Terkait Lumpur Lapindo, DPD Kecewa atas Kinerja BPLS
Berita

Terkait Lumpur Lapindo, DPD Kecewa atas Kinerja BPLS

DPD mendesak pemerintah mampu unjuk gigi di muka Lapindo. Audit BPK belum rampung.

Oleh:
Ycb
Bacaan 2 Menit
Terkait Lumpur Lapindo, DPD Kecewa atas Kinerja BPLS
Hukumonline

 

Menurut Mujib, Pasal 15 Perpres tersebut harus dirombak. Supaya berpihak kepada rakyat, tandasnya. Perpres tersebut kudu mengatur jaminan pembayaran ganti rugi oleh Lapindo. Jaminan itu bisa disimpan dalam sebuah bank. Ganti rugi awal sebesar 20 persen harus disusul dengan percepatan ganti rugi sisanya dalam setahun.

 

Mujib menegaskan Lapindo harus menanggung Rp3,8 triliun. Sekitar Rp2,5 triliun untuk ganti rugi dan Rp1,3 triliun untuk dana penanggulangan lumpur. Semua harus ditanggung Lapindo, ujar Mujib.

 

BPLS juga bikin blunder besar karena tak segera menerbitkan Surat Keputusan (SK) tentang Tim Verifikasi. Sebenarnya Tim Verifikasi ini sudah dibentuk pada era Timnas. Cuma, seusai Timnas wafat, kerja Tim Verifikasi terbengkalai. Lanjutan kinerja Tim Verifikasi inilah yang menjadi pe-er BPLS.

 

Tugas tim ini adalah menentukan tanah mana saja yang berhak mendapat ganti rugi. Dari lahan genangan lumpur, terdapat 13.000 bidang tanah dan 9.000 bidang bangunan. Tim Verifikasi baru memastikan 522 bidang yang berhak mengantongi ganti rugi. Celakanya, hingga kini, baru 151 yang menikmati ganti rugi. Apa harus tunggu seluruh Sidoarjo tenggelam baru kerja Tim Verifikasi bisa selesai? repet Mujib.

 

Bidang yang sudah diverifikasi bakal dikasih sertifikat. Biaya cetak sertifikat per bidang Rp25.000. Artinya, hingga kini Tim Verifikasi membutuhkan Rp13 juta bagi 522 bidang yang sudah klir. Sedihnya, Anggaran belum bisa dikucurkan, tutur anggota Pansus Hafidh Asrom.

 

Hafidh, yang dari Provinsi DIY ini menjelaskan, pemerintah berjanji mengalokasikan bujet dari APBN. Tapi, mekanisme pencairannya bagaimana? ujar Hafidh dengan nada tanya. Namun, biaya cetak sertifikat itu tetap kewajiban Lapindo.

 

Hingga kini, warga korban dan pihak Lapindo masih mentok membahas dasar penetapan luas bangunan. Padahal, tanpa kata sepakat, Tim Verifikasi tak bisa merekomendasi luas bangunan yang akan dibayar. Saat ini ganti rugi bangunan dipatok Rp1,5 juta per meter persegi.

 

Mujib meminta pemerintah bertindak tegas. Jangan sampai dipermainkan Lapindo. Presiden dan Wakil Presiden harus berani unjuk gigi di depan Lapindo.

 

Sementara itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) masih belum menyelesaikan audit lumpur Lapindo. Mengulangi pernyataan yang berkali-kali dia sampaikan, Ketua BPK Anwar Nasution berharap laporan hasil audit bisa tuntas bulan ini. Pokoknya secepatnya. Tunggu saja tanggal mainnya, ungkapnya seusai menghadiri Sidang Paripurna DPD. BPK menunjuk Universitas Brawijaya Malang menggelar studi atas lumpur Sidoarjo.

 

Warga Sidoarjo, nasib surammu sepekat lumpur Lapindo...

Rupanya pejabat kita getol gonta-ganti baju. Tak terkecuali dalam menangani kasus lumpur Lapindo di Sidoarjo. Lumpur ini makin meruam lantaran aktivitas perusahaan gas PT Lapindo Brantas. Lapindo adalah perusahaan milik Bakrie dan Medco. Hingga 29 Mei nanti, genap sudah setahun lumpur pekat itu menggenangi tanah Sidoarjo.

 

Sebelumnya, pemerintah membentuk Tim Nasional Penanggulangan Semburan Lumpur Lapindo (Timnas Lapindo). Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sendiri membentuk Panitia Khusus (Pansus Lapindo) sepuluh bulan kemudian. Belum usai masalah, masa kerja Timnas Lapindo malah tamat per 8 April silam. Akhirnya pemerintah membentuk Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) via Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 14 Tahun 2007.

 

Baik Timnas maupun BPLS, masih belum menunjukkan rapor memuaskan. Bahkan, Wakil Ketua Pansus Mujib Imron menilai kinerja BPLS memble. BPLS tak berpihak kepada rakyat korban lumpur, tukas anggota DPD dari Provinsi Jawa Timur ini. Mujib menyampaikannya dalam jumpa pers di Gedung DPD, Kamis (3/5).

 

Kurang gregetnya taji BPLS ini lantaran Perpres tersebut tak tegas. Pemerintah harus meninjau kembali Perpres 14/2007 itu, seru Mujib. Menurut Mujib, Perpres tersebut tidak tegas mengatur sanksi. Perpres tersebut juga tidak menjamin Lapindo supaya cepat-cepat menuntaskan kewajibannya.

 

Karena itulah, dengan gampangnya Lapindo mangkir dari kewajiban. Lapindo tidak menunjukkan itikad baik dalam melunasi ganti rugi dan uang sewa, lanjut Mujib. Padahal, masih ada 1.044 kepala keluarga yang terkatung-katung di pengungsian.

Halaman Selanjutnya:
Tags: