Mutasi Adalah Hak Mutlak Perusahaan, PHK Wartawan 'Kompas' Sah
Putusan PHI

Mutasi Adalah Hak Mutlak Perusahaan, PHK Wartawan 'Kompas' Sah

Karyawan sudah pernah menandatangani pernyataan bersedia ditempatkan dimana saja. Menolak mutasi berarti sama saja melanggar syarat perjanjian kerja.

Oleh:
KML
Bacaan 2 Menit
Mutasi Adalah Hak Mutlak Perusahaan, PHK Wartawan 'Kompas' Sah
Hukumonline

 

Dalam pertimbangannya, hakim berpendapat inti persoalan adalah Kompas melakukan kebijakan mutasi. Pertanyaan kuncinya apakah Bambang menolak atau melakukan tawar menawar. Hakim menyatakan mutasi tidak diatur dalam perjanjian kerja. Peraturan perusahaan saat itu juga telah kadaluarsa. Di media itu juga tidak ada perjanjian kerja bersama, meski ada serikat pekerja.

 

Berdasarkan pada surat pernyataan calon koresponden daerah yang pernah ditandatangani Bambang pada 29 Agustus 1990, majelis kemudian menganggap mutasi merupakan hak mutlak dari Kompas. Surat pernyataan itu dianggap Hakim sebagai bagian dari syarat perjanjian kerja kepada Bambang. Dalam surat pernyataan itu Bambang menyatakan bersedia ditempatkan dimana saja.

 

Dalam hal ini penggugat telah menggunakan hak tanpa syarat untuk melakukan mutasi. Penolakan mutasi dianggap sebagai penolakan untuk terus bekerja ujar salah seorang anggota majelis. Karena Bambang dinilai melakukan pelanggaran atas perjanjian kerja, ia pun mendapatkan satu kali pesangon, penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak dengan total Rp167.408.150,-. Upah bulanan selama proses terus dibayar Kompas.

 

Motif mutasi Kompas yang dicurigai Bambang karena aktivitasnya di PKK, tidak dipertimbangkan oleh majelis. Aktivitasnya di serikat pekerja sempat disinggung oleh hakim dan dianggap sebagai hak dari Bambang yang dilindungi oleh Undang-Undang Serikat Pekerja. Hakim juga terdengar agak menyalahkan Bambang soal ketiadaan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) di Kompas yang seharusnya dapat dirundingkan.

 

Surat Pernyataan

Kuasa hukum Bambang, Sholeh Ali keberatan atas putusan hakim. Menurut dia surat penyataan tahun 1990 itu tidak mengikat seperti PKB PP atau perjanjian kerja. Menurutnya hal ketenagakerjaan hanya diatur dalam PKB, PP, atau perjanjian kerja, hakim juga menyatakan mutasi tidak ada aturannya di Kompas. Kalau ia dianggap melanggar, harusnya diatur dalam ketiganya, selain itu tidak ada ujarnya.

 

Kuasa hukum Kompas, Denny Wijaya, mengaku tidak terkejut atas putusan, karena mutasi dan PHK sesuai dengan prosedur. Soal surat pernyataan Bambang, Denny sependapat dengan hakim yang menyatakan surat pernyataan sebagai syarat perjanjian kerja Hakim menyatakan ketika melanggar surat pernyatan dia melanggar Perjanjian Kerja ujarnya.

 

Bambang, menyayangkan alasan pokok mutasi tidak dipertimbangkan. Padahal alasan pokok mutasi tidak disinggung. Mutasi dilakukan karena dendam pribadi beberapa orang manajemen Kompas dalam soal kesepakatan dengan karyawan ujarnya. Meski kurang percaya dengan proses hukum, Bambang menyatakan akan kasasi terhadap putusan ini.

 

Dengan tidak dipertimbangkannya aktivitas Bambang di SP sebagai penyebab mutasi, Denny berkesimpulan hal tersebut tidak terbukti. Sementara itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers menganggap putusan PHI dalam perkara Bambang Wisudo ini tidak memberikan perlindungan bagi Serikat Pekerja.

 

Raut kekecewaan tampak diwajah Bambang Wisudo, wartawan Kompas divisi Humaniora itu di-PHK sejak Kamis (30/08). Majelis hakim Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta mengabulkan gugatan PHK yang dimohonkan Kompas dengan dalil Bambang menolak mutasi.

 

Bambang mengajukan protes terhadap mutasi karena mutasi dinilainya terkait erat dengan aktivitasnya sebagai Sekretaris Perkumpulan Karyawan Kompas (PKK). Mutasi dilakukan oleh Kompas saat dirinya sedang dalam proses negosiasi dengan manajemen agar para karyawan mendapatkan hak 20% saham Kompas. Selain berkeberatan karena menganggap ini adalah perselisihan hak yang harus diputus sebelum perselisihan tentang PHK, dipersidangan Bambang juga berusaha membuktikan bahwa mutasi dilakukan karena memperjuangkan hak karyawan atas saham. Dalam jawaban dan gugtan rekompensinya terhadap Kompas ia meminta tetap dipekerjakan.

 

Syahdan, pada 15 November 2006 Kompas telah melakukan mutasi terhadap lima puluh satu pekerja, termasuk Bambang Wisudo yang dikirm ke Ambon. Lima puluh pekerja menerima mutasi kecuali dirinya yang mengajukan protes.

 

Bambang yang protes atas mutasi kemudian sempat melakukan protes dan menyebarkan selebaran. Lantaran Kompas menganggap pekerja menolak mutasi, Bambang kemudian diskors dan menerima surat PHK. Setelah itu Kompas mengajukan gugatan PHK ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta. Majelis hakim yang diketuai Heru Pramono mengabulkan gugatan PHK tersebut karena Bambang dianggap melanggar perjanjian kerja.

Tags: