Perdebatan Status Perppu Ketika Dibawa ke DPR
Utama

Perdebatan Status Perppu Ketika Dibawa ke DPR

Dua profesor hukum, Ismail Suni dan Harus Al Rasyid, menandaskan anggota DPR jangan menganggap Perppu sebagai kesewenangan pemerintah. Jika masuk tahap pembahasan di parlemen, statusnya menjadi RUU. Ironisnya, DPR tak pernah merombak materi 161 Perppu yang telah disetujui.

Oleh:
Ycb
Bacaan 2 Menit
Perdebatan Status Perppu Ketika Dibawa ke DPR
Hukumonline

 

Dengan demikian, Ismail menilai, kalangan parlemen tak perppu kebakaran jenggot merasa dilangkahi kewenangan legislasinya. Masih tetap ada kompromi di antara kedua lembaga eksekutif dan legislatif. Bahaslah perppu ini dengan baik. Mana yang bisa ditambah, dikurangi, atau diubah, silakan dibahas.

 

Pendapat keduanya menjadi angin segar bagi oposan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP). Banteng moncong putih ini menilai, justru pemerintah hendak menabrak UU lainnya, yakni UU No. 32/2004 tentang Pemda. Pasal 9 UU Pemda masih mengatur, penetapan FTZ harus dengan sebuah UU. UU ini melangkahi UU Pemda, ujar Hasto Kristianto.

 

Kolega Hasto, Irmadi Lubis, mengingatkan, kalau berstatus RUU, setiap fraksi berhak menyerahkan usulan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). Makanya, kami akan mengirim DIM yang berbeda dari rancangan pemerintah.

 

Fraksi Partai Demokrat justru menanggapi tenang. Tak semua fraksi harus menyusun DIM. Kalau fraksi saya setuju dengan rancangan pemerintah, tidak perlu merangkai DIM, ujar Wakil Ketua Komisi VI Agus Hermanto.

 

Agus mengingatkan, masa sidang ini berakhir hingga 10 Oktober. Sedangkan perppu tersebut lahir pada masa sidang sebelumnya, Juli lalu. Sesuai dengan ketentuan UUD 1945, perppu harus dibahas secepatnya pada masa sidang berikutnya. Makanya umur perppu ini hanya hingga 10 Oktober mendatang. DPR harus segera memutuskan, menyetujui atau menolak.

 

Erman justru kurang sepaham dengan Ismail dan Harun. Menurut Erman, dalam prakteknya, toh DPR senantiasa menyetujui setiap perppu yang masuk. Belum pernah ada perombakan materi perppu layaknya RUU oleh DPR. Sudah ada preseden kalau setiap perppu yang masuk disetujui seutuhnya oleh parlemen, ungkapnya.

 

Sudah ada preseden

Erman menjelaskan, selama delapan tahun menjabat Wakil Sekretaris Kabinet, pemerintah sudah menelurkan sembilan perppu. Dua di antaranya, sebelum disetujui oleh DPR, juga sudah melahirkan peraturan pelaksananya.

 

Pertama, Perppu No. 1/2004 tentang Kehutanan yang terbit pada 11 Maret 2004. Lantas meluncurlah sebuah keputusan presiden (keppres) pada 12 Mei 2004. Barulah perppu tersebut diundangkan pada 13 Agustus 2004 (UU 19/2004). Saat itu, Presiden Megawati ingin mengatur pertambangan di hutan lindung. Kalau tidak segera diatur, pemerintah bisa digugat sejumlah investor tambang dari asing, ujar Erman.

 

Kedua, Perppu 2/2005 tentang Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh dan Nias tertanggal 16 April 2005. Lalu, sebuah peraturan presiden (perpres) lahir pada 29 April 2005. Kemudian, keluarlah UU 10/2005 pada 25 Oktober 2005.

 

Harun pun tidak mempermasalahkan ketiga PP tersebut keluar duluan. Tak masalah karena kedudukan Perppu sejajar dengan UU. Kalau perppu tidak disetujui oleh DPR berarti dengan sendirinya sejumlah PP yang sudah terbit tidak berlaku, ujarnya.

 

Sikap terbelah

Nampaknya perppu kali ini bakal menghadapi hadangan serius dari sejumlah fraksi di parlemen. Sebagian fraksi menilai syarat pembentukan perppu ini sudah terpenuhi, tapi ada sebagian yang menanggap belum terpenuhi keadaan genting, ungkap Wakil Ketua Komisi VI Muhidin dari Fraksi Partai Golkar yang kala itu memimpin rapat, menjelaskan duduk masalah.

 

UUD 1945

Pasal 22

 

(1) Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.

(2) Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut.

(3) Jika tidak mendpaat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.

Tata Tertib DPR

Pasal 140

 

(1) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan yang berikut.

(2) Terhadap pembahasan dan penyelesaian Peraturan Pemerintah Pengganti Undnag-Undang berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 136, 137, dan 138 dengan memperhatikan ketentuan yang khusus berlaku bagi Rancangan Undang-Undang yang berasal dari Presiden.

UU 32/2004 tentang Pemda

Pasal 9

 

(1) Untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat khusus bagi kepentingan nasional, Pemerintah dapat menetapkan kawasan khusus dalam wilayah provinsi dan/atau kabupaten/kota;

(2) Fungsi pemerintahan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Perdagangan bebas dan/atau pelabuhan bebas ditetapkan dengan undang-undang;

(3) Fungsi pemerintahan tertentu selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah;

 

FPDIP, Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN), serta Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) menyalak paling keras. Ketiganya menilai syarat keadaan genting belum terpenuhi.

 

Kepastian berinvestasi memang genting. Tapi kalau isinya hanya mengubah pengaturan dari UU menjadi PP, apanya yang urgent? Justru, kami ingin perppu tersebut mengatur Batam, Bintan, serta Karimun menjadi FTZ. Bukannya perppu yang mengubah pengaturan FTZ oleh PP, teriak Irmadi Lubis dan Hasto Kristianto dari PDIP.

 

Nasril Bahar dari PAN menjabarkan, kondisi 36 tahun terakhir ini relatif stabil. Hingga kini sudah ada 161 perppu yang diundangkan. Pada 1945-1970, ada 142 perppu yang menjadi UU. Lantas pada 1971-2007, hanya 19 perppu. Di mana letak kegentingannya?

 

Choirul Sholeh dari FKB juga senada. Kita sudah punya seperangkat UU yang bersinggungan dengan investasi. Ada UU PM, UU Cukai, dan UU Kepabeanan. Di mana letak kegentingannya? tuturnya.

 

Menyoal kegentingan

Ismail yang juga mantan anggota DPR mengungkapkan, keadaan genting tak hanya ketika perang. Bisa lantaran gempa atau banjir. Sekarang ini, kegentingan yang memaksa bisa diartikan keadaan yang urgent, ungkapnya.

 

Menurut Ismail, Indonesia bertujuan hendak merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Hanya, dua tujuan terakhir belum tercapai. UU PM, dalam konsiderannya, bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Ini ada urgensinya, sambungnya.

 

Menurut Harun, pemerintah tak boleh sewenang-wenang dalam membuat perppu. Presiden dalam membuat perppu tersebut memang ada hal yang darurat. Namun untuk menilai keadaan darurat ekonomi, saya perlu komentar dari profesor hukum ekonomi, ujar ahli tata negara ini.

 

Harun justru mempersoalkan Pasal 22 UUD 1945 yang mengatur mekanisme pembuatan perppu. Pasal 22 ayat (2) menyatakan perppu harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan berikutnya. Maksudnya kapan? Masa sidang berikutnya atau tahun berikutnya?

 

Erman menambahkan, keadaan urgent ini bukan berarti harus telah terjadi. Melainkan, bisa juga untuk mencegah bahaya. Di sini, kepentingan yang memaksa (Pasal 22 ayat [1] UUD 1945) sudah berubah menjadi kepentingan yang mendesak. Ini supaya pemerintah segera mengambil langkah dengan cepat dan tepat. Harus ada legal certainty di bidang investasi, supaya para investor tidak kabur dari Batam. Kalau tidak, kita akan kalah dari Johor, Malaysia.

 

Sebelumnya (4/9), Menteri Perindustrian Fahmi Idris menyatakan, beleid perppu ini lahir untuk mempercepat kepastian hukum bagi para investor. Kalau lewat sebuah UU, bakal lama. Bisa setahun lebih. Bayangkan kalau harus enam UU, bisa enam tahun baru kelar, tukasnya.

 

Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU PM) memang menyedot polemik. Seperangkat peraturan implementasinya begitu banyak mengundang perhatian. Misalnya saja, Perpres soal Daftar Negatif Investasi. Nah, kali ini, giliran Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang menyita atensi. Inilah Perppu yang lahir pertama kali pada tahun ini. Perppu ini merupakan implementasi Pasal 31 UU PM, yang mewajibkan pengaturan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) lewat payung UU.

 

Sebenarnya Perppu ini merevisi UU sebelumnya, UU No. 36/2000. Jika ketentuan lawas menetapkan kawasan perdagangan bebas (free trade zone, FTZ) dan pelabuhan bebas via UU, kini, dalam perppu tersebut, penetapannya cukup lewat Peraturan Pemerintah (PP).

 

Belum juga masuk ke parlemen, Perppu ini sudah melahirkan peraturan pelaksana. Yakni, tiga PP yang menetapkan kawasan Batam (PP No. 46/2007), Bintan (PP No. 47/2007), serta Karimun (PP No. 48/2007) menjadi FTZ dan pelabuhan bebas. Ketiganya terbit pada Agustus silam.

 

Barulah kemarin malam (5/9), Perppu ini dibahas untuk pertama kalinya oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kala itu, Komisi VI DPR (Bidang Perindustrian dan Perdagangan) meminta pertimbangan dari tiga profesor hukum. Yaitu, Ismail Suni, Harun Al Rasyid, serta Erman Rajagukguk.

 

Bukan lembaga stempel

Meski Perppu dibikin oleh Presiden, bukan berarti DPR hanya menjadi cap stempel yang hanya menyetujuinya. Hal itu disampaikan oleh Ismail maupun Harun. Menurut Harun, status perppu yang disorongkan ke meja DPR tak ubahnya sebuah RUU. Perppu yang diajukan ke DPR berarti menjadi RUU, tukasnya.

Tags: