Nasib Advokat Junior Pasca Perpecahan
Berita

Nasib Advokat Junior Pasca Perpecahan

KAI akan menempatkan ujian lebih awal daripada pendidikan khusus. DPN Peradi menilai itu ide usang yang telah rampung perdebatannya.

Oleh:
Rzk/Crd/Ali
Bacaan 2 Menit
Nasib Advokat Junior Pasca Perpecahan
Hukumonline

 

Gading juga menghimbau agar Peradi dan KAI mencapai titik temu. Soal kemungkinan munculnya dua versi kartu advokat, Gading mengatakan aturan mainnya sudah jelas di UU Advokat. UU hanya mengamanatkan satu organisasi yang boleh mengeluarkan ijin dan pelantikan, imbuhnya.

 

Beny Lesmana juga advokat junior, menilai perpecahan yang terjadi menimbulkan ketidakpastian di kalangan advokat junior. Makanya, dia berharap permasalahan ini bisa segera dituntaskan sehingga jelas organisasi mana yang berhak menyandang gelar wadah tunggal. Setelah itu, advokat junior dan generasi di bawahnya bisa kembali bernafas lega, harapnya.

 

Sutejo Saptu Jalu dari Mahendradatta Law Office cenderung tidak peduli terhadap perpecahan yang terjadi. Tejo yang baru memegang izin sementara dari Peradi ini memilih wait and see bagaimana legitimasi dan sepak terjang KAI. Kalau masih lebih baik Peradi, ya (pilih) Peradi, ucapnya serius. Sikap senada juga dipilih Gading dan Beny. Gading berharap organisasi manapun yang akan keluar menjadi pemenang, kartu advokatnya akan tetap berlaku.

 

Gading cs serta mungkin advokat junior lainnya wajar khawatir. Pasalnya, UU Advokat nyatanya memberikan kewenangan yang cukup besar kepada organisasi dalam mengelola advokat junior. Mulai dari pendidikan khusus, ujian, hingga magang semuanya dikoordinir oleh organisasi advokat.

 

Ujian sebelum pendidikan

Peradi, sejak berdiri tahun 2004 sebenarnya telah menjalankan kewenangan-kewenangan itu. Namun sekarang, seiring lahirnya KAI, kewenangan itu berpotensi menjadi barang rebutan. Sekretaris Jenderal (Sekjen) KAI Roberto Hutagalung sesaat setelah dinobatkan sebagai Sekjen, menyatakan bahwa KAI akan menaruh perhatian khusus terhadap advokat-advokat baru.

 

Bagi KAI, advokat baru adalah aset regenerasi yang sangat penting. Oleh karenanya, Roberto mengungkapkan rencana KAI menerapkan proses seleksi yang tidak menyusahkan para calon advokat. Proses yang selama ini dijalankan Peradi memang menjadi sorotan KAI. Wajar saja, karena tidak sedikit pendukung KAI adalah calon advokat yang gagal lulus ujian yang diselenggarakan Peradi.     

 

Presiden KAI Indra Sahnun Lubis mantap menyatakan bahwa kartu Peradi tidak berlaku lagi. KAI akan mengeluarkan kartu seperti PERADI, yang menjamin advokat di seluruh Indonesia untuk beracara di dalam dan luar pengadilan, tegasnya. Prosedur mendapatkannya, Indra menegaskan kembali apa yang disampaikan sang Sekjen. Mudah dan tidak berbelit-belit.

 

KAI bahkan sedikit berinovasi soal tahapan. Indra mengatakan KAI akan mendahulukan ujian daripada pendidikan khusus. Berbeda dengan yang selama ini diterapkan Peradi. Sama seperti masuk polisi, hakim atau jaksa, ujarnya beranalogi.

 

Uniknya, Sekjen DPN Peradi Harry Ponto justru memiliki harapan yang sama dengan para advokat junior. Tolong jangan dijerumuskan advokat muda dalam perseteruan para senior, tukasnya. Harry berharap pihak KAI masih berkenan duduk bersama mencari solusi terbaik. Kalau mau dibenahi, ayo kita benahi bersama profesi kita, bukan dengan membuat perpecahan, tambahnya.

 

Soal rencana KAI mendahulukan ujian dari pendidikan, Harry menilai itu ide usang yang sudah selesai perdebatannya. Dulu keputusan finalnya, PKPA dulu baru ujian. Itu diperdebatkan bagaimana baiknya. Dimasa-masa indah itu, setelah berjalan dicari-cari kesalahannya, jelasnya.

 

UU Advokat walaupun menyinggung keduanya, tidak memperjelas urutan tahapan yang seharusnya. Pasal 2 ayat (1) berbunyi Yang dapat diangkat sebagai Advokat adalah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum dan setelah mengikuti pendidikan khusus profesi Advokat yang dilaksanakan oleh Organisasi Advokat.

Di sela-sela perhelatan Kongres Advokat Indonesia (KAI) 30 Mei lalu, para peserta kongres tiba-tiba dihibur oleh aksi unjuk rasa Ikatan Senat Mahasiswa Hukum Indonesia (ISMAHI). Jumlahnya mungkin tidak sampai seratus orang, tetapi mereka cukup lantang meneriakkan keprihatinan mereka atas perpecahan yang terjadi di tubuh organisasi advokat.

 

Selintas, apa yang terjadi di dunia advokat sepertinya jauh berkaitan dengan kepentingan mahasiswa. Perpecahan memang tidak akan berdampak apa-apa terhadap kegiatan perkuliahan mahasiswa hukum. Tetapi dalam proyeksi jangka panjang, mereka justru akan menjadi pihak yang dirugikan akibat perpecahan. Apalagi, jika mereka memilih profesi advokat sebagai jalan karir kelak.

 

Kondisi sekarang, dimana ada dua organisasi yang saling klaim sebagai wadah tunggal tentunya akan menimbulkan kebingungan di kalangan advokat, tidak terkecuali advokat baru alias junior. Gading Sanyjaya bisa jadi mewakili suara advokat baru. Associate dari kantor advokat Hanafiah Ponggawa & Partners ini mengaku risau atas perpecahan yang terjadi.

 

Nasib saya dan teman-teman yaitu orang-orang yang tidak terlibat, jadi mengambang padahal jumlah kami lebih banyak daripada yang berseteru itu, tutur Gading yang resmi menyandang profesi advokat pada bulan Februari 2007.

 

Dia memandang perseteruan sedikit banyak telah merugikan advokat dalam menjalankan profesinya. Gading, misalnya, suatu waktu pernah direpotkan dengan pertanyaan dari kliennya seputar perseteruan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi)-KAI. Jangan sampai friksi merugikan advokat lain, pintanya. Merasa tidak bisa berbuat banyak, Gading pun hanya berharap perpecahan tidak akan menimbulkan ekses yang lebih buruk bagi advokat lain.

Halaman Selanjutnya:
Tags: