Kantor Adnan Buyung Digugat Mantan Kliennya
Utama

Kantor Adnan Buyung Digugat Mantan Kliennya

Lantaran memutus perjanjian jasa hukum sepihak, kantor hukum Adnan Buyung Nasution & Partners digugat Hagus Suanto, eks kliennya. Hagus menuntut ganti rugi material sebesar Rp5,65 miliar.

Oleh:
Mon/IHW
Bacaan 2 Menit
Kantor Adnan Buyung Digugat Mantan Kliennya
Hukumonline

 

Hagus menolak usulan itu. Ia tetap memilih jalur litigasi untuk menuntaskan kasusnya. Melalui suratnya, Hagus menuntut kepastian penyelesaian permasalahan kasusnya sesuai dengan perjanjian. Yakni, mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ke Citibank. Hagus meradang terhadap Citibank lantaran bank multinasional itu menagih biaya materai di tiap tagihan kartu kredit, plus bunganya. Menurut Hagus, bea materai bukan kewajiban nasabah, melainkan kewajiban dan tanggung jawab Citibank.

 

Pertengahan Juli 2008, Eri mengirimkan surat ke Hagus yang berisi penghentian penanganan kasus. Hal itu disebabkan perbedaan pendapat antara kliien dan advokat. Dasar hukum penghentian itu mengacu pada pasl 8 huruf g Kode etik Advokat. Pada saat yang sama, Eri juga mundur dari kantor Adnan Buyung & Partners terhitung sejak 18 Juli 2008.

 

Hagus menilai pengakhiran perjanjian secara sepihak merupakan perbuatan melawan hukum. Sebab bertentangan dengan kepatutan dan kewajiban hukum para tergugat yang tidak menangani kasus Hagus. Dalam gugatannya, Hagus menuntut ganti rugi material sebesar Rp5,650 miliar dan immateriil Rp25 miliar.

 

Akibat kasusnya menggantung, Hagus akhirnya melayangkan sendiri gugatan ke Citibank ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Persidangan perkaranya sudah memasuki tahap jawaban dari Citibank setelah sebelumnya gagal mediasi.

 

Nugrahaningrum, partner dari kantor hukum Adnan Buyung Nasution & Partners belum mau komentar atas gugatan ini. Sejauh ini kami belum menerima relaas panggilan dari pengadilan, kata dia lewat telepon, Senin (19/01). 

 

Demikian juga dengan Eri (tergugat II) yang mengaku belum mengetahui gugatan kepada dirinya. Saya belum bisa berkomentar, harus baca gugatannya dulu, ujarnya. Senada, Adnan Buyung juga enggan berkomentar. Itu urusan kantor, sudah saya serahkan ke manajemen, ujarnya. Menurutnya, setiap orang berhak mengajukan gugatan. Benar atau tidaknya dalil gugatan tergantung pembuktian di pengadilan.

 

Tak Bisa Sepihak

Pakar Hukum Perdata Universitas Islam Yogyakarta, Ridwan Khairandy, menyatakan pada prinsipnya kontrak antara advokat-klien sama dengan perjanjian pada umumnya yang dikenal dalam hukum perdata. Sehingga secara umum juga berlaku asas hukum perdata yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, ujarnya kepada hukumonline lewat telepon.

 

Syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, kata Ridwan, juga berlaku dalam kontrak advokat-klien. Persyaratan yang umum harus merujuk kesana, jelasnya.

 

Jika sudah memenuhi syarat sahnya perjanjian, masih menurut Ridwan, maka kontrak advokat-klien bisa mengatur hal lain yang lebih spesifik. Misalkan mengenai honorarium. Bila disepakati, maka kontrak itu akan mengikat advokat-klien sebagai Undang-Undang. Ini sesuai dengan Pasal 1338 KUHPerdata tentang kebebasan berkontrak dan asas hukum yang menyatakan ketentuan lebih khusus mengenyampingkan ketentuan yang umum.

 

Tindakan advokat yang membatalkan kontrak secara sepihak dengan dalih Pasal 8 huruf g Kode Etik Advokat Indonesia, kata Ridwan, tak dapat dibenarkan. Menurut saya, kode etik tidak lebih kuat dari hukum.

 

Lebih jauh Ridwan membedakan antara kode etik dengan norma kepatutan dan kesusilaan. Kode etik hanya mengikat mereka yang memiliki profesi tertentu, dalam hal ini advokat, terangnya. Sedangkan norma kepatutan dan kesusilaan—sebagai salah satu alasan yang dapat mengakibatkan perjanjian batal demi hukum jika tak dipenuhi— mengikat semua orang tanpa memandang jenis profesi.

 

Jika advokat berkeinginan mundur dari kasus kliennya, lanjut Ridwan, harus dilakukan dengan persetujuan kliennya. Kalau tidak tercapai kesepakatan, si advokat harus mengajukan pembatalan kontrak ke pengadilan, pungkasnya.

 

Berdasarkan catatan hukumonline, ini bukan kali pertama advokat digugat mantan kliennya. Kantor hukum Hadiputranto Hadinoto & Partners (HHP) juga pernah digugat sang klien lantaran dianggap melakukan ‘malpraktik' pada 2001 silam. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mengadili perkara ini pada akhirnya memutuskan HHP tak bersalah.

Kantor Hukum Adnan Buyung Nasution & Partners digugat mantan kliennya, Hagus Suanto. Gugatan dilayangkan lantaran kantor hukum itu memutus perjanjian jasa hukum secara sepihak. Hagus melayangkan gugatan itu ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan awal Januari 2009.

 

Dalam gugatannya Hagus juga menyasar Eri Hertiawan sebagai tergugat II dan Adnan Buyung Nasution sebagai tergugat III. Citibank dan Bank Indonesia juga ditarik sebagai turut tergugat I dan II.

 

Hagus menilai tindakan pemutusan perjanjian sepihak itu merupakan perbuatan melawan hukum. Sebab dalam perjanjian 2 Oktober 2007 disebutkan firma hukum itu wajib menyelesaikan permasalahan hukum Hagus. Hagus sendiri sudah membayar biaya jasa hukum Rp10 juta. Perjanjian itu dilanjutkan dengan penandatangan surat kuasa khusus tertanggal 20 November 2007 antara Hagus dengan Eri Hertiawan, salah satu pengacara di kantor tersebut.

 

Setelah penandatangan perjanjian, Hagus beberapa kali mengadakan pertemuan dengan kuasa hukumnya di kantor Adnan Buyung. Namun rencana untuk mengajukan gugatan ke Citibank tetap tertunda. Rencana terakhir, gugatan akan diajukan pada awal Januari 2008. Ujungnya, tetap tidak teralisasi.

 

Hingga pada 9 Januari 2008, Eri menyampaikan usulan dari Adnan Buyung yang intinya agar Hagus melakukan mediasi dengan Citibank. Tidak perlu mengajukan gugatan. Sebab dasar hukum kasus Hagus lemah sehingga buang waktu jika ‘bertarung' di pengadilan.

Halaman Selanjutnya:
Tags: