Pengunduran Diri Mantan Pilot Batavia Air Berujung Ganti Rugi
Berita

Pengunduran Diri Mantan Pilot Batavia Air Berujung Ganti Rugi

Alih-alih ingin memperjuangkan keselamatan penumpang pesawat terbang, mantan pilot Batavia Air malah dijatuhi hukuman denda lantaran mengundurkan diri di luar masa kontrak kerja.

Oleh:
Mon
Bacaan 2 Menit
Pengunduran Diri Mantan Pilot Batavia Air Berujung Ganti Rugi
Hukumonline

 

Ritonga menyatakan akan mengajukan banding atas putusan tersebut. Ia menyatakan putusan belum memenuhi rasa keadilan. "Kita akan mencari keadilan bahkan kalau perlu sampai tingkat kasasi," ujar Ritonga.

 

Senada dengan Ritonga, kuasa hukum Batavia, Samuel L. Tobing, menyatakan keberatan atas putusan hakim.

 

Sebelumnya, gugatan diajukan pada pertengahan September 2008 lalu. Dalam gugatannya Batavia menerangkan, pada 17 Juni 2002, Batavia Air dan Jaka membuat perjanjian kerja No. 03/MB-MD/IDK/VI/2002. Di hari yang sama, keduanya juga menadatangani Surat Perjanjian Ikatan Dinas Pendidikan No. 013/MB-MD/SPD/Pend/VI/2002. Perjanjian itu berlaku selama lima tahun terhitung sejak tanggal 1 Juli 2002.

 

Dua tahun berselang, Batavia dan Jaka kembali membuat addendum perjanjian ikatan dinas pada 19 April 2004, yakni perjanjian No. 024/PID/HR-MB/IV/2004. Perjanjian ini berlaku selama 81 bulan terhitung sejak 19 April 2004 - 19 Januari 2011. Dalam perjanjian itu ditentukan bahwa jika pilot wanprestasi maka pilot akan mengembalikan semua biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pendidikan kepada Batavia sebesar AS$ 29.300 plus denda AS$ 20.000. Tak ketinggalan ganti rugi moril maupun materiil yang ditimbulkan akibat pengakhiran masa dinas. Pengembalian itu dibayarkan secara tunai oleh pilot pada saat pengunduran diri berlangsung.

 

Hal senada juga dituangkan dalam addendum perjanjian yang ikatan dinas No. 343/PID/HR-MB/IV/06 pada 11 April 2006. Hanya, jumlah ganti ruginya berbeda yakni AS$ 30.000, sementara denda masih sama yakni AS$ 20.000. Dalam perjanjian ini, Jaka wajib menjalani ikatan dinas selama 8 tahun penuh terhitung sejak 11 April 2006 - 11 April 2014.

 

Pada 29 Mei 2008, Jaka mengajukan pengunduran diri terhitung mulai 1 Juni 2008. Jaka diketahui pindah kerja ke Vietnam Air. Batavia Air sebenarnya tidak keberatan dengan pengunduran diri Jaka, dengan catatan Jaka bersedia mengembalikan biaya pendidikan yang telah digelontorkan Batavia. Namun Jaka tidak menggubris hal itu. Batavia pun memilih menggugat Jaka ke pengadilan. Pasalnya, perjanjian dibuat tanpa paksaan dan ditandatangani secara sadar sehingga memenuhi syarat sahnya perjanjian sesuai Pasal 1320 KUHPerdata. Dengan begitu, berdasarkan Pasal 1340 KUHPerdata, perjanjian kerja berlaku dan mengikat pada pihak-pihak yang membuatnya.

 

Dalam gugatannya, Batavia Air mengalami kerugian lantaran wanprestasi, yakni terganggunya jadwal penerbangan yang sudah diatur. Ujungnya, Batavia Air mendapat complain dari konsumen dan rekan bisnis Batavia Air sehingga Batavia juga meminta ganti rugi immateriil sebesar Rp 3 miliar. Namun permohonan ganti rugi ini tidak dikabulkan majelis hakim.

PT Metro Batavia (Batavia Air) berhasil memenangkan gugatan terhadap mantan pilotnya Jaka Pituana. Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menghukum Jaka Pituana untuk membayar ganti rugi kepada Batavia Air sebesar AS$ 23.750 dan AS$ 11.515. Hukuman itu dijatuhkan lantaran Jaka terbukti wanpretasi terhadap perjanjian ikatan dinas yang dijalin dengan Batavia Air. Putusan itu dibacakan oleh ketua majelis hakim Respatun Wisnu Wardoyo, Rabu (22/4).

 

Denda tersebut merupakan kompensasi ganti rugi biaya pendidikan yang dikeluarkan Batavia saat Jaka terikat kontrak kerja dengan Batavia. Yakni, biaya pendidikan profesi captaincy boeing 737-200 sebesar AS$ 29.300 dan dan program profesi penerbang tipe Rating Airbus 319 sebesar AS$ 30.000 yang dilangsungkan di Dubai, Arab Saudi. Meski demikian, dalam menghitung denda tersebut, majelis hakim menyesuaikan dengan jam terbang pilot yang telah dipenuhi Jaka.

 

Selain, itu Jaka juga dihukum membayar denda pinalti pengunduran diri dari Batavia di luar masa kontrak kerja sebesar AS$ 20.000. Menurut kuasa hukum pilot, Rizal Fauzi Ritonga, alasan utama pilot mundur karena saat menerbangkan pesawat kerap terjadi kelebihan muatan (overload) barang. Masalah itu sudah sering di-complain ke pihak manajemen, namun tidak ada perbaikan dari pihak manajemen. "Ia tidak hanya memikirkan keselamatan sendiri, tapi juga penumpang karena penerbangan menjadi tanggung jawabnya," ujar Ritonga usai bersidang. Karena itu pilot pun mundur dari Batavia pada 2007.

 

Majelis hakim dalam pertimbangannya menampik dalil pilot. Pasalnya, bukti yang diajukan hanya berupa fotokopi dan tidak didukung kesaksian. "Yang asli kan ada di Batavia," imbuh Ritonga.

Tags: