Menggadang Lahirnya 'Advokat Republik Indonesia'
Utama

Menggadang Lahirnya 'Advokat Republik Indonesia'

Kongres Advokat Indonesia (KAI) muncul sebagai akumulasi kekecewaan advokat terhadap PERADI. Kini KAI siap membidani organisasi advokat baru yang benar-benar menjadi wadah tunggal bagi advokat.

Oleh:
IHW/Rzk
Bacaan 2 Menit
Menggadang Lahirnya 'Advokat Republik Indonesia'
Hukumonline

 

Salah seorang advokat dari Jawa Timur misalnya, membeberkan kekecewaannya terhadap PERADI yang dianggap hanya wadah kumpul-kumpul para pimpinan dari 8 organisasi yang membentuknya. PERADI bukan organisasinya advokat, tapi cuma wadah delapan organisasi advokat, teriaknya.

 

Masalah pembentukan cabang-cabang PERADI di daerah juga menjadi sorotan tersendiri. Pasalnya, posisi dan peran Dewan Pimpinan Nasional (DPN) terlihat sangat dominan dalam pembentukan cabang. Artinya, proses pembentukan cabang tidak dilakukan dengan memperhatikan karakteristik dan kebutuhan di tingkat lokal. Bisa dipastikan bahwa para pimpinan cabang PERADI di daerah berasal dari organisasi itu-itu saja.

 

Sementara problem 'klasik' tentang stigma bahwa PERADI adalah pengganjal para calon advokat baru kembali terungkit. Adalah Teguh Samudera yang mengungkapkannya. Ketua Umum Ikadin ini menceritakan bagaimana dulu saat dirinya menyandang predikat advokat. Dulu cukup dengan ujian di Pengadilan Tinggi. Setelah lulus, berhak menjadi advokat, Teguh menerawang.

 

Lain lagi pengalaman M. Assegaf. Pengacara kawakan 'alumnus' LBH itu berharap agar kongres advokat bisa kembali meluruskan khitah organisasi advokat sebagai wadah untuk mengayomi advokat dalam menjalankan kode etiknya. Seperti diketahui, beberapa waktu lalu Dewan Kehormatan Daerah Peradi Jakarta memvonis Assegaf bersalah melanggar kode etik advokat.  Putusan itu tidak adil. Padahal UU Advokat membolehkan advokat mendapatkan informasi dari mana pun. Tapi dewan yang mengaku terhormat itu telah mereduksi pengertian undang-undang, kata Assegaf yang mengaku kerap memberikan pelajaran Etika Profesi di tiap PKPA.

 

Kebangkitan Advokat

Merujuk pada kondisi di atas, KAI sepakat untuk segera mengkonkretkan pelaksanaan kongres. Pilihan tanggal 20 Mei 2008 pun dijatuhkan sebagai waktu pelaksanaan kongres. Sengaja bertepatan dengan hari kebangkitan nasional sebagai pertanda hari kebangkitan advokat, ujar Indra Sahnun Lubis, Ketua Umum IPHI.

 

Untuk keperluan itu, Panitia Nasional mengukuhkan panitia daerah yang tersebar di 35 propinsi. Kami harapkan panitia daerah bisa mensosialisasikan kepada advokat lainnya. Selain itu, panitia daerah juga berkewajiban menampung aspirasi advokat daerahnya masing-masing, kata Ahmad Yani, Ketua Panitia Nasional KAI.

 

Agar lebih memudahkan kerja Panitia Nasional, masih menurut Ahmad Yani, dibentuklah tim formatur yang terdiri atas delapan pimpinan dari 4 organisasi. Untuk menggenapi, Bang Buyung (Ahmad Buyung Nasution, red) juga kami daulat sebagai tim formatur yang nantinya membantu panita dalam menyusun AD/ART, hukum acara dewan kehormatan dan lain-lain, sambung Yani, demikian ia disapa.

 

Bicara mengenai prediksi jumlah advokat yang mungkin hadir dalam kongres, Yani bisa memastikan akan mencapai ribuan orang. Karenanya, kami mungkin akan kongres di (Gelanggang Olah Raga) Senayan, selorohnya. Wajar saja Yani berpendapat demikian. Pasalnya dalam acara pra kongres ini saja, sudah terkumpul sekira 400-500-an advokat. Ini untuk menegaskan bahwa yang kongres memang advokat, bukan organisasinya, apalagi pimpinan organisasinya, sindirnya sambil menyatakan bahwa 4 organisasi pendukung KAI siap meleburkan diri.

 

Siap Merangkul

Advokat senior yang kini duduk sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Adnan Buyung Nasution tampaknya mengerti kegelisahan yang sedang mendera dunia advokat. Buktinya, Buyung bersama sejumlah advokat senior dan organisasi advokat lainnya mendesak segera dilangsungkannya kongres. Hal itu ditegaskan dalam 'Deklarasi Rancabentang' pasca deklarasi Manhattan. Pandangan Buyung itu seakan menjadi suntikan moral yang besar bagi KAI untuk 'berkonfrontasi' dengan Peradi.

 

Namun ketika berbicara di hadapan peserta seminar di Hotel Atlet Century, Jakarta, Buyung mencoba membujuk Panitia dan calon peserta KAI agar tidak menjaga jarak dengan PERADI. Mari kita gunakan akal dan hati kita dengan bijak. Ayo kita coba rangkul mereka (Peradi, red) untuk bergabung ke dalam kongres. Kalau mereka tidak mau, kita tetap jalan terus, ungkap Buyung.

 

Tapi sepertinya islah di antara KAI dengan PERADI menjadi hal yang mustahil. Dihubungi terpisah, Wakil Sekjen DPN Peradi, Hasanuddin Nasution menegaskan sikap Peradi yang mengacuhkan keberadaan KAI. Menurutnya, PERADI tetap sebagai wadah tunggal profesi advokat yang konstitusional.

 

Hasanuddin lantas menyebut Putusan MK No. 014/PUU-IV/2006 tanggal 30 November 2006 yang menyatakan PERADI sebagai satu-satunya wadah profesi advokat dimana pada dasarnya adalah organ negara dalam arti luas yang bersifat mandiri yang juga melaksanakan fungsi negara.

 

Bubarnya Perhimpunan?

Seperti diketahui, PERADI di dalam akta pendiriannya di hadapan notaris mengukuhkan diri berbentuk perhimpunan yang didirikan oleh delapan organisasi pendiri. Hal yang menarik adalah  mencermati bagaimana kelangsungan PERADI jika benar 4 organisasi di antaranya menyatakan penarikan dirinya.

 

Ahmad Yani, Ketua Panitia Nasional KAI, menyatakan bahwa secara resmi 4 organisasi sudah mengundurkan diri dari PERADI sejak Deklarasi Manhattan. Namun demi kepastian yuridis, nanti pimpinan dari keempat lembaga ini akan mendatangi notaris guna membatalkan kesepakatan terdahulu. Artinya selepas itu PERADI sebagai perhimpunan dari 8 organisasi tidak ada lagi, tukasnya.

 

Ketika dianggap sudah tidak eksis, KAI mengaku sudah menyiapkan nama organisasi baru. Namanya ADRI. Singkatan dari Advokat Republik Indonesia. Ini sekadar usulan panitia. Nanti forum kongres yang akan membahas dan menentukannya, sambung Yani.

 

PERADI jelas membantah dalil Yani. Menurut Hasanuddin, pihak yang terlibat dalam KAI adalah diri pribadi para advokat, tidak ada sangkut pautnya dengan eksistensi 8 organisasi pendiri. Setahu saya, memang ada beberapa pimpinan dari 4 organisasi di sana (KAI, red). Tapi ternyata tidak ada kesepakatan di masing-masing organisasi itu untuk menarik diri. , tandasnya.

 

Namun, masih menurut Hasanuddin, meski memang ada penarikan diri itu PERADI tidak akan bubar, melainkan hanya merubah akta pendirian PERADI. Esensi keberadaan PERADI tetap tidak berubah, walaupun akta pendirian mungkin berubah, pungkasnya.

 

Salah satu ruangan di Hotel Atlet Century Park, Jakarta pada Jumat siang (28/3) mendadak ramai. Ratusan orang bergaya parlente menyesaki ruangan itu. Suasana kian marak setelah satu demi satu dari mereka menyampaikan pendapatnya. Secara umum tuntutan mereka sama, yaitu menuntut segera digelarnya Kongres Advokat Indonesia.

 

Ya, betul. Mereka yang memenuhi ruangan itu tidak lain adalah para advokat yang mengaku datang dari seluruh penjuru Tanah Air. Mereka sengaja datang untuk hadir dalam acara Seminar Nasional dan Pengukuhan Kepanitiaan Daerah yang digagas oleh Panitia Nasional Kongres Advokat Indonesia (KAI).

 

Seperti diketahui, KAI lahir dari Deklarasi Manhattan. Saat itu empat organisasi advokat yaitu IPHI, Ikadin, HAPI dan APSI bersepakat untuk mendesak diselenggarakannya kongres advokat. Desakan tersebut lahir karena 4 organisasi itu menangkap keresahan advokat atas keberadaan Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) yang dianggap tidak melindungi kepentingan advokat dan tidak memperjuangkan advokat agar setara dengan aparat penegak hukum yang lain.

 

Alhasil agenda seminar yang bertemakan Peran Organisasi Advokat dalam Penegakan Hukum di Indonesia, terkesan 'ditelantarkan'. Para advokat itu lebih asyik membicarakan keluh kesah pengalamannya saat terpaksa bernaung di bawah bendera PERADI. Ujungnya, acara yang berlangsung lebih kurang enam jam itu dijadikan ajang 'curhat' advokat yang merasa ditinggalkan PERADI.

Halaman Selanjutnya:
Tags: