Penemuan Hukum oleh Hakim Harus Definitif
Pilkada Sulsel

Penemuan Hukum oleh Hakim Harus Definitif

MA mengklaim lembaga itu telah melakukan penemuan hukum dalam putusan Pilkada Sulsel. Bahkan putusan itu juga disebut putusan judge-made law. Kata akademisi, penemuan hukum mesti definitif dan menentramkan keresahan masyarakat.

Oleh:
NNC
Bacaan 2 Menit
Penemuan Hukum oleh Hakim Harus Definitif
Hukumonline

 

Dalam perkara sengketa pilkada, putusan mengabulkan permohonan mestinya bersifat condemnatoir. Menurut saya, putusan (pilkada Sulsel, red) itu tidak tuntas. Nanti andaikata hasil pemilihan ulang itu sama, lalu bagaimana? ini kan tidak diperhitungkan.

 

Suatu penemuan hukum, lanjut dia, juga  tidak boleh melabrak aturan formal yang ada. Menemukan hukum itu menemukan hukumnya, kalau yang diketemukan itu bukan hukumnya merupakan pelanggaran.Saya kira menurut hemat saya itu nggak boleh. Jadi yang boleh dilakukan dalam penemuan hukum itu terutama hukum materiilnya. Bukan hukum formal atau acaranya.

 

Menurut Soedikno, (yang telah ia tulis di  kolom hukumonline berjudul Gugatan Actio Popularis dan Batas Kewenangan Hakim), hukum acara bersifat strict, fixed, correct, pasti, tidak boleh disimpangi, dan harus bersifat imperatif (memaksa).

 

Memang dalam aturan mengenai sengketa Pilkada yang telah dijabarkan dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 02 Tahun 2005, putusan dalam Sengketa Pilkada hanya memungkinkan MA  menyatakan pembatalan hasil penghitungan suara yang ditetapkan oleh KPUD dan menetapkan hasil penghitungan suara yang benar. Namun aturan induknya, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pada Pasal 104, memang memungkinkan untuk digelar Pilkada ulang dengan syarat-syarat tertentu.

 

Selain itu, tambah Soedikno, sebuah penemuan hukum harus bertujuan menentramkan dan menjaga stabilitas di masyarakat. Ia mencontohkan, dalam penemuan hukum tentang pencurian listrik. Pencolengan listrik, jika menganut aturan materiil, tidak masuk unsur kejahatan sebab pengertian barang hanya sebatas barang berwujud dan berpemilik. Namun hakim menemukan hukum dengan memperluas definis barang mencakup barang tidak berwujud dan tak berpemilik.

 

Penemuan hukum  seperti contoh itu jelas menjawab keresahan masyarakat  atas terjadinya pencurian listrik, sebab sebelumnya, secara hukum materiil, pencurian listrik yang merugikan masyarakat di mata aturan materiil tidak dipandang sebagai kejahatan. Sementara menurut Soedikno, dalam putusan Pilkada Sulsel, penemuan hukum yang dilakukan majelis hakim MA justru potensial  menimbulkan konflik di masyarakat dan bisa menimbulkan persoalan baru.

 

Beberapa waktu lalu, Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Djoko Sarwoko mengatakan,  penemuan hukum mesti dilakukan Mahkamah Agung dalam putusan sengketa pilkada Sulawesi Selatan karena benteng terakhir pencari keadilan itu ogah terjebak dalam perdebatan normatif. Kita ini mencari keadilan substansial. Kewenangan itu memang tidak secara tegas diatur dalam Undang-Undang, tetapi aspek perundang-undangannya mengatur kemungkinan itu, ujar Djoko menanggapi maraknya tanggapan miring atas putusan spektakuler itu.

 

Dalam putusannya, MA memerintahkan pengulangan Pilkada Sulsel di empat Kabupaten,  yakni Bone, Gowa, Tana Toraja, dan Bantaeng. Majelis hakim agung yang diketuai Paulus E Lotulung -- beranggotakan M Hakim Nyakpa, Djoko Sarwoko, Abdul Manan, dan Mansyur Kartayasa ---- memutuskan menerima gugatan subsidair dari pasangan calon kepala daerah Amin Syam-Mansyur Ramly. MA mengklaim putusan itu sebagai sebuah penemuan hukum (rechtsvinding), bahkan kebih jauh menganggap bahwa hakim telah menciptakan hukum (judge made law).

 

Menanggapi klaim MA itu, kuasa hukum Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Sulawesi Selatan (Sulsel) Bambang Widjoyanto  mengatakan, penemuan hukum harus dilakukan melalui proses hukum yang baik dan ketat. Ia menuturkan, penemuan hukum biasanya terjadi pada negara yang menganut sistem hukum Common Law atau Anglo Saxon. Di Indonesia yang penganut Civil Law tidak menutup kemungkinan bagi hakim untuk melakukan penemuan hukum. Syaratnya? Proses penemuannya harus benar, ujar Bambang akhir pekan lalu.

 

Mesti definitif

Dihubungi terpisah, Senin (31/12), Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Soedikno Mertokusumo menilai putusan MA itu bisa dikatakan hanya sebuah terobosan saja. Sebuah putusan penemuan hukum, menurut dia, ‘harus tuntas, definitif. Tidak boleh menimbulkan keraguan'.

 

Pengajar metode penemuan hukum itu menerangkan suatu putusan hanya bisa mengandung tiga sifat, konstitutif seperti dalam perkara perceraian, declaratoir yang hanya mengumumkan saja seperti dalam permohonan akta kelahiran, dan condemnatoir yang sifatnya menghukum.

Tags: