Lebih Dari 1.240 Caleg Pemilu 2009 Bergelar Sarjana Hukum
Utama

Lebih Dari 1.240 Caleg Pemilu 2009 Bergelar Sarjana Hukum

Proses legislasi tak selalu bertumpu pada anggota Dewan bertitel sarjana hukum. Idealnya anggota Dewan tidak mengerjakan hal-hal teknis.

Oleh:
Mys/CRF
Bacaan 2 Menit
Lebih Dari 1.240 Caleg Pemilu 2009 Bergelar Sarjana Hukum
Hukumonline

 

Yang paling banyak mengirimkan calon adalah Partai Demokrat, dengan 673 orang calon. Disusul kemudian Partai Golkar dengan 644 caleg, dan PDI Perjuangan dengan 635 caleg. Pendatang baru, Partai Hanura, juga terbilang percaya diri karena mengajukan 606 caleg. Jumlah caleg paling sedikit adalah 50 orang, diajukan Partai Penegak Demokrasi Indonesia.

 

Dari jumlah 11.868 caleg tersebut tercatat tidak kurang dari 1.240 orang bergelar sarjana hukum dan sarjana hukum Islam. Perhitungan jumlah caleg bergelar SH tersebut memang dilakukan secara manual pada DCS yang dipublikasikan KPU di sebuah media. Jumlah caleg berlatar belakang ilmu hukum bisa dipastikan lebih dari 1.240 karena dari pengamatan sekilas ada beberapa caleg yang tak menggunakan gelar SH di belakang namanya. Yusron Ihza, misalnya. Gelar yang tercantum pada bagian akhir caleg PBB nomor urut 1 daerah pemilihan Bangka Belitung itu adalah LL.M, meskipun yang bersangkutan bergelar SH.

 

Ada pula yang sama sekali tak mencantumkan gelar meski diketahui caleg tersebut bergelar SH. Misalnya Hanan Suharto, caleg Partai Damai Sejahtera (PDS) nomor urut 1 untuk daerah pemilihan Jakarta II. Ia prnah tercatat menjadi kuasa hukum Ruyandi Hutasoit ketika mengajukan permohonan judicial review UU Perlindungan Anak ke Mahkamah Konstitusi tiga tahun silam. Pada DCS yang dipublikasikan KPU, ia sama sekali tak mencantumkan gelar.

 

Tabel

Jumlah Calon Anggota Legislatif Bergelar SH dan SHI

Pada DCS Pemilu 2009*)

 

No. Urut

Nama Partai

Jumlah

1

Hanura

104

2

Karya Peduli Bangsa

17

3

Pengusaha dan Pekerja Indonesia

20

4

Peduli Rakyat Nasional

27

5

Gerakan Indonesia Raya (Gerindra)

36

6

Barisan Nasional

39

7

Keadilan dan Persatuan Indonesia

25

8

Keadilan Sejahtera (PKS)

17

9

Amanat Nasional (PAN)

67

10

Perjuangan Indonesia Baru

8

11

Kedaulatan Rakyat

36

12

Persatuan Daerah

13

13

Kebangkitan Bangsa (PKB)

38

14

Pemuda Indonesia

22

15

Nasional Indonesia Marhaenisme

11

16

Demokrasi Pembaruan (PDP)

55

17

Karya Pembangunan

16

18

Matahari Bangsa

15

19

Penegak Demokrasi Indonesia

3

20

Demokrasi Kebangsaan

25

21

Republika Nusantara

30

22

Pelopor

12

23

Golkar

83

24

Damai Sejahtera

3

25

Persatuan Pembangunan (PPP)

62

26

Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia

22

27

Bulan Bintang

49

28

Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)

103

29

Bintang Reformasi (PBR)

28

30

Patriot

19

31

Demokrat

90

32

Kasih Demokrasi Indonesia

21

33

Indonesia Sejahtera

31

34

Kebangkitan Nasional Ulama

46

35

Merdeka

6

36

Persatuan Nahdlatul Ulama

3

37

Serikat Indonesia

8

38

Buruh

30

 

Catatan: *) Dihitung secara manual berdasarkan DCS yang dipublikasikan KPU melalui harian Republika, 7 Oktober 2008.

 

Para caleg berlatar belakang ilmu hukum itu –kalau mereka terpilih—sebenarnya menjadi penting dalam upaya meningkatkan kualitas legislasi. Hal itu diakui sendiri anggota Komisi Hukum DPR, Mutammimul ‘Ula. Menurut dia, anggota DPR berlatar belakang ilmu hukum diasumsikan lebih memahami mekanisme dan tata cara pembentukan perundang-undangan. Untuk membuktikan asumsi tersebut memang perlu dilakukan penelitian. Tetapi pada umumnya, yang punya latar belakang sarjana hukum lebih siap secara teknis untuk memahami tugas-tugas legislasi, ujarnya kepada hukumonline.

 

Namun, peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Erni Setyowati, berpendapat bahwa latar belakang keilmuan bukan satu-satunya faktor yang menentukan kualitas legislasi DPR. Faktor lain yang tak kalah penting adalah sistem yang melingkupi, kualitas pribadi anggota, staf pendukung hingga sarana dan prasarana yang dipakai dalam proses legislasi. Terkait dengan kualitas anggota, ujar Erni, idealnya anggota Dewan tidak melakukan kerja-kerja teknis dalam pembahasan di DPR. Mereka hanya perlu membahas hal-hal yang sifatnya  politis dalam penentuan kebijakan.

 

Dalam konteks ideal seperti ini, maka latar belakang pendidikan anggota DPR tidak terlalu berpengaruh. Mereka dapat mengandalkan staf untuk terus memback up dengan informasi terkait dengan rancangan undang-undang yang tengah mereka bahas, ujarnya.

 

Meskipun demikian, menurut Erni, dalam kondisi DPR sekarang dimana dukungan staf dan sistem belum terlalu baik, latar belakang anggota DPR menjadi berpengaruh. Berdasarkan pengamatan PSHK terhadap sidang-sidang DPR selama ini, anggota Dewan berlatar belakang hukum lebih menguasi teknis pembahasan RUU dibanding yang lain. Paling tidak mereka sudah cukup mengerti tentang konteks RUU yang mereka bahas dengan sistem hukum secara luas.

 

Praktiknya, pembahasan RUU di DPR tidak selalu bertumpu pada anggota Dewan berlatar belakang hukum. Apalagai kalau sudah menyangkut RUU bidang teknis perekonomian, pertanian, atau perbankan. Kalau sudah menyangkut harmonisasi misalnya, Mutammimul ‘Ula percaya yang sangat menentukan adalah pengalaman seorang anggota Dewan.

 

Setelah terpilih menjadi anggota DPR, para sarjana hukum biasanya memilih Komisi III (yang membidang hukum) sebagai tempat berlabuh. Mayoritas anggota Komisi III yang ada sekarang tercatat bergelar sarjana hukum. Tetapi bukan berarti di komisi lain tidak ada. Menurut Erni Setyowati, sebaiknya anggota Dewan berlatar belakang SH disebar ke semua komisi agar kualitas pembentukan perundang-undangan merata.

 

Sesuai dengan statusnya sebagai DCS, nama-nama tersebut belum tetap. Jadi, sangat mungkin ada perubahan. Apalagi terungkap ada caleg ganda, dalam arti satu orang calon terdaftar di dua daerah pemilihan. Misalnya nama Indra Sahnun Lubis, yang tercatat sebagai caleg Partai Hanura di daerah pemilihan Jatim IV nomor urut 2 serta di Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) daerah pemilihan Riau I nomor urut 1. Direktur Eksekutif Cetro, Hadar N. Gumay, meminta agar KPU langsung mencoret caleg ganda seperti ini. Tetapi anggota KPU Endang Sulastri menegaskan bahwa KPU masih harus menunggu klarifikasi dari parpol yang mencalonkan.

 

Siapa saja yang pasti maju menuju Pemilu 2009 akan ditentukan pada akhir Oktober ini ketika KPU mengumumkan Daftar Calon Tetap (DCT).

 

 

Pintu bagi masyarakat untuk memberikan masukan atas calon anggota legislatif sudah ditutup. Komisi Pemilihan Umum (KPU) memang sempat memperpanjang waktu bagi masyarakat, dari 10 Oktober hingga 14 Oktober lalu. Tetapi jumlah masukan dari masyarakat tetap tidak naik secara signifikan. Badan Pengawas Pemilu hanya menerima 93 laporan. Dari laporan itu, ada sekitar 44 orang calon anggota legislastif DPR dan 8 orang calon anggota DPD dilaporkan pernah lakukan pelanggaran.

 

Dari laporan yang masuk, terungkap ada calon yang masih berstatus pegawai negeri sipil, ada dugaan ijazah palsu, ada pula legislator ganda (terdaftar di dua partai sekaligus), dan calon yang pernah dihukum pengadilan. Salah satu yang memberikan laporan adalah Koalisi Gerakan Antipolitikus Busuk.

 

Tetapi apalah arti 93 laporan dibanding jumlah calon anggota legislatif (caleg) yang tercatat dalam Daftar Calon Sementara (DCS)? Berdasarkan pengumuman KPU, jumlah caleg sementara yang akan bertarung pada Pemilu 2009 mencapai 11.868 orang. Mereka berasal dari 77 daerah pemilihan di 33 provinsi. Mereka akan memperebutkan 560 kursi DPR.

Tags: