Profesi yang Sangat Dibutuhkan, Namun Sepi Peminat
Mengenal Akuntansi Forensik (2):

Profesi yang Sangat Dibutuhkan, Namun Sepi Peminat

Akuntan forensik sangat diperlukan, terutama di bidang hukum. Keberadaannya sebagai saksi ahli sangat dibutuhkan. Sayang, tak banyak akuntan yang melirik spesialisasi ini. Apalagi, standar operasional maupun ujian sertifikasi di Indonesia belum memadai.

Oleh:
Ycb
Bacaan 2 Menit
Profesi yang Sangat Dibutuhkan, Namun Sepi Peminat
Hukumonline

 

Bidang yang satu ini nampaknya agak terlambat berkembang dibanding ranah akuntansi lainnya -akuntansi keuangan, audit, audit internal, dan sebagainya. Ambillah contoh negeri Paman Sam. Kasus Al Capone boleh saja sudah terkuak pada 1931 silam oleh seorang akuntan forensik, Frank J. Wilson. Namun, organisasi profesinya baru terbentuk beberapa dekade belakangan. Association of Certified Fraud Examiners baru terbentuk pada 1988. Kampusnya, American College of Forensic Examiners juga baru berdiri pada 1992.

 

Standar akuntansi forensik malah sedang disusun di Australia. Di Kanada dan Amerika Serikat sudah ada namun belum serinci Standar Akuntansi Keuangan (SAK), seloroh Ratih Damayanti, analis dari Direktorat Riset dan Analisis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Ratih baru saja menggondol gelar master dari McQuarie University Australia, Desember silam. Ratih mendalami forensik dalam kuliahnya.

 

Padahal, profesi ini, sangat-sangat dibutuhkan oleh penegak hukum. Terus terang, mereka belum banyak punya ahli di bidang ini, ujar Ketua PPATK Yunus Husein. Jika ada sebuah transaksi yang dicurigai, sambung Yunus, abdi hukum bisa meminta bantuan akuntan forensik untuk menjelaskan dari mana dan ke mana transaksi ini mengalir.

 

Kalangan akuntan pemerintah (sektor publik) juga berujar setali tiga uang: profesi ini masih minim peminat. Kami di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memandang praktek forensik ini hampir mirip dengan audit investigatif atau audit dengan tujuan tertentu. Kami masih fokus pada pelatihan audit. Untuk training forensik belum banyak karena butuh ilmu tersendiri, ujar Bambang Riyanto, Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan BPK.

 

Sebenarnya, untuk merengkuh kompetensi forensik ini tak melulu monopoli seorang akuntan. Yang penting orang itu paham betul prosedur akuntansi, bisa menganalisis laporan keuangan, serta bisa membaca data, ujar Ratih.

 

Terpisah, Direktur Intelejen dan Penyidikan Ditjen Pajak Mochamad Tjiptardjo mengamini pernyataan Ratih. Pria yang akrab disapa Pak Cip ini mengutarakan, pasukan penyidik pajak yang dia pimpin tak perlu bergelar akuntan. Yang jelas mereka memperoleh kompetensi dari pendidikan penyidik oleh kepolisian ditambah pendidikan khusus perpajakan. Kartu anggota mereka dikeluarkan oleh Departemen Hukum dan HAM, terang Cip, yang mengambil spesialisasi penyidikan pajak di Amerika Serikat.

 

Sayangnya, belum ada lembaga asal Indonesia yang bonafide mengeluarkan sertifikat akuntan forensik. Kebanyakan akuntan Indonesia yang berminat mengambilnya dari luar negeri. Ada gelar certified fraud examiner yang dikeluarkan oleh Paman Sam. Tak perlu berangkat ke sana, ujiannya bisa digelar di sini kok, tutur Ratih dan Theo.

 

Saksi ahli

Akuntan forensik tentu perlu bersiap-siap jika dipanggil di muka meja hijau sebagai saksi ahli. Uniknya, tak sembarang orang bisa jadi saksi ahli. Kesaksian ini tak menggubris seberapa tinggi jam terbang pengalaman maupun seberapa dalam pengetahuan akademik. Yang jelas, akuntan bisa jadi saksi ahli atas kasus yang dia tangani atau terbatas pada penugasan yang dia terima. Dia tak bisa bersaksi atas kasusnya orang lain, terang Ratih.

 

Ratih berbagi tip jika Anda menjadi saksi ahli. Jangan pernah berkomentar orang itu benar atau salah di depan pengadilan. Kita hanya terbatas boleh memberikan rekomendasi atau saran. Misalnya bagaimana cara memperbaiki sistem akuntansi perusahaan yang bersangkutan, sambungnya. Berikut adalah beberapa tip tersebut.

 

1. Dengarkan dengan baik dan  konsentrasi pada setiap pertanyaan

2. Jawablah hanya setiap pertanyaan yang diajukan

3. Jangan mencoba untuk mengira atau mengarang jawaban jika memang tidak mengetahui jawabannya

4. Jangan mengingat jawaban yang kita perkirakan akan ditanyakan

5. Menjawab dengan jujur, jangan mencoba untuk memperkirakan apa jawaban yang semestinya

6.Jelaskan semua asumsi yang digunakan dalam memberikan jawaban dan bersiap untuk diserang oleh pihak lawan

Menarik sih. Tapi untuk enam bulan ke depan, kayaknya aku belum kepikiran ke bidang forensik, tutur Herry Setiadie, dalam sebuah obrolan di telepon. Herry saat ini menjadi auditor yang bekerja di sebuah kantor akuntan publik (KAP) sohor. Maklum, Herry masih enjoy menggeluti bidang pemeriksaan. Kantorku ada divisi consulting. Ada pula bagian forensik. Aku masih pengen memperdalam audit, sambungnya beralasan.

 

Pandangan Herry bisa jadi merupakan sinyal, spesialisasi forensik belum banyak dilirik. Saya belum pernah meneliti hal ini. Dugaan saya, ini masalah kesempatan, tutur akuntan senior yang aktif di Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Theodorus Tuanakotta. Maksud Theo, belum banyak KAP atau lembaga lainnya yang punya kesempatan menerapkan forensik. Dan Herry sebenarnya beruntung, perusahaannya menyediakan jasa forensik kepada klien.

 

Nampaknya, yang juga membuat enggan, akuntan forensik harus punya keahlian akuntansi plus. Selain akuntansi dan audit, dia juga kudu menguasai bidang yang berkaitan dengan kejahatan keuangan. Misalnya hukum, psikologi, sosiologi, antropologi, viktimologi, kriminologi, dan lain-lain, sambung Theo, salah satu akuntan yang menguasai forensik.

Halaman Selanjutnya:
Tags: