'Pelayanan Publik Kita Urutan Ke-123 di Dunia'
Berita

'Pelayanan Publik Kita Urutan Ke-123 di Dunia'

Undang-Undang Pelayanan Publik diharapkan bisa menjadi salah satu solusinya.

Oleh:
Her
Bacaan 2 Menit
'Pelayanan Publik Kita Urutan Ke-123 di Dunia'
Hukumonline

 

Temuan itu menandakan reformasi birokrasi yang dicanangkan pemerintah belum optimal. Menpan menyebut bahwa reformasi birokrasi diejawantahkan dengan memperbaiki kualitas pelayanan publik. Dalam konteks ini, tahun lalu Menpan menjadikan BPN sebagai pilot project. Sebagaimana temuan KPK, pelayanan publik yang dilakukan BPN ternyata masih jauh dari memuaskan.

 

Meski demikian, Menpan membantah reformasi birokrasi yang dicanangkannya tidak membuahkan hasil. Menurutnya, instansi-instansi pemerintah selalu melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Mungkin perkembangannya belum teridentifikasi, jelasnya.

 

Ia mencontohkan pelayanan yang makin membaik di berbagai rumah sakit. Juga pelayanan publik yang dilakukan kantor-kantor pemerintahan di daerah. Mulai dari lima kabupaten, menjadi 95 kabupaten, sekarang menjadi 300 kabupaten yang telah melakukan pelayanan publik dengan baik, paparnya.

 

Selain itu, tambah Menpan, reformasi birokrasi yang sudah tampak hasilnya adalah dalam hal perijinan yang terkait dengan investasi. Berdasarkan catatan Bank Dunia, ujarnya, untuk soal satu ini Indonesia menempati urutan ke 123 di dunia. Peringkat tersebut mengalami perbaikan karena sebelumnya Indonesia berada di urutan ke 135. Insya Allah akhir tahun ini sudah mencapai nomor 75, bebernya.

 

UU Pelayanan Publik

Temuan KPK membuat Lena Maryana Mukti, anggota Komisi II DPR, prihatin. Menurut politikus PPP ini, salah satu cara meningkatkan kualitas pelayanan publik adalah dengan mempercepat pembahasan RUU Pelayanan Publik. UU ini dibuat untuk mengatasi carut marutnya pelayanan publik, tandasnya.

 

Di Komisi II, RUU ini tak ubahnya anak tiri. Ia diabaikan begitu saja. Nasibnya bertolak belakang dengan empat paket UU politik. Menurut Lena, isu RUU Pelayanan publik memang kalah seksi dibanding RUU Pemilu atau RUU Pilpres.

 

Karena itu, RUU Pelayanan Publik tak juga beranjak dari tahap pembahasan Daftar Isian Masalah. Belum jelas kapan RUU ini masuk Panja. Namun Lena menyatakan, Komisi II berharap pada akhir masa sidang mendatang RUU ini bisa disahkan.

 

Salah satu maksud RUU ini sebenarnya hendak menghindarkan warga negara dari penyalahgunaan kekuasaan dalam pelayanan publik oleh pemerintah. Berdasarkan Pasal 15 RUU ini, masyarakat diberi kemudahan akses, kenyamanan, juga keamanan.

 

Masyarakat diberi keleluasaan untuk menyampaikan keluhan bila tidak diberi pelayanan yang memuaskan. Menurut Pasal 40 ayat 1, masyarakat bisa mengajukan klaim, bahkan menggugat ke pengadilan. Pada ayat berikutnya disebutkan, gugatan itu bisa diajukan secara individual, perwakilan kelompok (class action), maupun diajukan oleh organisasi yang memiliki legal standing.

 

Kalau sekarang, sebelum UU ini disahkan, masyarakat mungkin bisa menggunakan Lembaga Perlindungan Konsumen atau Komisi Ombudsman, tandas Lena. 

Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara Taufik Effendy, tidak akan menyia-siakan hasil survei Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tentang integritas instansi pemerintah di tingkat pusat. Laporan KPK ini akan kami tindaklanjuti, ujarnya, usai rapat kerja dengan Komisi II DPR RI, Senin (31/3).

 

Menpan menegaskan, pihaknya selalu mengedepankan pendekatan sistem ketimbang pemberian sanksi terhadap intansi yang buruk dalam pelayanan publik. Perbaikan sistem itu dilakukan dengan cara meningkatkan kesejahtaraan dan memperketat pengawasan. Dua-duanya jalan, tegasnya.

 

Namun, Menpan yakin pemberian sanksi akan berakibat positif terhadap pelayanan publik. Soal pemberian sanksi ini, ia menyerahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum.

 

Pekan lalu, KPK merilis hasil survei yang cukup menghebohkan. Dengan mematok skor antara 1 hingga 10, KPK mendapati fakta bahwa pelayanan publik yang dilakukan instansi pemerintah di level pusat ternyata hanya mencapai skor 5,33. Dari 30 instansi yang disurvei KPK, Depkumham dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) berada di urutan terbawah dengan skor 4,15 dan 4,15. Artinya, dua instansi ini memiliki integritas paling buruk.

 

Di Depkumham, ada tiga unit pelayanan yang paling bobrok. Ketiganya adalah pelayanan di Lembaga Pemasyarakatan, keimigrasian dan pengurusan kenotariatan. Sementara di BPN, pelayanan terburuk saat melakukan pemetaan dan pengukuran kadastral (pendaftaran pertama kali). Pelayanan mengecewakan juga  terjadi saat masyarakat berusaha mengurus sertifikat tanah.

Tags: