Polisi Dongkol Dituding Sering Menyiksa Tahanan
Utama

Polisi Dongkol Dituding Sering Menyiksa Tahanan

Polisi minta Komnas HAM dan LSM bersikap fair, jangan hanya melaporkan hal-hal yang jelek ke Komite Anti Penyiksaan di Jenewa, 5–8 Mei ini. Kabareskrim sudah menerbitkan surat keputusan tentang pengawas penyidik.

Oleh:
CRR
Bacaan 2 Menit
Polisi Dongkol Dituding Sering Menyiksa Tahanan
Hukumonline

 

Meskipun sudah ada beberapa kali rekomendasi penghentian penyiksaan dalam penyidikan, temuan-temuan seperti yang dilansir LBH Jakarta mestinya membuat Pemerintah malu di depan komunitas internasional. Komite Anti Penyiksaan bisa saja memberikan rekomendasi yang kekuatannya lebih mengikat secara hukum (legally binding).  Pemerintah harusnya malu di dengan masyarakat dan dunia internasional jika sampai tidak melaksanakan rekomendasi kali ini, ujar Rafendi Djamin, Koordinator Human Right Working Group (HRWG) di kantornya sebelum berangkat ke Jenewa.

 

Salah satu yang ingin diperjuangkan kalangan LSM, jelas Rafendi, adalah memasukkan definisi penyiksaan ke dalam Rancangan KUHP baru, serta mencabut peraturan-peraturan yang bertentangan dengan Konvensi Anti Penyiksaan yang sudah diratifikasi lewat UU No. 5 Tahun 1998. Selain itu, yang tak kalah penting, mendesak Pemerintah untuk melakukan berbagai upaya mencegah dan penjeraan penyiksaan, serta menegakkan hukum kepada para pelaku penyiksaan. Jangan sampai Pemerintah terkesan enggan menindak pelaku.

 

Rafendi juga berharap Pemerintah mau lebih terbuka dan kooperatif menjawab kritikan atas kondisi penyiksaan. Kalau Pemerintah memberi tahu di mana kesulitannya, dalam rekomendasi nanti komite kan bisa membantu dengan melakukan kerja sama secara teknis. Ini juga untuk perbaikan sistem hukum Indonesia. Jadi jangan ada yang ditutup-tutupi deh, ujarnya.

 

Dihubungi terpisah, Kepala Divisi Hukum Mabes Polri Irjen Pol Aryanto Sutadi, salah seorang utusan Pemerintah ke Jenewa, mengatakan siap menjawab seluruh pertanyaan Komite dan tidak berusaha menutupi apapun. Kami akan menceritakan apa adanya, kalau memang A ya akan kami bilang A, tuturnya kepada hukumonline.

 

Sebaliknya, Aryanto juga meminta Komnas HAM dan LSM bersikap fair dalam memandang persoalan ini. Mereka juga harus fair dalam laporannya, jangan cuma membeberkan yang jelek-jeleknya saja, beberkan juga dong yang baik-baiknya. Terus terang, kami sangat dongkol dengan kelakuan mereka yang seolah-olah mencitrakan kepolisian sebagai institusi ‘barbar' yang suka menyiksa, padahal itu ulah oknum, tidak bisa digeneralisir, ujarnya dengan nada tinggi.

 

Lagipula, Aryanto menegaskan LSM dan Komnas HAM jangan asal bicara bahwa Pemerintah tidak serius. Pemerintah sudah melakukan berbagai upaya termasuk meningkatkan pemahaman tentang hak asasi di kalangan aparat penegak hukum. Bahkan kepolisian sudah menjadikannya sebagai kurikulum pendidikan kepolisian. Ada kok pelaku penyiksaan yang diadili dan dihukum, cuma tidak terekspos saja. Kalaupun pelakunya dinyatakan tidak bersalah oleh pengadilan, setidaknya mekanisme telah dijalankan. Jadi, jangan bilang tidak dilakukan tindakan apapun. Itu saja sudah merupakan upaya tindak lanjut, ujar Aryanto.

 

SK Kabareskrim

Sebagai salah satu upaya mencegah penyiksaan di tingkat penyidikan, singgung Aryanto, kepolisian sudah menerbitkan surat Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Komjen Pol Bambang Hendarso Danuri. Surat yang dikeluarkan pertanggal 1 Januari 2008 itu menekankan pentingnya pengawasan kepada para penyidik Polri. Saat melakukan penyidikan, para penyidik akan diawasi.

 

Dalam SK ini ditetapkan dalam setiap tahapan penyidikan akan ditempatkan seorang perwira (penyidik senior-red) untuk mengawasi jalannya penyidikan. Kalau ada tindakan penyidik yang menyimpang akan langsung dilaporkan ke atasan untuk segera ditindak, tentunya akan ada sanksi, ujar Aryanto.

Di Mabes Polri, jelas Aryanto, mekanisme ini sudah diterapkan mulai awal 1 Februari 2008. Demikian pula di Polda dan Polres. Meskipun aturan itu mestinya berlaku ke tingkat polsek, Aryanto tidak mengetahui persis apakah kebijakan itu sudah dijalankan  setiap polsek atau belum.

 

Apakah benar SK ini sudah diterapkan sampai tingkat Polres? Hukumonline mencoba menanyakan langsung kepada Mulyatno. Kasat Narkoba Polres Depok ini membenarkan adanya SK Kabareskrim. Polres Depok sendiri, kata dia, mulai menerapkannya awal April lalu baik dalam penyidikan kasus narkoba maupun kasus umum. Di sini, telah diangkat dua orang perwira yang tugasnya mengawasi proses penyidikan. Setelah kebijakan itu diterapkan hingga sekarang, kata Mulyatno, belum ada keluhan atas prilaku penyidik. Sampai sekarang masih baik-baik saja, belum ada penyidik bermasalah yang diadukan ke atasan, pungkasnya.

 

Setelah melakukan peninjauan periodik kondisi hak asasi di berbagai negara, Dewan HAM PBB mulai menggelar sidang Komite Anti Penyiksaan (Committee Against Torture). Dalam sidang yang berlangsung 5-8 Mei di Jenewa, masalah penyiksaan di Indonesia akan turut dibahas. Komite memberikan kesempatan kepada Komnas HAM dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) asal Indonesia menyampaikan pandangan. Setelah paparan Komnas HAM dan LSM, biasanya Komite akan meminta Pemerintah Indonesia menyampaikan jawaban.

 

Laporan Komnas HAM dan LSM tampaknya masih tetap berisi kritikan kepada Pemerintah dalam hal penanganan kasus-kasus penyiksaan. Ketua Komnas HAM, Ifdhal Kasim, yang menurut rencana datang ke Jenewa, meminta Pemerintah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai isu kriminalisasi terkait pembaharuan hukum pidana Indonesia yang belum juga memasukan definisi penyiksaan sesuai dengan Konvensi Anti Penyiksaan, Dan satu hal lagi, penting dibangun strategi pencegahan penyiksaan dalam cakupan nasional (national prevention), kata Ifdal.

 

Penyiksaan oleh aparat hukum, dalam pandangan sejumlah LSM, memang masih acap terjadi. Tengok saja survei yang belum lama dilakukan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta di empat lokasi berbeda, Rutan Pondok Bambu, Rutan Salemba, Lapas Cipinang, dan Lapas Anak Tangerang. Dengan mengambil 367 responden, temuan LBH menunjukkan 83,65 % mengaku telah mengalami penyiksaan, baik secara fisik, non fisik maupun seksual ketika mereka ditangkap dan diinterogasi polisi.

 

Kategori Penyiksaan

Presentase Responden yang Mengalami Penyiksaan (n=367)

Physical

Punched

52,59%

Slapped

24,34%

Kicked

25,61%

Dragged

10,63%

Taped Eyes

4,36%

Burned

2,18%

Non-Physical

Yelled At

43,32%

Gun Pointed

24,25%

Sexual

Stripped

11,99%

Sumber : LBH Jakarta

Hasil survai LBH Jakarta ini seolah kembali menegaskan apa yang pernah dilaporkan  Pelapor Khusus PBB (UN Special Rapporteur) Manfred Novak pada sidang Dewan HAM PBB beberapa bulan lalu. Saat itu, Manfred melaporkan masih menemukan praktek penyiksaan kepada para tahanan dan narapidana. Ironisnya, penyiksaan itu justru dilakukan aparat penegak hukum.

Halaman Selanjutnya:
Tags: