Besar Peluang Sengketa Antar Caleg dalam Satu Partai
Berita

Besar Peluang Sengketa Antar Caleg dalam Satu Partai

Konflik bisa dipicu lantaran penetapan caleg terpilih tak lagi berdasarkan nomor urut, melainkan melalui suara terbanyak dan affirmative action. Mahkamah Konstitusi diminta bertanggung jawab menyelesaikan konflik ini.

Oleh:
CR-4
Bacaan 2 Menit
Besar Peluang Sengketa Antar Caleg dalam Satu Partai
Hukumonline

 

Hal senada diungkapkan anggota KPU I Gusti Putu Artha. Menurut Putu, sengketa antar caleg dalam satu partai bisa terjadi karena MK hanya membatalkan pasal tentang penetapan calon terpilih. Sementara pasal tentang keterwakilan kaum perempuan tetap berlaku. Padahal, kata Putu, pasal-pasal itu saling berkaitan.

 

Oleh karena itu, Irman memprediksi MK akan kebanjiran perkara pasca pemilu. Selain sengketa hasil pemilihan suara, tentunya juga perkara gugat-menggugat antar caleg dalam satu partai. Yang harus bertanggung jawab adalah MK, karena MK lah yang membuka suara terbanyak ini, katanya dalam sebuah diskusi di Jakarta, Jumat (6/2).

 

Lebih jauh Irman mengharapkan MK mampu menyelesaikan perkara itu dengan cepat dan baik oleh MK. Jangan  nantinya MK memberikan alasan MK sibuk, ujar Irman, Ini bisa berbahaya.

 

Serahkan pada Perppu

Anggota KPU I Gusti Putu Artha berpendapat bahwa secara otomatis ketentuan mengenai keterwakilan perempuan dalam UU Pemilu Legislatif tak lagi berlaku setelah putusan MK. Oleh karenanya, ia berharap agar pemerintah segera membentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk mengatur hal ini.

 

Desakan Putu ini seakan menunjukan pelunakan sikap KPU. Pasalnya beberapa waktu lalu, KPU ngotot ingin mengatur masalah affirmative action ini dalam sebuah Peraturan KPU. Jika hanya dengan Peraturan KPU, Kita pasti akan kalah, dan kita sadar betul itu, ujar Putu.

 

Irman menambahkan, pengaturan mengenai keterwakilan perempuan ini sebenarnya bukan wilayah kewenangan KPU. Ini bukan domain KPU dan bahkan bukan domain presiden, jelasnya. Menurut Irman para politisi di Senayan lah yang harusnya bertanggung jawab untuk masalah ini.

 

Gayung bersambut. Masih di tempat yang sama, anggota Komisi II DPR Chozin Chumaidy menuturkan sebagian anggota Komisi II berkeinginan untuk memberikan pengganti dan mengisi kekosongan norma tersebut dengan melakukan revisi terbatas terhadap UU Pemilu Legislatif, Atau jika tidak ya harus dengan Perppu tukasnya.

 

Pada bagian akhir diskusi, Irman meminta agar perdebatan mengenai pengaturan affirmative action oleh KPU segera dihentikan. Bukan saatnya penyelengara Pemilu (KPU) berdebat dengan pemerintah, ujar Irman. Menurutnya ada hal lain yang harus segera mungkin diselesaikan oleh KPU mengingat makin dekatnya waktu penyelanggaraan Pemilu.

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan Pasal 214 UU Pemilu Legislatif No 10 Tahun 2008 tentang penetapan calon legislatif terpilih berdasarkan nomor urut diyakini akan menimbulkan masalah baru. Putusan MK itu memang berdampak pada penetapan calon terpilih hanya dihitung berdasarkan perolehan suara terbanyak yang berhasil diraup seorang caleg.

 

Salah satu masalah yang timbul dari putusan MK itu adalah mengenai perlakuan khusus (affirmative action) terhadap keterwakilan perempuan di parlemen. Di satu sisi MK menyatakan penetapan calon terpilih berdasarkan nomor urut melanggar konstitusi, di sisi lain MK berpendapat affirmative action terhadap perempuan tetap sah secara hukum.

 

Nah di sini masalahnya. Di saat penetapan calon terpilih dilakukan melalui suara terbanyak, partai politik tetap harus berkewajiban mengirimkan caleg perempuannya. Sebagai ilustrasi. Misalkan caleg A, B dan C yang semuanya laki-laki seharusnya menjadi calon terpilih dari satu partai politik karena mendapat suara terbanyak. Namun karena ada affirmative action, maka di antara A,B atau C harus merelakan  posisinya kepada caleg perempuan lain yang mungkin tak mendapat suara banyak. Pertanyaan besarnya apakah A, B atau C rela melepas posisinya begitu saja?

 

Pengamat Hukum Tata Negara, Irman Putra Sidin meyakini sengketa antar caleg dalam satu partai yang sama dalam Pemilu 2009 nanti akan membludak. Hal ini, kata Irman, adalah konsekuensi logis dari putusan MK.

Tags: