Kasus Antasari Azhar, Momentum Pembersihan KPK
Utama

Kasus Antasari Azhar, Momentum Pembersihan KPK

Momentum ini juga harus dimanfaatkan KPK untuk introspeksi diri dengan mengevaluasi sistem pengawasan internal yang ada sekarang, khususnya penegakan kode etik.

Oleh:
Rzk/Rfq
Bacaan 2 Menit
Kasus Antasari Azhar, Momentum Pembersihan KPK
Hukumonline

 

Kejatuhan pimpinan yang dipilih tidak berdasarkan proses yang fair, terbuka dan bersih hanya soal waktu, ujar Febri. Tragedi yang menimpa Antasari, menurutnya, tidak dapat dilepaskan dari kualitas proses seleksi pejabat publik yang dilakukan DPR. Kasus Antasari melengkapi daftar anggota komisi negara ‘produk' DPR yang bermasalah. Sebelumnya, Anggota Komisi Yudisial Irawady Joenoes dan Muhammad Iqbal dari KPPU juga terbelit masalah hukum.  

 

Namun begitu, Febri menegaskan bahwa kasus Antasari tidak serta merta mematikan upaya pemberantasan korupsi di negeri ini. ICW justru menemukan sudut pandang berbeda atas kasus ini. Adanya kasus yang membelit Antasari justru harus dijadikan sebagai momentum untuk membersihkan KPK. Kejadian ini, lanjutnya, harus menjadi stimulan bagi KPK untuk berbenah dan bekerja lebih keras dalam memberantas korupsi.

 

Ini belum kiamat. Kalaupun iya, hanya kiamat kecil, sambung Emerson Yuntho. Wakil Koordinator Badan Pekerja ICW ini berharap empat Komisioner KPK lainnya tergerak untuk segera membuka kasus-kasus besar yang terhambat di era kepemimpinan Antasari. Beberapa kasus dimaksud antara lain kasus BLBI, kasus Agus Condro, dan kasus aliran dana BI yang disebut-sebut melibatkan sejumlah pejabat tinggi di lingkungan Kejaksaan.

 

Pembusukan

Emerson memandang langkah cepat yang ditunjukkan empat Komisioner KPK dengan menonaktifkan Antasari dan mengambil alih tongkat kepemimpinan, sudah tepat. Langkah ini menjadi penting dalam rangka menyelematkan institusi KPK dan program pemberantasan korupsi. Emerson khawatir kasus Antasari akan ditunggangi pihak-pihak yang ingin mematikan eksistensi KPK dan khususnya semangat pemberantasan korupsi.

 

Perlu diantisipasi upaya-upaya pembusukan KPK melalui kasus ini, kami melihat indikasinya mengarah ke sana, ujar Emerson. Terlepas dari itu, ia menekankan bahwa KPK tidak identik dengan Antasari. Meskipun menjabat sebagai Ketua KPK, kasus yang menimpa Antasari tidak akan berpengaruh banyak terhadap pelaksanaan tugas KPK. Pasalnya, UU KPK menggariskan bahwa pimpinan KPK bersifat kolegial.

 

Dengan begitu, lanjut Emerson, keberhasilan KPK selama ini bukan semata atas peran Antasari. Prestasi KPK dalah sumbangsih seluruh elemen KPK, mulai dari pimpinan hingga staf. Sebaliknya, Emerson justru melihat keberadaan Antasari cenderung menghambat langkah KPK dalam memberantas korupsi.

 

Dadang Tri Sasongko menambahkan, momentum ini juga harus dimanfaatkan KPK untuk introspeksi diri. Anggota Dewan Etik ICW ini meminta KPK mengevaluasi sistem pengawasan internal yang ada sekarang, khususnya penegakan kode etik. Ia menyoroti pengakuan Antasari di sejumlah media seputar kedekatannya dengan Nasruddin sebagai teman bermain golf. Pengakuan ini dipandang aneh karena kode etik KPK secara ketat membatasi pimpinan KPK berinteraksi dengan pihak luar, terutama yang berkaitan dengan perkara.

 

Sebelumnya, Jumat malam (1/5), Wakil Ketua KPK bidang Penindakan Chandra Hamzah menyatakan kepemimpinan KPK diambil-alih oleh empat Komisioner yang tersisa, secara kolegial. Antasari yang resmi dinonaktifkan, tidak akan dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan pimpinan KPK.

 

Usut tuntas

Komisi III DPR selaku mitra kerja KPK menyatakan prihatin atas kasus yang menimpa Antasari. Dihubungi hukumonline, Wakil Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin mengatakan kasus ini merupakan cobaan berat bagi KPK. Dampaknya jelas akan menurunkan citra KPK di mata masyarakat. Untuk itu, Aziz berharap jajaran KPK introspeksi diri dan menjadikan kasus ini sebagai pembelajaran.

 

Namun, di sisi lain, Aziz juga berharap agar aparat penegak hukum segera mengusut tuntas kasus ini. Prinsip equality before the law, menurutnya, harus dikedepankan. Siapapun yang melakukan kejahatan harus diganjar dengan hukuman, termasuk Ketua KPK sekalipun, tegas Aziz. Pengusutan kasus ini dipandang penting untuk memulihkan citra KPK yang merosot.

 

Rencananya, Komisi III akan segera meminta keterangan dari Mabes Polri seputar kasus ini. Kita bisa meminta Kabareskrim datang (ke Komisi III), atau kami melakukan kunjungan on the spot, ujar Aziz. Dalam waktu dekat, Komisi III juga akan menggelar rapat dengar pendapat dengan KPK. Kita usahakan minggu ini, pungkasnya.

Kami bilang juga apa. Mungkin pernyataan itu yang ingin disampaikan ICW pasca diumumkannya secara resmi status hukum Antasari Azhar. Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Jumat (1/5), Kejaksaan Agung mengumumkan bahwa Antasari resmi berstatus tersangka dan dicekal. Pengumuman yang disampaikan oleh Kapuspenkum Jasman Panjaitan merujuk pada surat dari Mabes Polri yang di dalamnya menyebut Antasari sebagai tersangka/saksi.

 

Kami awalnya terkejut dan tidak menyangka Antasari disebut-sebut terlibat kasus penembakan Nasruddin (Direktur PT Putra Rajawali Banjaran), ungkap Peneliti ICW Febri Diansyah dalam jumpa pers, Sabtu (2/5). Meskipun terkejut, ICW sebenarnya sudah hafal catatan buruk Antasari. Jauh-jauh hari, ketika proses seleksi berlangsung Juli hingga Oktober 2007, ICW bersama sejumlah LSM lainnya yang paling bersuara keras menolak lolosnya Antasari dari proses seleksi.

 

Sejumlah rekam jejak miring seputar kiprah Antasari di lingkungan Kejaksaan, ketika itu diserahkan ICW dkk ke Panitia Seleksi bentukan pemerintah dan Komisi III DPR sebagai bekal uji kelayakan (fit and proper test). Alih-alih mengakomodir masukan dari ICW, Panitia Seleksi justru meloloskan Antasari yang kemudian juga mulus pada tahap fit and proper test di DPR. Mantan Direktur Penuntutan pada Jampidum ini bahkan menjadi orang nomor satu di KPK.

Tags: