Perpu 1/2009 Diragukan Mampu Atasi Persoalan Pemilu 2009
Berita

Perpu 1/2009 Diragukan Mampu Atasi Persoalan Pemilu 2009

Beberapa usulan yang diajukan KPU dtolak oleh pemerintah. Peluang terjadinya konflik masih terbuka lebar. KPU menyatakan siap hadapi gugatan soal pemilu.

Oleh:
CR-4
Bacaan 2 Menit
Perpu 1/2009 Diragukan Mampu Atasi Persoalan Pemilu 2009
Hukumonline

 

Dihubungi hukumonline (28/2), Anggota Komisi II II Chozin Chumaidy menilai substansi perpu tidak ada yang baru. Pengaturan tentang diperbolehkannya memberikan tanda lain selain tanda centang, misalnya, sudah diatur dalam Peraturan KPU No 3 Tahun 2009, yakni pada Pasal 41 ayat (1) yang berbunyi, Apabila ketua KPPS menemukan bentuk pemberian tanda pada surat suara selain dimaksud dalam pasal 40 ayat (1) huruf b yaitu dalam bentuk tanda coblos, atau tanda silang (X), atau tanda garis datar (), atau karena keadaan tertentu, sehingga tanda centang (√) atau sebutan lainnya menjadi tidak sempurna yaitu dalam bentuk (/) atau (\), suaranya dianggap sah.

 

Siap digugat

Pihak KPU sendiri terkesan pasrah menerima Perpu No. 1 Tahun 2009. Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary mengaanggap tidak diakomodirnya beberapa permintaan KPU dalam perpu adalah suatu hal yang harus diterima dengan lapang dada. Hafiz pun mengaku tidak akan ngoyo memperjuangkan substansi yang tak terakomodir, seperti affirmative action. Itu (affirmative action) tidak akan dibicarakan lagi, tegasnya.

 

Konsekuensinya, Hafiz menyatakan lembaganya siap menghadapi gugatan dari kalangan yang merasa tidak puas. KPU harus siap, imbuhnya. Kolega Hafiz, Andi Nurpati menambahkan kesiapan KPU menghadapi gugatan ditunjukkan dengan menyiapkan sebuah tim hukum yang terdiri dari 10 orang dari kalangan praktisi dan profesional. Bahkan, KPU juga menyiapkan alokasi anggaran khusus.

 

Soal penetapan calon terpilih, Andi mengatakan KPU akan membahasnya dalam rapat pleno. KPU, lanjutnya, telah menyiapkan draft peraturan tentang penetapan calon terpilih. Diharapkan pada tanggal 4-5 Maret ini dapat disosialisasikan ke KPU Provinsi dan Kabupaten/kota, jelas Andi. Rencananya, KPU juga kan mengadakan pembinaan teknis kepada KPUD provinsi dan Kabupaten/kota terkait perubahan yang ada dalam Perpu.

Harapan Komisi Pemilihan Umum (KPU) memperoleh Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) akhirnya terwujud. 26 Februari lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Menkumham Andi Matalatta meneken Perpu No. 1 Tahun 2009 tentang Perubahan atas UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif.

 

Namun, perpu baru itu ternyata belum menjawab semua persoalan yang dihadapi KPU. Karena, Perpu No. 1 Tahun 2009 praktis hanya mengatur tentang rekapitulasi daftar pemilih tetap secara nasional dan tata cara pemberian tanda pada surat suara. Masalah lain seperti affirmative action dan penetapan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak, terlewat.

 

Pasal Tambahan dalam Perpu No. 1 Tahun 2009

Pasal 47 ayat (4)

Dalam hal masih terdapat pemilih yang sudah terdaftar dalam daftar pemilih tetap tetapi belum tercantum dalam rekapitulasi daftar pemilih tetap secara nasional dan/atau terdapat kelebihan jumlah pemilih dalam rekapitulasi daftar pemilih tetap secara nasional, KPU melakukan perbaikan rekapitulasi daftar pemilih tetap secara nasional sebanyak satu kali

 

Pasal 176 ayat (1a)

Dalam hal KPPS pada saat melakukan perhitungan suara menemukan pemberian tanda lebih dari satu kali pada kolom nama partai dan/atau kolom nomor calon dan/atau kolom nama calon DPR/DPRD yang sama dan dalam partai politik yang sama, suara tersebut dinyatakan sah dan dihitung satu suara.  

 

Pasal 176 ayat (2a)

Dalam hal KPPS pada saat melakukan perhitungan suara menemukan pemberian tanda lebih dari satu kali pada kolom nama partai dan/atau kolom nomor calon dan/atau kolom nama calon DPD yang sama, suara tersebut dinyatakan sah dan dihitung satu suara.  

 

Minimnya ‘aspirasi' KPU yang terpenuhi memunculkan keraguan sejumlah kalangan terhadap beleid baru itu. Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) menyatakan masalah pemberian tanda masih rawan konflik, meskipun sudah diatur dalam perpu. Pangkal masalahnya masih berkutat pada minimnya sosialisasi yang dilakukan KPU.

 

Soal penandaan dua kali dikhawatirkan belum dapat maksimal, karena penandaan satu kali saja masih membingungkan, ungkap Koordinator Nasional JPPR Daniel Zuchron. Makanya, ia pesimis Perpu No. 1 Tahun 2009 mampu mengatasi persoalan pemberian tanda surat suara.

Tags: