Dalang Aksi Unjuk Rasa Sudah Diintai Sejak Bentrokan di Depan Istana
Berita

Dalang Aksi Unjuk Rasa Sudah Diintai Sejak Bentrokan di Depan Istana

Warning dari intelijen sebenarnya sudah sejak Mei lalu, tapi polisi baru bisa bertindak sekarang. Untuk menangkap Sekjen Komite Bangkit Indonesia, Ferry Joko Juliantono, polisi berkoordinasi dengan polisi Malaysia, imigrasi, dan LO.

Oleh:
Nov
Bacaan 2 Menit
Dalang Aksi Unjuk Rasa Sudah Diintai Sejak Bentrokan di Depan Istana
Hukumonline

 

Saat ini, Ferry masih berada dalam tahanan Bareskrim Mabes Polri. Ia resmi ditahan penyidik sejak tanggal 28 Juni 2008 berdasarkan surat perintah penahanan bernomor SP.Han/29/VI/2008/Dit-I.

 

Untuk keterlibatan Ferry sendiri, masih sebatas aksi unjuk rasa di depan istana (21/5) yang mengatasnamakan Front Rakyat Menggugat (FRM). Ferry dijerat pasal 160, 170 dan atau 187 dan atau 212 dan atau 214 jo. 55 dan 56 KUHP atas aksi unjuk rasa yang berakhir rusuh itu. Polisi masih melakukan pendalaman untuk buktikan Ferry terlibat dalam aksi-aksi lainnya, seperti Unas, UKI, UMB, Mustopo, Atmajaya, dan DPR.

 

Selasa malam (1/7) tepat pukul 19.15 polisi menggeledah sekretariat KBI di Jl Tebet Dalam 8/20. Dari hasil penggeledah tempat yang sering dipakai FRM untuk beraktivitas ini, disita tiga unit PC komputer, bukti transfer dan penarikan uang, dokumen penting lainnya, serta beberapa VCD yang berkaitan dengan Ferry. Abu Bakar tidak mau member tahu detail mengenai bukti transfer dan dokumen penting tersebut. Ya tidak bisa saya jelaskan, katanya. Yang jelas penggeledahan itu dilakukan untuk pengembangan penyidikan karena hasil penyelidikan polisi melansir Ferry juga andil terhadap beberapa aksi demo lainnya.

 

Ferry di dalam tahanan sana awalnya sengaja tidak mau didampingi pengacara. Ia merasa bertanggung jawab walau mengaku sama sekali tidak memerintahkan massa untuk melakukan tindakan anarkis. Kamis (3/7) lalu, Ferry baru menunjuk Chudri Sitompul Cs sebagai tim pengacaranya.

 

Ketika ditemui usai membesuk Ferry (3/7), Chudri mengatakan ada yang janggal dalam penangkapan Ferry. Menurut Chudri, kliennya merasa ada tarik menarik antara polisi dan BIN untuk menangkapnya ketika di bandara. Ferry sama sekali tidak tahu mana yang polisi dan mana yang BIN, padahal yang berwenang menangkap kan polisi. Baru setelah itu, ia mengetahui siapa saja yang polisi dan BIN. Abu Bakar menampik adanya tarik-menarik itu. Ranah polisi dan BIN kan berbeda. Memang ada koordinasi antara BIN dan polisi, tapi yang berwenang menangkap kan polisi, tuturnya.

 

Selain itu, Chudri juga berusaha menyampaikan suara Ferry mengklarifikasi keterlibatannya dalam rentetan aksi unjuk rasa yang berakhir kisruh. Pasalnya, pihak polisi mengatakan kalau Ferry telah memerintahkan seluruh peserta demonstrasi di depan istana (21/5) untuk menjebol pertahanan polisi. Caranya, cara menerobos barikade polisi, sehingga eskalasi memanas dan terjadi bentrokan antara polisi dan pendemo.

 

Lalu, malamnya –menjelang pemerintah mengumumkan kenaikan BBM- Ferry melalui saluran telepon memerintahkan kepada komandan lapangan untuk melakukan dekonsentrasi demontrasi. Para pendemo disuruh kembali ke kampus masing-masing untuk melakukan demo dan membakar ban di sana. Pembakaran ban ini dianggap polisi sudah mengganggu ketertiban umum.

 

Chudri mengatakan kalau Ferry hanya mengetahui adanya aksi tersebut dan tidak mengorganisir massa untuk melakukan tindak kekerasan. Apalagi sebagai penyandang dana, ujarnya. Namun, upaya Ferry menggerakan massa untuk melakukan aksi unjuk rasa menentang kenaikan BBM dinilai sah-sah saja. Walaupun ia tak menyangka aksi penyampaian aspirasi itu malah berakhir rusuh.

 

Menjelang dan setelah kenaikan BBM, kota Jakarta marak dengan aksi unjuk rasa yang berakhir kisruh. Aksi di depan istana tanggal 21 Mei 2008 misalnya. Aksi tersebut berujung bentrok antar polisi dengan pendemo. Lalu Unas (24/5). Berikutnya, unjuk rasa di depan DPR dan Atmajaya (24/6).

 

Intelijen mencium rentetan unjuk rasa ini tidak berjalan sendiri. Ada aktor intelektual yang menggerakan semua kerusuhan ini. Syamsir Siregar Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) pernah menyebut-nyebut nama Ferry Joko Juliantono Sekjen Komite Bangkit Indonesia (KBI). Tapi belum ada tindakan apa-apa. Ferry masih bebas berkeliaran karena polisi juga belum punya cukup bukti.

 

Pihak intelijen sudah mengidentifikasi keterlibatan Ferry sejak bulan Mei. Namun, polisi tidak bisa begitu saja melakukan penangkapan. Ketika itu, kata juru bicara Mabes Polri Abu Bakar Nataprawira (03/7), polisi masih dalam tahap penyelidikan. Proses itu baru ditingkatkan ke penyidikan setelah ada laporan dan keterangan saksi. Kadiv Humas Mabes Polri ini mengatakan ada sepuluh laporan polisi dan beberapa saksi yang mengaku unjuk rasa diorganisir, bahkan didanai oleh Ferry.

 

Ferry ditangkap penyidik Direktorat I Transnasional Bareskrim Mabes Polri di Bandara Soekarno-Hatta (27/6) sekitar pukul 19.25. Saat itu, Ferry baru tiba dari Malaysia dengan menggunakan pesawat Air Asia dengan nomor penerbangan QZ.7601.  Sebenarnya, kepulangan Ferry ke Jakarta ini tidak direncanakan. Ia terpaksa pulang karena distop imigrasi dan LO (Liaison Officer) polisi di Malaysia. Ia yang semula ikut rombongan, tiba-tiba memisahkan diri dan bertolak dari Cina ke Malaysia dengan alasan ingin berobat dulu. Namun, karena di Indonesia Ferry sudah ditetapkan sebagai tersangka, polisi berkoordinasi dengan imigrasi, LO, dan Polisi Diraja Malaysia agar Ferry tidak dibiarkan masuk Malaysia dan segera kembali ke Indonesia. Penyidik yang menunggu di Bandara Soekarno-Hatta langsung menangkap Ferry dengan Surat Perintah Penangkapan bernomor SP.Kap/32/VI/2008/Dit-I.

Halaman Selanjutnya:
Tags: