Pilih Antasari sebagai Ketua KPK, DPR Dihujani Kritik
Utama

Pilih Antasari sebagai Ketua KPK, DPR Dihujani Kritik

Antasari Azhar yang terlilit banyak kasus akhirnya terpilih menjadi Ketua KPK. Amien Sunaryadi yang digadang-gadang lolos malah tersingkir. Kecewa dengan hasil ini beberapa pegiat anti korupsi melihat usaha pembusukan KPK dari dalam.

Oleh:
Her
Bacaan 2 Menit
Pilih Antasari sebagai Ketua KPK, DPR Dihujani Kritik
Hukumonline

 

Yang mengejutkan, Amien yang digadang-gadang bisa menjadi pimpinan KPK lagi ternyata malah menempati urutan ketiga dari bawah. Mantan Wakil Ketua KPK bidang Kelembagaan ini hanya bisa mengungguli Iskandar dan Surachmin. Suara yang dikumpulkan Amien bahkan lebih sedikit daripada suara yang dikumpulkan dua anak buahnya di KPK, yaitu Yasin dan Waluyo. Yasin, Direktur Penelitian dan Pengembangan KPK, unggul 12 suara atas Amien. Sedangkan Waluyo, Deputi Bidang Pencegahan KPK, unggul tiga angka.

 

Kejutan lainnya adalah terpilihnya Chandra bila ditilik dari lata belakangnya sebagai advokat. Pada periode sebelumnya, tak satupun pimpinan KPK berlatar belakang advokat. Dengan demikian, komposisi pimpinan KPK sekarang terdiri dari jaksa  yang diwakili Antasari, polisi (Bibit), advokat (Chandra), KPK (Yasin) dan BPKP (Haryono).

 

Hujan kritik

Hasil akhir pemilihan pimpinan KPK ini dikrtik habis-habisan oleh Denny Indrayana. Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada ini menilai, pimpinan KPK yang terpilih merupakan orang-orang yang anti pemberantasan korupsi. �Ini namanya pembusukan dari dalam. Skenarionya adalah pembubaran KPK,� tandasnya.

 

Denny sangat menyesalkan terpilihnya Antasari sebagai Ketua KPK. Sewaktu menjalani fit and proper test, Antasari terang-terangan akan pasang badan terhadap pengusutan kasus aliaran dana Bank Indonesia ke DPR. Hal itu, kata Denny, menunjukkan Antasari akan mengamankan perilaku korup para wakil rakyat dan aparat peradilan.

 

Denny menambahkan, lima pimpinan KPK sekarang lebih buruk dari pimpinan sebelumnya. Semua itu tak terlepas dari sikap Komisi III DPR yang ingin cari aman. DPR, tandas Denny, khawatir KPK akan membongkar kasus-kasus korupsi yang melibatkan mereka.

 

Senada dengan Denny, Adnan Topan Husodo dari Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) juga sangat kecewa terhadap pilihan Komisi III. Dari awal KPP sudah memberi nilai merah buat Antasari dan Bibit. Toh, suara KPP tak didengar para wakil rakyat.

 

Adnan menilai, pengaturan skor sebelum pemilihan berlangsung bukan hanya dugaan. Faktanya memang menunjukkan demikian. �Sudah bisa ditebak dari awal,� tuturnya.

 

Desas-desus adanya pengaturan skor bisa dilihat saat pemilihan berlangsung. Antasari, Bibit, Chandra, Haryono, dan Yasin merupakan satu paket favorit Komisi III. Paket lainnya yang cukup diminati adalah Antasari, Chandra, Haryono, Marwan dan Yasin. Terlepas terbukti tidaknya desas-desus itu, adanya paket-paket favorit ini menjadi perbincangan tersendiri bagi masyarakat yang mengikuti jalannya pemilihan pimpinan KPK.

 

Kurang greget

Selaku pimpinan Komisi III, Trimedya mengaku bisa memaklumi kritik pedas itu. Ia menyadari, hasil akhir ini belum memenuhi harapan masyarakat. �Tapi ini adalah hasil maksimal dengan metode yang telah dirubah,� ujarnya. Perubahan itu di antaranya dengan mengadakan pemilihan putaran kedua.

 

Trimedya mengakui sempat ada perdebatan sengit di antara anggota Komisi III mengenai tata tertib pemilihan. �Di Undang-undang mekanisme itu tidak dijelaskan,� ungkapnya. Ia juga membantah Komisi III telah menyusun skenario untuk menjadikan Antasari sebagai Ketua KPK. �kalau mau men-setting orang, dengan satu putaran lebih gampang,� kilahnya.

 

Lebih jauh, Trimedya membandingkan pemilihan pimpinan KPK sekarang dengan sebelumnya. Dulu, ujarnya, DPR juga mendapat banyak kritik karena menjadikan Ruki sebagai Ketua KPK. Calon populer seperti Marsillam Simanjuntak justru kandas. Setelah berjalan, kata Trimedya, kinerja Ruki ternyata tidak terlalu mengecawakan.

 

Komisi III, lanjut Trimedya, tidak tutup mata terhadap track record Antasari. Ia mengungkapkan, Komisi III menerima 121 pucuk surat yang mendukung dan menolak Antasari. �Kami tidak melihat institusi tapi personalnya,� imbuhnya.

 

Trimedya menambahkan, Komisi III memilih pimpinan KPK berdasarkan visi KPK ke depan. Visi itu, menurutnya adalah melakukan supervisi terhadap perkara-perkara besar. �Nanti kasus yang big fish di-take over ke kejaksaan,� tuturnya.

 

Secara pribadi Trimedya mengaku tidak yakin dengan pimpinan KPK yang baru saja terpilih. Agenda mereka belum kelihatan. Mereka juga kurang greget. Untuk mengawal kinerja mereka, kata Trimedya, tiap tiga atau empat bulan Komisi III melakukan Rapat Dengar Pendapat dengan KPK.

 

Pengawasan dari dalam

Proses pemilihan ini dihadiri beberapa pegawai KPK. Di antara mereka adalah Juru Bicara KPK Johan Budi. Ia mengatakan, para pegawai KPK tidak merisaukan pergantian kepemimpinan. Alasan Johan, sistem kerja di KPK sudah terbentuk. Selain itu, tiap keputusan di tingkat pimpinan diambil secara kolektif.

 

Masyarakat, imbuh Johan, tak layak berprasangka buruk terhadap pimpinan KPK yang baru sebelum mereka bekerja.�Belum apa-apa sudah menuduh. Kita lihat saja,� tandasnya.

 

Johan menambahkan, pegawai di KPK punya hak untuk mengawasi perilaku pemimpinnya dari dalam. Ia dan rekan-rekannya sesama pegawai bertekad untuk selalu melakukan pengawasan.

 

Menyambung pernyataan Johan, pegawai fungsional KPK Praswat Nugraha menegaskan, lima pimpinan KPK yang baru merupakan pilihan terbaik. Meski demikian, ia akan terus mengawasi kinerja mereka. �Kami berhak mengadukan atasan sendiri. Selama ini sudah kami lakukan tapi tidak kami blow up,� cetusnya. Andai KPK tidak bisa diandalkan, lanjut Praswat, semua mekanisme hukum akan ditempuh. Ia mengaku tidak takut melakukan itu meski terancam pemecatan. Soal pengawasan internal ini, Denny meragukan efektitasnya. �Memang bisa, tapi sangat berat,� tandasnya.

 

Kepada hukumonline Chandra Hamzah menegaskan modal awal penting bagi pimpinan KPK ke depan adalah kepercayaan masyarakat yang telah terbangun selama ini. Kepercayaan ini harus ditingkatkan. Jadi setiap usaha pimpinan KPK harus ditujukan untuk itu tandas Chandra.

Lokomotif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah berganti. Komisi III DPR, Rabu (5/12) malam, memilih lima pimpinan KPK untuk periode 2007-2011. Mereka adalah Antasari Azhar, Chandra Hamzah, Bibit Samad Rianto, Haryono dan M Yasin. Mereka menggantikan Taufiequrrahman Ruki, Amien Sunaryadi, Sjahruddin Rasul, Tumpak Hatorangan Panggabean dan Erry Riyana Hardjapemekas. Mereka akan mulai bekerja pada 30 Desember nanti.

 

Proses pemilihan lima pimpinan KPK kali ini berbeda dengan proses pemilihan serupa pada 2003. Ketika itu, yang memilih lima pimpinan KPK adalah Komisi II. Selain itu, meski pemilihan juga berlangsung dua putaran, ketika itu putaran kedua diikuti oleh lima calon.

 

�Berdasarkan tata tertib yang telah disepakati, proses pemilihan dilakukan dalam dua putaran. Putaran pertama untuk memilih lima dari sepuluh calon. Putaran kedua untuk memilih Ketua KPK diantara dua calon yang skornya tertinggi,� jelas Ketua Komisi III Trimedya Pandjaitan sebelum proses pemilihan. Anggota Komisi III dilarang memilih kurang atau lebih dari lima calon pada putaran pertama.

 

Pada putaran pertama, 49 anggota Komisi III memilih lima nama di antara 10 calon yang mengikuti fit and proper test. Pada putaran pertama ini, Chandra mengungguli Antasari dan delapan calon lain. Chandra mengumpulkan 44 suara, dibuntuti Antasari (37), Bibit (30), Haryono (30) dan M Yasin (28). Lima calon lain yang harus tersingkir di putaran ini adalah Amien Sunaryadi (16), Iskandar Sonhaji (6), Marwan Effendi (27), Surachmin (8), dan Waluyo (19).

 

Pada putaran kedua, Chandra dan Antasari selaku dua calon yang memiliki suara terbanyak lalu diadu. Hasilnya sungguh berbeda dibanding pada putaran pertama. Antasari secara telak mengungguli Chandra dengan skor 41 berbanding 8. Dengan demikian, Antasari terpilih menjadi Ketua KPK menggantikan Taufiequrrahman Ruki.

Tags: