Bisnis TNI Salah Satu Faktor Pemicu Kasus Pasuruan
Berita

Bisnis TNI Salah Satu Faktor Pemicu Kasus Pasuruan

Aktivis menilai Dalil TNI AL yang menyatakan lahannya untuk pusat latihan tempur hanya kamuflase.

Oleh:
CRA/Rzk
Bacaan 2 Menit
Bisnis TNI Salah Satu Faktor Pemicu Kasus Pasuruan
Hukumonline

 

Kita melihat kasus Pasuruan merupakan iceberg (puncak gunung es, red) dimana sebenarnya ada aset-aset  TNI yang berpotensi menimbulkan konflik. Jadi aset TNI yang dikelola oleh kepentingan bisnis berpotensi menimbulkan konflik kekerasan, jelasnya.

 

Hal senada juga diungkapkan oleh Achmad Yakub. Aktivis Federasi Serikat Petani Indonesia ini mengatakan,Indikasi adanya unsur bisnis militer dalam kasus ini cukup jelas. Karena TNI AL menyewakan lahan sengketa tersebut ke PT Rajawali Nusantara Indonesia  dengan harga sewa 160 juta/tahun.

 

Dalil TNI bahwa lahan tersebut untuk pusat latihan tempur hanya kamuflase, ujar Achmad Yakub. Sri Yunanto juga mempertanyakan dalil TNI AL tersebut. Apakah benar lahan tersebut untuk kepentingan negara atau militer? saya melihat ada kepentingan bisnis disitu, ujarnya.

 

Sementara itu, Priyo Budi Santoso dari Komisi II DPR berjanji untuk meneliti informasi yang menyebutkan lahan yang menjadi sengketa itu disewakan kepada BUMN PT Rajawali Nusantara Indonesia. Ini tidak lazim kalau tanah itu memang benar dimiliki oleh TNI tetapi disewakan ke BUMN, sedangkan masyarakat di sana membutuhkan lahan tersebut, jelas politisi Partai Golkar ini.

 

Komentar yang tak kalah pedasnya datang dari Nursyahbani Katjasungkana. Anggota Komisi III ini menyatakan bahwa berangkat dari kasus ini, semakin menegaskan bahwa TNI jangan berbisnis lagi. Mereka harus kembali ke barak sebagaimana amanat reformasi, ujar anggota Fraksi PKB ini.

 

Pangarmatim Laksda TNI Moekhlas Sidik mengakui penyewaan lahan sengketa oleh TNI AL. Seperti dilansir Republika Online (1/6), Moekhlas menjelaskan kontrak kerja budidaya tebu antara TNI AL dengan PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) berdasarkan kontrak yang akan berakhir 2018 mendatang. Namun TNI AL, kata Pangarmatim, akan mengakhiri kontrak kerja budidaya tebu tersebut tahun 2007 ini.

 

Sebagaimana diberitakan sebelumnya penyewaan lahan seluas 2.600 hektar milik TNI AL dilakukan RNI melalui anak perusahaannya PT Kebon Grati Agung sejak 1981. Pembagian pendapatan antara PT KGA dan Induk Koperasi TNI AL (Inkopal) adalah 80% untuk RNI dan 20% untuk Inkopal.

 

Sisa waktu 2 tahun

Larangan TNI untuk berbisnis memang sudah tegas diatur dalam Pasal 39 UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Juga diberikan jangka waktu penyelesaian pengambilalihan bisnis TNI tersebut.

 

Pasal 76

(1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak berlakunya undang-undang ini, Pemrintah harus mengambil alih seluruh aktivitas bisnis yang dimiliki dan dikelola oleh TNI baik secara langsung maupun tidak langsung.

(2) Tata cara dan ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ayat (1) diatur dengan keputusan Presiden.

 

Berdasarkan ketentuan ini, berarti Pemerintahan SBY hanya memiliki waktu dua tahun untuk menyelesaikan pengambilalihan bisnis TNI ini. Namun akademisi dari UI Bambang Widodo Umar menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk mengambilalih bisnis TNI ini akan memakan waktu yang lama. Saya tidak yakin akan selesai dalam waktu 2 tahun. Menurut saya, 15 atau 20 tahun baru bisa diputus bahwa bisnis militer itu tidak ada, jelas Dosen Program Pascasarjana Kajian Ilmu Kepolisian ini.

 

Ia menyatakan berdasarkan pengalaman masa lalu, bisnis TNI jelas ada kaitannya dengan politik. Kalau kita menginginkan militer yang profesional tentunya harus menjauhkannya dari politik. Artinya, memutus agar bisnis TNI tidak ada di Indonesia, ujarnya. Namun melihat kenyataannya memang tidak mungkin untuk diputus begitu saja. Makanya perlu jangka waktu, tambahnya lagi.

 

Direktur Eksekutif IDSPS Sri Yunanto tidak menyalahkan SBY sepenuhnya walau mengkritik ketidaktegasannya untuk membuat Keppres pengambilalihan bisnis TNI ini,. DPR kan punya fungsi pengawasan. Seharusnya dia menanyakan kepada SBY, kapan mau membuat Keppres tersebut? Kalau seperti ini, berarti fungsi pengawasan dari DPR tidak ada.

Aksi penembakan satuan pasukan marinir Angkatan Laut terhadap warga Alas Telogo, Desa Legok, Grati, Pasuruan pada 30 Mei 2007 mengundang komentar yang beragam dari berbagai kalangan. Institute for Defense, Security and Peace Studies (IDSPS) melalui keterangan persnya, menyatakan insiden yang menewaskan 4 orang dan beberapa lainnya luka-luka ini berhubungan erat dengan bisnis TNI.

 

Direktur Eksekutif IDSPS Sri Yunanto menyatakan peristiwa itu terkait dengan kepentingan bisnis yang dijalankan oleh salah satu perusahaan tebu yang memanfaatkan lahan TNI AL. Dalam hal ini terjadi penyalahgunaan aset negara untuk kepentingan bisnis dan aparat negara untuk melakukan pengamanan bisnis, jelasnya. 

 

Melihat kasus ini, kita (IDSPS,-red) lebih concern pada rancangan PP atau Perpres tentang penanganan bisnis TNI yang belum selesai sampai saat ini. Karena bisnis TNI adalah salah satu faktor pemicunya, jelasnya lagi. Sehingga konflik yang berkembang sudah bukan mengenai tanah. Tetapi meluas ke dampak ekonomi dan intimidasi yang dialami warga setempat, tambahnya.

 

Oleh sebab itu, dalam pernyataan sikapnya, Sri Yunanto mendesak Presiden SBY untuk mempercepat Keppres Timnas Pengambilalihan Bisnis TNI. Disamping itu, Sri Yunanto juga mengharapkan pemerintah melalui Departemen Pertahanan untuk mengidentifikasi aset-aset TNI yang notabene merupakan aset negara yang dikelola untuk kepentingan non-militer seperti bisnis.

Halaman Selanjutnya:
Tags: