Conditionally Constitutional Tetap Mengikat
Berita

Conditionally Constitutional Tetap Mengikat

Ini bukan putusan pertama MK yang mengakui conditionally constitutional.

Oleh:
Ali
Bacaan 2 Menit
<i>Conditionally Constitutional</i> Tetap Mengikat
Hukumonline

 

Usulan jalur yang ditempuh kepada pemohon UU SDA berbeda dengan pemohon ancaman pidana penjara lima tahun atau lebih terhadap lima undang-undang ini. Dalam pertimbangan UU SDA, MK menyarankan pengujian kembali UU SDA bila di dalam praktek terdapat penafsiran lain di luar tafsiran Mahkamah.

 

Meskipun konstitusional bersyarat dicantumkan pada bagian pertimbangan, Jimly Asshiddiqie berpendapat ketentuan itu tetap mempunyai daya ikat. Itu merupakan ratio decidendi, karena itu kita kirim ke DPR, ujarnya. Ratio decidendi adalah pertimbangan hakim yang dijadikan dasar pertimbangan oleh para pembentuk undang-undang. Karenanya, dalam merevisi undang-undang yang telah dijudicial review, DPR harus memperhatikan pertimbangan pada putusan itu.

 

Kalau DPR enggan, ada konsekuensinya. Kalau ada UU baru, tidak mengikuti pertimbangan ini, maka pertimbangan ini bisa menjadi bahan kalau UU yang baru itu diuji lagi, jelasnya. Jika aturan baru tidak mengikuti apa yang diputuskan oleh MK, maka bisa dibatalkan. Di situ mengikatnya, tambahnya.

 

Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Andalas (Unand) Saldi Isra menyambut baik putusan Mahkamah tentang syarat lepas dari ancaman pidana lima tahun jika ingin menduduki jabatan publik. Ini sebagai terobosan, ujarnya. Namun, menurut Saldi, putusan baru akan efektif bila diikuti legislative review yang dilakukan DPR.

 

Disamping itu, Saldi mengaku tak bisa memutuskan apakah putusan tersebut merumuskan norma baru. Harus ada definisi lagi, apa yang dimaksud dengan merumuskan norma baru, tegasnya. Sebagai catatan, MK memang hanya dibolehkan memutus dengan mengabulkan atau menolak, sehingga tak diperbolehkan dengan menambah norma baru.  

 

Menurut Saldi perdebatan seperti itu memang sudah sering terjadi. Putusan MK ada yang memerintahkan, ada yang menunda dan ada yang mengecualikan, ujarnya. Putusan yang menunda, lanjutnya, terjadi pada uji materi Pasal 53 UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK yang merupakan dasar pembentukan pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan putusan kali ini, justru mengecualikan.

 

Putusan Mahkamah Konstitusi yang memungkinkan terpidana karena kealpaan dan alasan politik mencalonkan diri menjadi pejabat menjadi harapan bagi banyak orang. Tetapi harapan itu masih mengandung syarat yang mesti dipenuhi. Kalau seseorang mau menjadi hakim konstitusi, hakim agung, kepala daerah, atau anggota Badan Pemeriksa Keuangan, ia harus bersih. Dalam arti, calon belum pernah dihukum penjara karena melakukan tindak pidana yang ancaman pidananya lima tahun atau lebih.

 

Syarat itu tertuang dalam peraturan perundang-undangan. Dalam putusan pada 11 Desember lalu, Mahkamah Konstitusi ‘menganulir' syarat tadi. Tak semua hukuman tindak pidana bisa menghalangi seseorang mendapatkan jabatan publik. Dengan kata lain, ada konstitusional bersyarat. Walaupun seseorang pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang ancaman hukumannya lebih dari lima tahun, ia tetap berhak menduduki jabatan publik. Menurut Mahkamah ada dua hal yang memungkinkan itu: karena kealpaan ringan (culva levis), atau berkaitan dengan politik.

 

Kondisi inilah yang sering dikategorikan sebagai conditionally constitutional (konstitusional bersyarat). Prinsip ini mengandung arti apabila di kemudian hari ada hak warga negara yang dilanggar maka ia bisa mengajukan permohonan ke Mahkamah dan akan dikabulkan. Dalam konteks mau menjadi hakim agung, kepala daerah, anggota BPK atau calon presiden, maka syarat dimaksud adalah dua hal yang disebutkan tadi.

 

Berdasarkan data yang dihimpun hukumonline, putusan yang mengandung conditionally constitutional bukan kali ini saja. Sebelumnya, Mahkamah juga pernah memuat dalam Putusan uji materi UU Sumber Daya Air. Selaku pemohon, Walhi pernah meminta penjelasan mengenai makna putusan MK yang memuat konstitusional bersyarat tersebut.

 

 

Dalam pertimbangannya, MK berpendapat UU SDA telah cukup memberikan kewajiban kepada Pemerintah untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak atas air, yang dalam peraturan pelaksanaannya Pemerintah harus memperhatikan pendapat Mahkamah yang telah disampaikan dalam pertimbangan hukum yang dijadikan dasar atau alasan putusan. Sehingga, apabila UU a quo dalam pelaksanaan ditafsirkan lain dari maksud sebagaimana termuat dalam pertimbangan Mahkamah di atas, maka terhadap UU a quo tidak tertutup kemungkinan untuk diajukan pengujian kembali (conditionally constitutional).

Halaman Selanjutnya:
Tags: