Kasus Penggelapan Alay Berbuntut Korupsi
Berita

Kasus Penggelapan Alay Berbuntut Korupsi

Walau BPKP belum menyatakan ada kerugian negara, Kabareskrim yakin ada indikasi korupsi dalam kasus BPR Tripanca. Kini, Direktorat III Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Mabes Polri memegang kendali atas penyelidikan yang dilakukan Polda Lampung.

Oleh:
Nov
Bacaan 2 Menit
Kasus Penggelapan Alay Berbuntut Korupsi
Hukumonline

 

Kepmendagri No. 29 Tahun 2002

Pasal 31 (1)

Kepala Daerah adalah Pemegang Kekuasaan Umum Pengelolaan Keuangan Daerah

 

Pasal 33

(1)   Bendahara Umum Daerah menyimpan uang rnilik Daerah pada Bank yang sehat dengan cara membuka Rekening Kas Daerah.

(2)   Pembukaan Rekening Kas Daerah sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dapat lebih dari 1 (satu) Bank.

(3)   Pembukaan rekening di Bank sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah dan diberitahukan kepada DPRD.

 

Nyatanya, Ketut mengaku, sampai saat ini pembukaan rekening kas daerah di BPR Tripanca belum juga diberitahukan kepada DPRD. Kalau itu merupakan tabungan deposito harus mendapat persetujuan dari DPRD. Tapi, sampai saat ini kami nggak pernah dikasih tahu bahwa dana itu Rp107 miliar, tahunya setelah kami ungkap, kata Ketut.

 

Awalnya, DPRD tidak setuju dan meminta penjelasan kepada Bupati mengenai penyimpanan uang kas daerah di BPR Tripanca. Tapi, karena di dalam rapat dua pertiga dari tiga perempat anggota DPRD yang hadir menyetujui pendapat Bupati, maka uang tersebut disimpan di BPR Tripanca. Menyangkut kepada hak angket, kami tidak dapat melaksanakan. Karena tiga perempat dari anggota yang hadir, dua pertiga menyetujuinya, tukas Ketut.

 

Izin Presiden

Tapi, apa yang terjadi? BPR Tripanca kolaps dan uang kas daerah tidak dapat diambil. Ketut mengatakan ada indikasi korupsi dalam kasus ini. Selain itu, ia juga menduga ada permainan antara Bupati dan BPR Tripanca. Kenapa disimpan di situ? Gratifikasi. Ada dorongan untuk menyimpan di situ, ada janji-janji. Di luar yang diberikan kepada Pemda, juga diberikan kepada Bupati. Itu dari Laila Fang, sekretaris Alay, ungkap Ketut.

 

Atas dugaan ini, Direktorat III Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bareskrim Mabes Polri melakukan supervisi ke Polda Lampung. Polda Lampung yang menangani, tapi kendali tetap dari sini, kata Kabareskrim Mabes Polri Susno Duaji.

 

Sementara, Jose Rizal, Direktur III Tipikor Bareskrim, masih menunggu hasil dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Sampai saat ini BPKP belum juga menyatakan ada kerugian negara, sehingga belum pula kasus ini dapat dikatakan sebagai tindak pidana korupsi. Melanggar aturan iya, tapi kerugian negara sedang diselidiki, jelasnya.

 

Pernyataan Jose ini berkebalikan dengan Susno. Walau BPKP belum menyatakan ada kerugian negara, mantan Kapolda Jawa Barat ini yakin ada kerugian negara. Oh, rugi dong, kalau duit Rp107 miliar nggak balik.

 

Menurutnya, sangat aneh apabila BPKP belum menyatakan ada kerugian negara. Dengan nada menyindir, Susno mengatakan, Oh gitu, bagus sekali. Jadi, ada pengertian baru ya? Duit Rp107 miliar hilang, itu negara nggak rugi?

 

Maka dari itu, untuk memperjelas dugaan korupsi tersebut, DPRD mendorong agar Bupati diperiksa. Untuk perizinan pemeriksaan, tentunya Polda Lampung harus melayangkan surat permohonan pemeriksaan kepada presiden. Sesuai Pasal 36 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, ‘Tindakan penyelidikan dan penyidikan terhadap kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dilaksanakan setelah adanya persetujuan tertulis dari Presiden atas permintaan penyidik'.

 

Kalau memang ini nggak selesai, kami mau menanyakan langsung ke Istana, pungkas Ketut.

Kasus penggelapan yang dilakukan pemilik Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Tripanca, Setiadana Sugiarto Wiharjo alias Alay, merembet ke dugaan korupsi yang dilakukan Bupati Lampung Timur. Sejak BPR Tripanca dinyatakan kolaps, dana APBD yang disimpan di bank tersebut tidak dapat ditarik.

 

Ketua DPRD Lampung Timur Ketut Erawan mengatakan hampir Rp90 miliar APBD tahun 2008 tidak bisa dilaksanakan. Padahal, tahun 2006, dalam rapat paripurna, DPRD telah mengingatkan kepada Bupati bahwa apa yang dilakukannya melanggar aturan. Lebih dari itu, meski mengetahui BPR Tripanca sudah tidak sehat di tahun 2008, Bupati tetap saja mentransfer uang APBD ke bank yang berlokasi di Jl. Yos Sudarso No. 41, Ketapang, Kecamatan Teluk Betung Selatan. Sudah pelanggaran, di sini melanggar lagi, kata Ketut.

 

Sebenarnya, menurut Ketut, dana kas APBD tidak boleh disimpan di bank umum atau bank perkreditan. Namun, karena Bupati saat itu beralasan mendepositokan uang di BPR Tripanca bisa mendatangkan keuntungan bagi daerahnya, maka DPRD pun tidak dapat menolak. BPR Tripanca adalah bank sehat, bunganya besar, menguntungkan daerah. Dan itu kewenangan dan preogatif Bupati, ujar Ketut menirukan ucapan Bupati.

 

Dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) No. 29 Tahun 2002, memang disebutkan bahwa kepala daerah memegang kekuasaan atas pengelolaan APBD. Kemendagri itu mengatur tentang pedoman pengurusan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan dan belanja daerah, pelaksananaan tata usaha keuangan daerah dan penyusunan perhitungan APBD.

 

Tapi, ada dua catatan penting yang harus diperhatikan pemerintah daerah. Pertama, bank yang menyimpan uang kas daerah itu haruslah bank yang sehat. Kedua, pembukaan rekening harus diberitahukan kepada DPRD.

Halaman Selanjutnya:
Tags: