Gubernur Lampung Persoalkan Calon Incumbent Harus Mundur
Berita

Gubernur Lampung Persoalkan Calon Incumbent Harus Mundur

MK telah memiliki definisi resmi soal diskriminasi. Dalam berbagai putusannya, diskriminasi adalah memberikan perlakuan yang berbeda terhadap dua hal yang sama.

Oleh:
Ali
Bacaan 2 Menit
Gubernur Lampung Persoalkan Calon Incumbent Harus Mundur
Hukumonline

 

Susi menilai Pasal 58 huruf q diskriminatif karena adanya perlakuan yang berbeda antara incumbent dan pejabat publik lainnya. Kalau incumbent, jelasnya, harus mengundurkan diri sejak pendaftaran. Sedangkan pejabat publik baru diharuskan mengundurkan diri bila sudah terpilih sebagai kepala daerah.

 

Partai politik atau gabungan partai politik pada saat mendaftarkan calon partai politik, wajib menyerahkan: surat pernyataan kesanggupan mengundurkan diri dari jabatan apabila terpilih menjadi kepala daerah atau wakil kepala daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, ujar Susi mengutip ketentuan Pasal 59 ayat (5) huruf f. 

 

Susi mengatakan keharusan pengunduran diri incumbent sejak pendaftaran jelas merugikan kliennya. Bagaimana bila setelah mengundurkan diri, pendaftaran ditolak oleh KPUD? tanyanya. Kalau mengundurkan diri bila sudah masuk proses akhir sih tak jadi soal, sambungnya.   

 

Perlakuan Tak Sama

Susi mendalilkan tiga pasal dalam UUD 1945 sebagai hak konstitusional kliennya yang terlanggar. Di antaranya adalah Pasal 28D ayat (1), Pasal 28I ayat (2), dan Pasal 28I ayat (5). Pasal 28D ayat (1) berbicara perlakuan yang sama di hadapan hukum, sedangkan Pasal 28I ayat (2) berbicara perlindungan terhadap perlakuan yang diskriminatif.

 

Hakim Konstitusi HAS Natabaya mengingatkan bahwa MK telah memiliki definisi resmi soal diskriminasi. Dalam berbagai putusannya, diskriminasi adalah memberikan perlakuan yang berbeda terhadap dua hal yang sama. MK juga berpendirian yang dimaksud diskriminatif sesuai UU HAM, hanya mencakup pembedaan gender, agama, ras, etnik, golongan, bahasa, keyakinan politik, status ekonomi, dan status sosial.

 

Diskriminatif

Perlakuan Tak Sama

Pasal 28I ayat (2) berbunyi ‘Setiap orang berhak bebas dari perlakuan diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang diskriminatif itu'.

Pasal 28D ayat (1) berbunyi ‘Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum'.

 

Merasa tak cocok antara kerugian dengan pengertian diskriminatif, Natabaya menyarankan agar pemohon mengubah cantelan hak konstitusional yang dilanggarnya. Jangan kaitkan dengan diskriminatif, tegas Natabaya memberi arahan. Tapi fokuskan ke perlakuan tak sama, tambahnya. Natabaya memang membedakan antara diskriminasi dengan perlakuan tak sama. Pengertian perlakuan tak sama tidak seketat diskriminasi.

Masa indah Sjachroedin ZP sebagai Gubernur Lampung periode 2004-2009 harus terpotong satu tahun. Sejatinya, masa bakti Sjachroedin yang dilantik pada 2 Juni 2004, baru akan berakhir tanggal 2 Juni 2009. Namun, Sjachroedin terpaksa mengakhiri jabatannya pada 28 Mei 2008. Penyebabnya adalah berlakunya UU No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 32 Tahun 2004 (Revisi UU Pemda).

 

Kuasa hukum Sjachroedin, Susi Tur Andayani menyatakan kliennya mengalami kerugian konstitusional gara-gara Pasal 58 huruf q beserta penjelasannya, dan Pasal 233 ayat (2) Revisi UU Pemda. Kedua pasal ini dianggap telah menghilangkan satu tahun masa jabatan Sjachroedin sebagai Gubernur Lampung.

 

Awalnya, ketentuan Pasal 233 ayat (3) yang mempercepat pemilihan kepala daerah (Pilkada). Pasal itu berbunyi Pemungutan suara dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada bulan November 2008 sampai dengan bulan Juli 2009 diselengarakan berdasarkan Undang-undang ini paling lama pada bulan Oktober 2008. Jadi, pilkada Gubernur Lampung yang sedianya diselenggarakan pada Juni 2009 ikut dipercepat.

 

Pasal itu saja memang belum merugikan hak konstitusional pemohon secara langsung. Coba simak ketentuan Pasal 58 huruf q yang mensyaratkan calon incumbent harus mengundurkan diri dari jabatannya bila ingin ikut lagi dalam pemilihan kepala daerah. Calon kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah warga Negara Republik Indonesia yang memenuhi syarat: mengundurkan diri sejak pendaftaran bagi kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang masih menduduki jabatannya demikian isi pasal itu.

 

Sehingga, lanjut Susi, kliennya terpaksa mengundurkan diri sebagai Gubernur Lampung terhitung sejak pendaftaran pilkada Lampung tanggal 28 Mei 2008. Sjachroedin memang masih berminat untuk kembali menduduki posisi Gubernur Lampung. Susi menilai pasal ini telah merugikan kliennya. Pasal ini diskriminatif, ujarnya di persidangan MK, Rabu (4/6).

Halaman Selanjutnya:
Tags: