Demo Anti BBM Berujung ke Meja Hijau
Berita

Demo Anti BBM Berujung ke Meja Hijau

Dituding sebagai otak dari kerusuhan demontrasi penolakan BBM Mei lalu, Ferry Joko Juliantoro didakwa dengan delapan dakwaan berlapis.

Oleh:
Mon
Bacaan 2 Menit
Demo Anti BBM Berujung ke Meja Hijau
Hukumonline

 

Ferry juga dituding sebagai penghasut di balik demontrasi mahasiswa di berbagai kampus untuk menentang kenaikan harga BBM. Demontrasi itu antara lain digelar di Universitas Mercu Buana, Universitas Nasional (Unas), Universitas Kristen Indonesia, Universitas Moestopo. Demo digelar setelah Ferry mengadakan evaluasi dan menelepon alumnus-alumnus aktivis kampus, yaitu Andriyanto dari Unas, Ahmad Fahrudin dari Universitas Moestopo, dan Sangap dari UKI. Ferry menyatakan demonstrasi dan penumpukan massa di satu titik sudah maksimal dan tidak efektif

 

Sayang, tiap aksi yang digelar mahasiswa itu semuanya berlangsung ricuh. Demonstrasi di Mercu Buana pada 21 Mei masih tergolong ‘aman', pendemo hanya menyandera mobil tangki BBM sebagai simbol perlawanan. Dua hari berselang, demontrasi di Unas dan Universitas Kristen Indonesia, demonstrasi berujung bentrokan antara mahasiswa dan polisi. Mahasiswa dituding melakukan penyerangan dengan batu, botol dan bom molotov. Salah satu pendemo, Maftuh mahasiswa Sastra Inggris Unas bahkan harus meregang nyawa. Anton Siagian, polisi yang menjadi korban, hanya menderita luka. 

 

Sementara, unjuk rasa di Universitas Moestopo dilakukan dengan melakukan penghadangan terhadap kendaraan berplat merah. Kendaraan tersebut kemudian dipiloks bertuliskan Tolak Kenaikan BBM. Seorang polisi yang bertugas memantau, Henryco Manurung juga menjadi bulan-bulanan. Aksi penyerangan terhadap Henryco juga bermuara ke meja hijau. Rabu kemarin, PN Jakarta Selatan menjatuhkan vonis dua tahun penjara kepada John Irvan, mahasiswa yang didakwa memukul Henryco.

 

Penyerangan itu dinilai mengakibatkan penyakit dan menyebabkan polisi terhalang untuk menjalankan tugas. Karena itulah, dilapis ketiga, kelima dan keenam, Ferry dibidik dengan Pasal 214 ayat (2) ke-1 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP. Penghasutan Ferry yang menggerakan penyerangan juga dinilai bertentangan dengan Pasal 212 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP.

 

Di lapis ketujuh, Ferry dijerat dengan Pasal 170 ayat (2) ke-1 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP lantaran demontrasi di gedung DPR berakhir rusuh. Masa melakukan tindakan anarkis dengan cara mendorong dan merobohkan pagar besi halaman gedung DPR – MPR. Walhasil, pagar tersebut tumbang dan rusak sehingga tidak bisa dipakai lagi. Setelah bentrokan, sebagian massa bergerak ke Universitas Atmajaya. Disitulah masa membakar mobil Toyota Avanza milik Kementrian Negara Riset dan Teknologi yang sedang melintas. Ferry lagi-lagi dituding sebagai penghasut kerusuhan dan dianggap melanggar Pasal 187 ke-1 jo Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP.

 

Penasihat hukum terdakwa, Sirra Prayuna menyatakan persidangan Ferry sebagai bentuk penghalangan kebebasan berekspresi dan berpendapat. Banyaknya dakwaan menunjukan jaksa tidak yakin dengan konstruksi perbuatan yang dilakukan terdakwa, ujarnya usai bersidang. Pasal yang dibidik, kata Sira, merupakan pernjelmaan pasal hatzai artikelen.

 

Persidangan ini hanya akal-akalan untuk memuaskan birahi penguasa, ujarnya. Menurutnya, di era demokrasi pemerintah seharusnya menghargai perbedaan sikap politis sesorang. Apalagi, demontrasi yang dilakukan tidak mengada-ada. Demontrasi dilakukan berdasarkan logika yang benar. Terbukti kan sekarang harga BBM diturunkan, ujar Sira.

Aksi penolakan BBM yang berlangsung ricuh Mei lalu berujung ke meja hijau. Ferry Joko Juliantono, Ketua Umum Dewan Tani Indonesia yang juga Sekretaris Jenderal Komis Bangkit Indonesia dituding sebagai aktor di balik kerusuhan itu. Setelah ditahan hampir lima bulan, persidangan Ferry digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (19/11) kemarin.

 

Ferry dibidik dengan delapan dakwaan berlapis. Mulai dari pasal penghasutan, hingga melakukan tindak kekerasan. Pasal 160 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP saja dibidik untuk dua perbuatan. Dalam dakwaan pertama, konstruksi kesalahan Ferry dicomot dari pernyataan Ferry dalam rapat aksi penolakan kenaikan BBM di Wisma Perkumpulan Keluarga Berencana pada 24 April 2008. Dalam pertemuan yang dihadiri mahasiswa dan aktivis pergerakan itu, Ferry mengundang peserta rapat untuk hadir kembali dalam rapat perencanaan aksi pada Mei 2008.

 

Di lapis kedua, Ferry didakwa dengan pasal yang sama lantaran menghasut pendemo dari Front Rakyat Menggugat untuk agar pendemo mendobrak brikade polisi jika polisi menghalang-halangi unjuk rasa di depan Istana Negara pada 21 Mei 2008. Pernyataan itu dianggap sebagai penggerak pengunjuk rasa untuk melakukan penyerangan barikade polisi dengan bambu yang disiapkan sebelumnya.

 

Akibat kericuhan itu beberapa anggota polisi terluka. Candra Gultom, anggota Brimob Polda Metro Jaya merupakan salah satu korban. Dari hasil visum, Candra mengalami memar dan luka lecet yang disebabkan kekerasan benda tumpul dan benda tajam.

Halaman Selanjutnya:
Tags: