Dinilai Terkorup, Polri Tuduh Survey TII Punya Agenda Tersembunyi
Berita

Dinilai Terkorup, Polri Tuduh Survey TII Punya Agenda Tersembunyi

TII menempatkan Polri sebagai lembaga terkorup. Sebaliknya, Polri menduga ada agenda tersembunyi di belakang survey TII.

Oleh:
IHW
Bacaan 2 Menit
Dinilai Terkorup, Polri Tuduh Survey TII Punya Agenda Tersembunyi
Hukumonline

       Sumber : TI Indonesia, diolah

 

Publikasi TII itu pun membuat Polri uring-uringan. Brigjen. Anton Bahrul Alam, Wakadiv Humas Mabes Polri pun angkat bicara. Kepada wartawan (7/12), Anton malah menuding ada udang di balik batu. Kita belum tahu ada maksud-maksud tertentu apa di belakangnya. Organisasi ini (TII, red) bisa jadi ditunggangi oleh kelompok tertentu yang ingin mendiskreditkan Polri, katanya mencoba menebak.

 

Kendati demikian, Anton mengaku Polri akan mencoba untuk berbesar hati menerima pernyataan TII itu. Menurutnya, di negeri ini setiap orang bebas untuk menyalurkan aspirasi dan berekspresi sepanjang bisa dipertanggungjawabkan. Itu hak mereka untuk mengumumkan seperti itu. Bagi Polri, ini akan dijadikan sebagai masukan. Tapi kita ingin pertanyakan juga mengenai keakuratan data yang mereka gunakan hingga bisa menyimpulkan seperti itu, gugatnya.

 

Tidak bisa ditindaklanjuti

Sementara itu, Adnan Pandu Praja, anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas)  mengaku menyesalkan sikap Polri yang reaksioner dengan menebarkan tuduhan balik yang tak berdasar. Tidak pada tempatnya lah kalau Polri memberi alibi seperti itu atas temuan TII,  ujar Pandu saat dihubungi hukumonline.

 

Menurut Pandu, jika Polri ingin 'membalas', maka Polri bisa melakukan kegiatan serupa untuk mematahkan pernyataan TII. Caranya, Polri bisa meminta lembaga riset tertentu melakukan penelitian untuk mengetahui benar tidaknya hasil temuan TII. Tapi jangan pakai lembaga sembarangan, apalagi yang asal-asalan dibentuk. Karena TII itu kan adalah lembaga yang kredibel. Jadi, harus  yang sepadan juga, ia mengingatkan.

 

Pada kesempatan yang sama, Pandu mengaku tidak terkejut atas hasil survey TII itu. Ia beralasan, hampir tiap tahun lembaga yang dipimpin Todung Mulya Lubis itu selalu menempatkan kepolisian di jajaran instansi terkorup di Indonesia.

 

Selain itu, Pandu menilai ada satu variabel yang tidak diperhatikan TII ketika melakukan survey, yaitu banyaknya jumlah personil polisi dibanding instansi penegak hukum lain. Jumlah hakim dan jaksa di Indonesia, tidak seberapa kalau dibandingkan dengan personil polisi yang mencapai 400 ribu orang, jelasnya.

 

Banyaknya anggota kepolisian itu, lanjut Pandu, berdampak pada tingginya tingkat interaksi antara polisi dengan masyarakat. Masyarakat lebih banyak berinteraksi dengan polisi dibandingkan dengan hakim atau jaksa. Sehingga ketika masyarakat dijadikan responden dalam survey TII, mereka tidak bisa memberikan penilaian yang komprehensif terhadap seluruh instansi penegak hukum kita.

 

Lebih jauh Pandu mengungkapkan, Kompolnas kemungkinan besar tidak dapat menindaklanjuti temuan TII tersebut. Pasalnya, apa yang dinyatakan dalam GCB hanyalah gambaran abstrak mengenai kelembagaan. Sementara, keluhan masyarakat yang bisa kami tindak lanjuti adalah misalnya keluhan seputar adanya praktik tindak pidana yang dilakukan oleh polisi. Jadi harus jelas, siapa pelakunya, bagaimana perbuataannya, kapan dan dimana. Jadi harus konkret. Misalkan Polisi yang menerima suap ketika melakukan razia di jalanan, tandasnya.

 

Sejauh ini Kompolnas, masih menurut Pandu, baru meneruskan sekira 13 aduan dari masyarakat seputar ketidakprofesionalitasan kerja polisi. Misalnya, laporan pidana yang tidak di follow up oleh polisi. Kalau yang mengenai dugaan korupsi yang melibatkan polisi, kita belum pernah menerima dari masyarakat, pungkasnya.

 

Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) kebakaran jenggot. Pasalnya, dalam kurun setahun ini, salah satu institusi penegak hukum di negeri ini beroleh dua kali 'award'  dari salah satu lembaga anti korupsi. Seperti diketahui, Tranparancy International Indonesia (TII) beberapa hari lalu (6/12) membeberkan Global Corruption  Barometer (GCB) 2007. Hasilnya, Kepolisian dianggap sebagai lembaga terkorup di negeri ini menyingkirkan peradilan, parlemen dan partai politik.

 

Februari 2007 lalu, TII juga mengumumkan hasil survey tentang Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2006. Saat itu, Kepolisian disebut sebagai lembaga penegak hukum yang paling koruptif dalam konteks relasi alias hubungannya dengan pengusaha.

 

Dilihat sepintas, metode yang digunakan dalam GCB maupun IPK hampir sama. TII sama-sama memberikan kepercayaan kepada sekian orang respondennya yang diposisikan sebagai 'juri' untuk menilai sektor kehidupan dan lembaga apa yang dianggap paling korup. Di dalam GCB, responden diminta untuk memberikan skor antara 1 sampai 5 kepada salah satu instansi. Semakin tinggi nilai yang diberikan, berarti tingginya 'keyakinan' responden untuk memberi label korup.

 

Pada GCB 2007, institusi terkorup adalah kepolisian dengan skor indeks 4,2. Sedangkan lembaga peradilan dan parlemen mendapat skor indeks 4,1 dan menyusul di bawahnya partai politik dengan skor indeks 4,0. Dibandingkan dengan GCB sebelumnya, kepolisian memang 'sukses' mempertahankan nilai skornya. Namun jika diurut berdasarkan rangking perolehan skor, kepolisian gagal mengangkat citranya di mata publik. (lihat boks)

 

Empat besar lembaga terkorup versi GCB

2004

2005

2006

2007

Partai Politik (4,4)

Partai Politik (4,2)

Partai Politik (4,1)

Polisi (4,2)

Parlemen (4,4)

Parlemen (4,0)

Parlemen (4,2)

Peradilan (4,1)

Peradilan (4,2)

Peradilan (4,0)

Peradilan (4,2)

Parlemen (4,2)

Polisi (4,2)

Polisi (3,8)

Polisi (4,2)

Partai Politik (4,0)

Halaman Selanjutnya:
Tags: