), dan KSPI (Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia) menyetujui pembentukan RPP yang mengatur lebih lanjut tentang kontrak dan outsourcing, selain pengaturan tentang pesangon yang sekarang digembar-gemborkan. Apabila digunakan sistem kontrak dan outsourcing, maka tidak akan ada pesangon ujarnya.

 

Hal ini juga dibenarkan Kepala Badan Pekerja Nasional dan anggota ABM Budi Waluyo. Mereka (SBSI, SPSI, KSPI-red) sudah tidak dapat dianggap milik buruh karena kepala mereka sudah rusak ujarnya geram. Tiga konfederasi ini dianggap mengikuti arus pemerintah yang dinilai tunduk pada kekuasaan modal dalam membuat peraturan diantaranya melalui Inpres No.3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Sistem Investasi.

 

RPP Pesangon

UU Ketenagakerjaan memandatkan dibuatnya 13 Peraturan Pemerintah (PP). Namun, hingga kini menrurut catatan hukumonline baru 3 yang terbit. Sementara pembahasan tripatrit terhadap PP keempat soal pesangon yang disyaratkan Pasal 156 UU Ketenagakerjaan mengundang perdebatan dikalangan buruh.

 

Peraturan Pemerintah Delegasi UU Ketenagakerjaan

 

Peraturan Pemerintah

Realisasi

1. Ketentuan mengenai tatacara memperoleh informasi ketenagakerjaan dan pencatatan tenaga kerja

 

2. Pembentukan Badan Nasional Sertifikasi Profesi

 

3. Bentuk, mekanisme,  kelembagaan sistem  pelatihan kerja nasional

PP No. 3/2006

4. Pembentukan, keanggotaan dan tata kerja lembaga produktivitas nasional

PP No. 50/2005

5. Perluasan kesempatan kerja

 

6. Besar kompensasi bagi tenaga kerja asing

 

7. Penanggulanagn anak bekerja diluar hubungan kerja

 

8. Penerapan sistem manajemen K3

 

9. Penghasilan yang layak, kebijakan pengupahan, kebutuhan hidup layak (Pasal 88),  penetapan upah minimum (Pasal 89), pengenaan denda (Pasal 95)

 

10.Jenis dan kriteria fasilitas kesejahteraan buruh sesuai dengan kemampuan pengusaha

 

11.Koperasi pekerja

 

12.Tata kerja lembaga tripartid

PP No. 8/2005

13.Perubahan Perhitungan uang pesangon, penghitungan uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak (Pasal 156) 

 

 

 

Anwar dari ABM menengarai ada upaya untuk mengubah ketentuan itu. Hal ini, menurut Anwar, dilakukan agar para pengusaha dapat melakukan PHK murah bagi pekerja tetap dan mengikat kembali pekerjanya melalui kontrak.

 

Menurut Koordinator Wilayah Indonesia Oxfam Tedjo Wahyudi apabila pembuatan RPP tidak dikawal oleh pekerja, maka mungkin akan menimbulkan permasalahan bagi buruh dikemudian hari. Apalagi pembuatan Rancangan PP ternyata lebih tertutup dibanding UU Ketenagakerjaan. The devil is in the details ujarnya mencatut sebuah ungkapan asing.

 

Dihubungi terpisah, Kepala Bagian Perundang-undangan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sumondang menyatakan pada prinsipnya pemerintah tak memihak siapa-siapa. Yang penting ialah kepentingan negara dalam membuka lapangan kerja.

 

Menurutnya pembahasan RPP Pesangon tersebut masih dalam tahap awal, Drafnya pun belum ada tambahnya. Sedangkan untuk PP lainnya, Depnaker telah menyerahkan sebagian peraturan tersebut kepada Sekretaris Kabinet, meski ia tak merincinya.

 

Menteri Tenaga Kerja Erman Suparno menyatakan bahwa kepentingan buruh akan dilindungi. Saat menemui buruh di Depnakertrans, ia berjanji bahwa RPP Pesangon tidak akan merugikan buruh.

Tags: