Dihukum Membayar Upah Pekerja, Perusahaan Ajukan Perlawanan Terhadap Putusan Verstek
Berita

Dihukum Membayar Upah Pekerja, Perusahaan Ajukan Perlawanan Terhadap Putusan Verstek

Lewat putusan verstek, Pengadilan menghukum PT Istana Magnoliatama tetap membayar upah sesuai undang-undang. Perusahaan mengajukan perlawanan.

Oleh:
IHW
Bacaan 2 Menit
Dihukum Membayar Upah Pekerja, Perusahaan Ajukan Perlawanan Terhadap Putusan Verstek
Hukumonline

 

Serikat Buruh Karya Utama merasa masih punya hak sepanjang belum ada keputusan dari pengadilan yang menyatakan putus hubungan kerja. Mereka memilih bertahan di pabrik. Menjaga aset perusahaan agar tak digondol keluar pabrik. Aset perusahaan seperti mesin dan bahan baku ‘disita' buruh sampai hak mereka terbayarkan.

 

Berbagai kisah muncul saat Serikat Buruh bertahan di pabrik. Mulai dari penyekapan yang dilakukan petugas keamanan pabrik, hingga intimidasi sejumlah preman. Tapi hal itu tidak menggoyahkan semangat serikat buruh untuk bertahan. Singkat cerita, perselisihan Serikat Buruh dengan manajemen bergulir ke Sudinakertrans Jakarta Utara. Pegawai mediator mengeluarkan anjuran yang menyuruh perusahaan tetap membayar upah pekerja. Karena perusahaan tetap mengabaikan anjuran, Serikat Buruh melayangkan gugatan ke PHI Jakarta. Gugatan pekerja dipecah ke dalam dua berkas.

 

Di persidangan perusahaan sebagai tergugat tak kunjung datang atau mengirim kuasa hukum. Alhasil, hakim memutus perkara secara verstek dengan mengabulkan sebagian gugatan pada Agustus dan Oktober 2008. Intinya, hakim menyatakan hubungan kerja penggugat dengan tergugat masih ada. Sehingga perusahaan tetap berkewajiban membayar gaji.

 

Panggilan tak sampai

Putusan hakim yang mengabulkan sebagian gugatan penggugat ternyata bukan babak akhir dari perselisihan. Di kemudian hari perusahaan melayangkan verzet. Intinya, meminta pembatalan dua putusan hakim.

 

Mengenai ketidakhadiran perusahaan di dalam persidangan gugatan, perusahaan memiliki dalih sendiri. Surat panggilan tidak pernah sampai ke tangan kami, kata M. Daud Herman, kuasa hukum perusahaan, Kamis (20/11).

 

Untuk tiap gugatan, pengadilan sudah memanggil perusahaan secara patut selama tiga kali. Tapi perusahaan atau yang mewakili tidak pernah hadir di persidangan. Herman kembali memiliki argumentasi. Ini yang saya heran. Mengapa surat panggilan sidang tidak sampai ke tangan kami sementara salinan putusan bisa sampai? Ada apa ini? ungkap Herman.

 

Lebih jauh Herman menyesalkan amar putusan hakim yang memerintahkan perusahaan untuk tetap membayar pekerja. Menurut dia, faktanya perusahaan tak pernah beroperasi lagi sejak ditutup pada Juli 2007. Mau dibayar bagaimana? Tidak ada lagi aktivitas pekerjaan sejak perusahaan tutup. Tidak ada lagi pemasukan buat perusahaan. Terus mau dibayar pakai apa?

 

Dioperasikan Pekerja

Secara formal para pekerja memang belum memenangkan haknya. Tapi itu tak membuat Serikat Buruh meninggalkan pabrik. Sebaliknya. Mereka memutar otak agar bertahan hidup namun sambil tetap konsisten memperjuangkan haknya.

 

Kiswoyo, Ketua Serikat Buruh Karya Utama PT Istana Magnoliatama menuturkan, para pekerja yang lain sempat bekerja serabutan demi menyambung hidup. Tapi kami tetap menduduki pabrik.

 

Pada Agustus 2008, Serikat Buruh ini membuat terobosan. Secara kolektif mereka memutuskan untuk ‘mengoperasikan' kembali perusahaan. Mereka mendata aset perusahaan yang masih bisa digunakan. Setelah itu, mereka kembali menjalankan kegiatan produksi seperti biasa. Selain memproduksi, kami juga yang menjualnya. Hasilnya memang belum seberapa. Tapi lumayan lah buat dapur ngepul.

 

Pihak perusahaan mengetahui aktivitas Serikat Buruh ini. Ya, mau diapakan lagi. Toh sebenarnya semua aset perusahaan seperti tanah, bangunan dan mesin, setahu saya sudah menjadi jaminan di beberapa Bank. Kalau belum dilelang Bank, terus bisa membantu kesejahteraan anak-anak (para pekerja, red), ya silakan saja, pungkasnya.

 

Selangkah lagi Serikat Buruh Karya Utama PT Istana Magnoliatama menikmati kemenangan yang mereka peroleh dari Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta. Majelis hakim mengabulkan dua berkas gugatan yang mereka ajukan. Intinya, perusahaan dihukum membayar kekurangan upah sejak 2007 hingga Juli 2008.

 

Sayang, harapan serikat buruh yang terafiliasi dengan Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) ini pupus. Pada ‘menit-menit terakhir', perusahaan mengajukan perlawanan alias verzet. Maklum. Majelis hakim memutus dua perkara yang diajukan pekerja dengan ketidakhadiran pihak pengusaha. Putusan macam ini lazim dikenal dengan putusan verstek.

 

Perselisihan antara Serikat Buruh dengan perusahaan bermula ketika pada Juli 2007, perusahaan mendadak menawarkan pekerja untuk mengundurkan diri. Perusahaan hanya menawarkan uang pisah ditambah dengan dengan 2,5 bulan upah. Padahal rata-rata pekerja yang ditawarkan mengundurkan diri itu sudah bekerja lebih dari 20 tahun. Tepat pada 25 Juli 2007, manajemen menutup perusahaan.

 

Para pekerja menolak tawaran perusahaan. Mereka tidak mau menandatangani formulir pengunduran diri. Sehari setelah penutupan perusahaan, manajemen meninggalkan pabrik yang berlokasi di bilangan Kapuk, Jakarta Utara. Para pekerja bingun soal upah mereka yang belum dibayarkan.

Halaman Selanjutnya:
Tags: