Abaikan Fakta Hukum, Hakim PHI Dilaporkan ke KY
Kasus Bank Mandiri:

Abaikan Fakta Hukum, Hakim PHI Dilaporkan ke KY

Selain mengabaikan fakta hukum, majelis hakim juga dinilai diskriminatif. Hakim membolehkan kesalahan ketik yang dilakukan Bank Mandiri. Biasanya, jika buruh yang melakukannya, hakim bersikap tegas.

Oleh:
IHW
Bacaan 2 Menit
Abaikan Fakta Hukum, Hakim PHI Dilaporkan ke KY
Hukumonline

 

Dalam praktik peradilan perdata, kuasa hukum tergugat biasanya akan langsung mengajukan eksepsi error in persona, jika ada kesalahan terkait identitas formal si tergugat. Hal itu sebenarnya juga sudah dilakukan Timboel di dalam eksepsinya. Tapi apa lacur, hakim tidak terlalu mempersoalkannya. Ini namanya diskriminatif. Kalau gugatan buruh salah ketik, di-NO (niet ontvankelijk atau tidak diterima hakim, red). Tapi dalam kasus ini, hakim cuma membolehkan pengusaha salah ketik.

 

Selain masalah salah ketik nama, Timboel juga menyoroti mengenai perbedaan tanggal dan nomor yang tertera dalam surat kuasa dengan yang terdapat dalam gugatan. Bagi Timboel, kesalahan itu adalah masalah mendasar yang sepatutnya dipertimbangkan hakim. Namun, hakim kembali mengabaikan permasalahan itu.

 

Kesalahan majelis hakim, lanjut Timboel, tidak hanya pada masalah formalitas gugatan saja. Menurutnya, hakim juga mengabaikan fakta hukum di persidangan yang terkait dengan pokok perkara.

 

Ia merujuk pada salah satu keterangan saksi Erman Rahman. Erman adalah atasan langsung Viddi di Bank Mandiri. Di dalam persidangan, Erman menunjukkan bagaimana dedikasi dan loyalitas Viddi terhadap Bank Mandiri. Bu Viddi tidak pernah melakukan pelanggaran selama bekerja. Sebaliknya, saksi Erman malah menunjukkan bahwa bu Viddi adalah karyawan yang memiliki prestasi kerja yang luar biasa.

 

Rita Olivia Tambunan, Sekretaris Eksekutif Trade Union Right Centre (TURC), angkat bicara mengenai putusan hakim. Ia khawatir putusan ini akan dijadikan rujukan bagi majelis hakim yang lain dalam menangani perkara serupa. Kalau sudah begitu, akan sangat mengancam kebebasan buruh untuk berserikat, cetusnya.

 

Bagi Rita, putusan hakim dalam perkara ini semakin membuktikan bahwa Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) tak lain hanya corong undang-undang. Dengan berpedoman pada hukum acara perdata yang kaku, PHI semakin terjebak hanya pada masalah legal formal. Alhasil jangankan menemukan hukum, menafsirkan hukum saja hakim tidak berani melakukannya.

 

Dalam kasus ini, lanjut Rita, hakim terlalu kaku membaca PKB dan PDP yang berlaku di Bank Mandiri. Soal tuntutan penggantian direksi Bank Mandiri yang digelontorkan SPBM seharusnya jangan dilihat sebagai bentuk intervensi SPBM terhadap manajemen. Tapi lebih pada akumulasi kekecewaan SPBM atas kebijakan direksi yang berhubungan langsung dengan kesejahteraan pegawai. Nah, harusnya hakim bisa menganalisa hingga kesitu.

 

Sudah sesuai

Ditemui di ruang kerjanya, Kamis (24/7), Heru Pramono, mengaku tidak mau ambil pusing atas langkah Viddi. Silakan saja kalau mereka melaporkan kami ke KY. Tapi menurut kami, seandainya mereka tidak puas dengan putusan kami, seharusnya mereka menempuh upaya hukum kasasi yang sudah diatur dalam undang-undang.

 

Tidak bermaksud mengomentari putusannya sendiri, Heru menyatakan majelis hakim sudah sesuai menerapkan hukum dalam perkara itu. Ia membantah dirinya cenderung permisif atas kesalahan pengetikan nama Viddi dalam gugatan. Kuasa hukum tergugat sudah menyampaikan keberatannya dalam eksepsi. Kami juga sudah mempertimbangkannya.

 

Lebih dari itu, Heru menyayangkan sikap kuasa hukum Viddi atas laporan ke KY tersebut. Kalau setiap pihak yang kalah mengadu ke KY, akan berapa banyak KY menangani aduan itu? Karena mau tidak mau, PHI akan memutuskan siapa yang menang, siapa yang kalah. Kecuali kalau ada perdamaian ya, selorohnya.

 

Setali tiga uang, Rita pun menyesalkan sikap kuasa hukum Viddi yang terkesan reaktif. Menurutku, laporan ke KY itu cuma ekspresi ketidakpuasan mereka saja, sergahnya. Bagi Rita, yang terpenting bukanlah menyerang individu hakim yang menangani perkara. Melainkan sistem kaku yang ada di PHI. Dengan kondisi seperti sekarang, kalau buruh mengharapkan keadilan dari PHI, itu cuma mitos.

Tidak perlu menunggu lebih dari 24 jam bagi Mirisnu Viddiana, yang akrab disapa Viddi, untuk memutuskan sikap terhadap putusan hakim PHI Jakarta yang dibacakan pada Selasa (22/7) lalu. Melalui kuasa hukumnya, Viddi langsung menyatakan kasasi.

 

Majelis hakim yang diketuai Heru Pramono, beranggotakan Dudi Hidayat dan Juanda Pangaribuan, memutuskan hubungan kerja (PHK) antara Viddi dan PT Bank Mandiri Tbk sejak putusan dibacakan. Viddi, sebagai Ketua Serikat Pegawai Bank Mandiri (SPBM) dinilai bertanggung jawab atas aksi unjuk rasa SPBM pada hari Sabtu, 4 Agustus 2007. Pihak manajemen berdalih, aksi demonstrasi itu telah menjatuhkan citra dan nama baik perusahaan. Sanksi atas perbuatan itu berdasarkan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan Peraturan Disiplin Pegawai (PDP) adalah PHK. Majelis hakim mengamini dalil manajemen.

 

Ternyata pilihan untuk menempuh upaya hukum ke Mahkamah Agung itu belum cukup bagi Viddi. Lewat kuasa hukumnya dari Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Viddi melayangkan 'surat cinta' ke Komisi Yudisial (KY). Jika sudah menyangkut KY, sudah bisa ditebak apa isi surat Viddi. Yakni meminta agar KY memeriksa majelis hakim yang memutus perkaranya.

 

Timboel Siregar, salah seorang kuasa hukum Viddi, menyatakan adanya kejanggalan dalam putusan hakim. Salah satunya mengenai sikap diskriminatif yang ditunjukkan majelis hakim ketika menyepelekan kesalahan pengetikan nama Viddi di dalam gugatan Bank Mandiri.

Tags: