Vonis Garang Hakim Juanda
Kasus Temasek:

Vonis Garang Hakim Juanda

KPPU akhirnya menyatakan Temasek dan Telkomsel melanggar UU Anti Monopoli. Selain denda Rp 25 miliar, KPPU juga mengharuskan Temasek melepas sahamnya di Telkomsel atau Indosat. Sementara Telkomsel harus menurunkan tarif paling sedikit 15% dari tarif sekarang.

Oleh:
Sut/Lut
Bacaan 2 Menit
Vonis Garang Hakim Juanda
Hukumonline

 

Sementara Pasal 17 ayat (1) menjelaskan bahwa pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

 

Akibat pelanggaran itu, Temasek beserta kelompok usahanya dijatuhi sanksi oleh KPPU. Mejelis KPPU memerintahkan Temasek beserta kelompok usahanya harus melepas seluruh kepemilikan sahamnya di salah satu perusahaan yakni Telkomsel atau PT Indosat Tbk paling lama dua tahun sejak putusan itu memiliki kekuatan hukum tetap.

 

Selain itu Temasek dan kelompok usahanya juga wajib untuk memutuskan perusahaan yang akan dilepas kepemilikan sahamnya, serta melepaskan hak suara dan hak untuk mengangkat direksi dan komisaris pada salah satu perusahaan yang akan dilepas yakni Telkomsel atau Indosat, sampai dengan dilepasnya saham secara keseluruhan. Pelepasan kepemilikan saham tersebut harus dengan dua syarat. Pertama untuk masing-masing pembeli dibatasi maksimal 5% dari total saham yang dilepas. Kedua, pembeli tak boleh terasosiasi dengan Temasek maupun pembeli lain dalam bentuk apa pun.

 

Tak puas dengan sanksi itu, majelis yang terdiri dari lima anggota KPPU tersebut juga memberi sanksi denda kepada Temasek beserta kelompok usahanya. Tak tanggung-tanggung kesembilan perusahaan asal Singapura itu dikenai denda masing-masing Rp 25 miliar yang harus disetor ke kas negara. 

 

Mengenai kepemilikan silang KPPU punya cerita sendiri. Syahdan, pada akhir 2002 divestasi Indosat yang dimenangkan oleh STT, anak perusahaan yang sahamnya 100% dikuasai oleh Temasek, menyebabkan industri telekomunikasi seluler di Indonesia mengalami struktur kepemilikan silang. Hal ini disebabkan karena sebelum divestasi tersebut, saham Telkomsel yang merupakan operator seluler terbesar di Indonesia telah dimiliki oleh Temasek melalui anak perusahaannya yaitu Singtel dan SingTel Mobile. Akibatnya, kelompok usaha Temasek telah menguasai pasar seluler Indonesia dengan menguasai Telkomsel dan Indosat secara tidak langsung.

 

Tabel pangsa pasar Telkomsel dan Indosat yang terus mengalami peningkatan

 

Tahun

Pangsa Pasar Telkomsel dan Indosat secara bersama-sama (dalam %)

Gabungan pendapatan usaha (dalam miliar)

Pendapatan usaha XL (dalam miliar)

Pangsa pasar XL (dalam %)

Priode Cross-Ownership: 2003-2006

2001

76,34

6,688

2,073.03

23.66

2002

83,58

10,845

2,130.41

16.42

2003

88,09

16,264

2,198.06

11.91

2004

89,74

22,107

2,528.48

10.26

2005

90,97

29,778

2,956.38

9.03

2006

89,64

38,373

4,437.17

10.36

 

Rata-rata

89.61

 

 

 

Sumber: KPPU

 

Adanya kemampuan pengendalian yang dilakukan oleh kelompok usaha Temasek terhadap Telkomsel dan Indosat menyebabkan melambatnya perkembangan Indosat sehingga tidak efektif dalam bersaing dengan Telkomsel. Akibatnya, pasar industri seluler di Indonesia menjadi tidak kompetitif.

 

Perlambatan perkembangan Indosat ditandai dengan pertumbuhan BTS yang secara relatif menurun dibanding dengan Telkomsel dan XL sebagai dua operator besar lainnya di Indonesia.

 

Konsumen rugi lebih dari Rp 30 triliun

Nasib sial juga menimpa Telkomsel. Meski tak terbukti melanggar Pasal 25 ayat (1) huruf b UU Anti Monopoli (tentang penyalahgunaan posisi dominan), namun penguasa pasar selular di Indonesia ini harus membayar denda sejumlah Rp 25 miliar. Telkomsel juga harus rela kehilangan pendapatan lebih yang selama ini mereka nikmati. Soalnya, majelis KPPU memerintahkan Telkomsel untuk menurunkan tarif layanan selular sekurang-kurangnya 15% dari tarif yang berlaku saat ini.

 

Terkait dengan pelanggaran Pasal 17 ayat (1) UU Anti Monopoli, majelis KPPU menilai struktur kepemilikan silang kelompok usaha Temasek, menyebabkan adanya price-leadership dalam industri telekomunikasi di Indonesia. Telkomsel sebagai pemimpin pasar kemudian telah menetapkan harga jasa telekomunikasi seluler secara eksesif. Konsekuensinya operator menikmati eksesif profit dan konsumen mengalami kerugian (consumer loss).

 

Perhitungan yang dilakukan Majelis KPPU menunjukkan kerugian yang dialami oleh konsumen layanan telekomunikasi seluler di Indonesia sejak tahun 2003 sampai dengan 2006 berkisar dari Rp 14,76498 triliun sampai dengan Rp 30,80872 triliun. Hanya saja, majelis dalam perkara ini tidak berada pada posisi yang berwenang menjatuhkan sanksi ganti rugi untuk konsumen.

 

Ajukan keberatan ke pengadilan

Putusan ini langsung ditanggapi berbeda oleh berbagai pihak yang pro dan kontra. Tentu saja pihak-pihak yang tidak setuju terhadap putusan perkara No. 7/KPPU-L/2007 adalah para terlapor. Salah satunya Kuasa hukum Temasek Todung Mulya Lubis. Menurutnya banyak kekeliruan dalam putusan itu. Misalnya mengenai kelompok usaha Temasek yang katanya sebenarnya tidak ada wujudnya. Lalu mengenai adanya wakil atau manajemen Temasek di Indosat maupun Telkomsel yang bisa memberi pengaruh dan akses informasi seperti yang dinyatakan oleh majelis. Kata Todung, itu adalah definisi yang sangat dipaksakan dan sederhana.

 

Putusan ini, menurutnya, bisa menjadikan Indonesia sebagai tempat yang tidak nyaman untuk melakukan bisnis. Karena sekarang siapa yang mau menanamkan modalnya, karena dengan kepemilikan saham 25% bisa saja dia dijerat UU Anti Monopoli, tutur Todung usai sidang.

 

Apalagi, lanjutnya, pembelian Indosat oleh Temasek sudah melalui tender dan prosedur yang benar. Bahkan, katanya, pembelian itu sudah disetujui oleh DPR dan Menneg BUMN. Temasek mempunyai hak untuk mempertahankan kepemilikannya dan Temasek akan memperjuangkan haknya. Apakagi ini bukan keputusan final, tegasnya. Untuk itu, dalam waktu 14 pihaknya segera mengajukan keberatan di Pengadilan Negeri Jakarta.

 

Senada dengan Todung, pengacara STT Ignatius Andy juga berencana memperkarakan kasus ini lebih lanjut ke pengadilan.

 

Berbeda dengan Todung, anggota DPD Marwan Batubara justru menyambut gembira putusan tersebut. Putusan ini untuk rakyat, ujarnya sambil terseyum.

 

Terlepas dari itu semua, yang jelas vonis garang KPPU ini menjadi pukulan telak bagi Temasek dan kelompok usahanya. Disamping itu, putusan itu juga akan menjadi perhatian international. Apalagi, Todung juga berniat memperkarakan kasus itu ke arbitrase international. Apapun akan kita lakukan, tandasnya.

Suasana di ruang auditorium Gedung Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU tidak seperti biasanya. Puluhan orang, mulai dari pelaku usaha, advokat hingga wartawan media lokal maupun asing, memadati ruangan itu. Benar, pada hari itu, Senin (19/11), merupakan momen penting bagi industri telekomunikasi di Indonesia. Pasalnya, hari itu merupakan akhir dari drama kepemilikan silang yang dilakukan oleh kelompok usaha Temasek dan praktek monopoli oleh PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel).

 

Seperti telah diprediksi sebelumnya, majelis KPPU yang terdiri dari Syamsul Maarif (ketua majelis), Tresna P. Soemardi, Didik Akhmadi, Erwin Syahril dan Sukarmi (masing-masing sebagai anggota majelis) memutuskan Temasek Holdings, Pte. Ltd. dan delapan perusahaan lainnya terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 27 huruf a Undang-Undang No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Anti Monopoli). Kedelapannya adalah Singapore Technologies Telemedia Pte. Ltd. (STT), STT Communications Ltd, Asia Mobile Holding Company Pte. Ltd (AMHC), Asia Mobile Holdings Pte. Ltd. (AMH), Indonesia Communication Limited (ICL), Indonesia Communication Pte. Ltd. (IC), Singapore Telecommunications Ltd. (Singtel), Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd (Singtel Mobile).

 

Sementara bagi Telkomsel, majelis menyatakan perusahaan penyelenggara jasa telekomunikasi selular itu terbukti melanggar Pasal 17 ayat (1) UU Anti Monopoli. Dan prediksi itu menjadi kenyataan.

 

Seperti diketahui, Pasal 27 huruf a merupakan larangan tentang kepemilikan silang suatu perusahaan. Ketentuan melarang pelaku usaha memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar yang bersangkutan yang sama, atau mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan yang sama. Syaratnya, apabila kepemilikan tersebut mengakibatkan satu pelaku usaha, atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

Halaman Selanjutnya:
Tags: