Walhi Dinilai Tidak Memiliki Legal Standing
Berita

Walhi Dinilai Tidak Memiliki Legal Standing

Mengacu pada ketentuan UU Lingkungan Hidup dan UU Yayasan, Lapindo menilai Walhi tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan gugatan.

Oleh:
IHW
Bacaan 2 Menit
Walhi Dinilai Tidak Memiliki <i>Legal Standing</i>
Hukumonline

 

Padahal, lanjut Akhmad, berdasarkan Pasal 71 Ayat (2) UU No 16 Tahun 2001 sebagaimana diubah oleh UU No 28 Tahun 2004 tentang Yayasan (UU Yayasan) setiap yayasan yang sudah didaftarkan di Pengadilan Negeri dan mempunyai izin melakukan kegiatan dari instansi terkait, tetap diakui sebagai badan hukum dengan syarat menyesuaikan anggaran dasarnya paling lambat setelah lima tahun dari berlakunya UU Yayasan ini.

 

Lebih lanjut, Ayat (2) dari Pasal 71 tersebut mensyaratkan agar yayasan tersebut segera memberitahukan kepada menkumham bersangkutan seputar penyesuaian anggaran dasarnya dalam jangka waktu satu tahun setelah menyesuaikan anggaran dasarnya. Sementara Akhmad menilai, berdasarkan bukti awal yang diajukan Walhi, ternyata Walhi belum melaksanakan ketentuan tersebut. Karenanya sangat beralasan jika majelis hakim menolak seluruh gugatan atau paling tidak menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima, tandas Akhmad.

 

Di lain pihak, Presiden sebagai tergugat VI yang diwakili Jaksa Pengacara Negara (JPN) menyatakan pengadilan tidak memiliki kewenangan untuk memeriksa dan memutus perkara sepanjang menyangkut kebijakan pemerintah. Lebih lanjut ia berpendapat, yang berhak menilai atas suatu kebijakan pemerintah hanyalah DPR.

 

Menanggapi eksepsi Lapindo, kuasa hukum Walhi,  Firman Wijaya tidak mau mengambil pusing. Firman beralasan, selama ini proses gugatan yang dilayangkan Walhi dalam setiap perkara lingkungan tidak pernah ditolak dengan dalil tidak memiliki legal standing. Bahkan, lanjut Firman, ada beberapa putusan hakim yang mengabulkan gugatan Walhi. Karenanya saya optimistis tidak ada persoalan menyangkut legal standing Walhi. Toh sudah ada beberapa yurisprudensi Mahkamah Agung yang memenangkan Walhi ujarnya.

 

Berdasarkan catatan hukumonline, gugatan Walhi  melawan PT Freeport Indonesia pada tahun 2000 lalu, pernah dikabulkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Di tingkat banding, meskipun kalah, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta ternyata tidak mempermasalahkan legal standing Walhi.

 

Sebagaimana diketahui, pertengahan Januari lalu, Walhi mengajukan gugatan seputar rusaknya kondisi lingkungan Porong, Sidoarjo Jawa Timur akibat semburan lumpur panas di lokasi pengeboran Lapindo Brantas. Dalam gugatan beregister 284/Pdt.G/2007/PN Jaksel itu, Walhi menyeret 12 pihak sebagai tergugat. Enam tergugat pertama adalah pihak swasta PT Lapindo Brantas Inc (Lapindo), PT Energi Mega Persada Tbk, Kalila Energy Ltd, Pan Asia Entreprise, PT Medco Energy Tbk dan Santos Asia Pacific Pty Ltd.

 

Sementara 6 tergugat berikutnya adalah pihak pemerintah, berturut-turut Presiden Republik Indonesia, Menteri Energi Sumber Daya Manusia, BP Migas, Meneg Lingkungan Hidup, Gubernur Provinsi Jawa Timur dan Bupati Kabupaten Sidoarjo. Majelis hakim yang dipimpin Soedarmadji menunda persidangan hingga pekan mendatang  dengan agenda pengajuan replik dari pihak penggugat.

Demikian terungkap dalam sidang lanjutan perkara gugatan Walhi melawan Lapindo Brantas dkk di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (29/5). Meski pada sidang terdahulu sempat tertunda, para tergugat akhirnya memberikan jawaban atas gugatan Walhi.

 

Otto Bismarck, kuasa hukum Lapindo, dalam eksepsinya  mempertanyakan legal standing atau kedudukan hukum Walhi sebagai penggugat. Menurut Otto, Walhi sama sekali tidak memiliki legal standing dalam perkara ini. Alasannya, mengacu pada Pasal 38 Ayat (1) UU 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU Lingkungan Hidup), Walhi selaku penggugat seharusnya melakukan pola kemitraan terlebih dahulu dengan masyarakat  untuk mengelola lingkungan.

 

Sedangkan dalam perkara ini, Otto menuding Walhi belum pernah bermitra dengan masyarakat Porong, yang menjadi lokasi semburan lumpur dalam melakukan pengelolaan dan pelestarian lingkungan hidup di sana. Walhi, lanjut Otto, justru baru sibuk mengklaim melakukan kegiatan pengelolaan lingkungan ketika telah terjadi semburan lumpur panas di Porong.

 

Akibatnya, sebagaimana fakta yang diberitakan di  media massa, dan juga hasil pengamatan kami secara langsung di lapangan, Walhi pun ditolak keberadaannya oleh warga di Porong, tambah Akhmad Muthosim, kuasa hukum Lapindo Brantas yang lain.

 

Tidak hanya itu. Akhmad Muthosim juga mempertanyakan status badan hukum Walhi, yang menurutnya  belum mendapatkan pengesahan dari Menteri Kehakiman dan HAM. Berdasarkan barang bukti yang terdahulu disampaikan, kami mempersoalkan status badan hukum Walhi yang ternyata belum mendapatkan pengesahan dari Menteri Kehakiman dan HAM (sekarang Menteri Hukum dan HAM, red) dan belum diumumkan dalam tambahan berita negara, tegas Muthosim.

Tags: