Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Anak Angkat, Prosedur dan Hak Warisnya

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Anak Angkat, Prosedur dan Hak Warisnya

Anak Angkat, Prosedur dan Hak Warisnya
Diana Kusumasari, S.H., M.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Anak Angkat, Prosedur dan Hak Warisnya

PERTANYAAN

1. Bagaimana prosedur melakukan adopsi? Apa saja persyaratan yang harus dipenuhi? 2. Apakah ada pembedaan jenis kelamin anak yang akan diadopsi? 3. Bagaimana status anak yang diadopsi, apakah ia berhak mewaris dari orang tua angkatnya?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Pengangkatan anak (adopsi) Indonesia yang dilakukan oleh Warga Negara Indonesia (WNI) terdiri dari beberapa jenis (disarikan dari Pedoman Pelaksanaan Pengangkatan Anak terbitan Departemen Sosial Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Direktorat Bina Pelayanan Sosial Anak, hal 7-17), yaitu:

    1.      Pengangkatan Anak antar warga negara Indonesia (Domestic Adoption);

    KLINIK TERKAIT

    Keabsahan dan Cara Adopsi Anak dalam Hukum Adat

    Keabsahan dan Cara Adopsi Anak dalam Hukum Adat

    2.      Pengangkatan Anak secara langsung (Private Adoption);

    3.      Pengangkatan Anak oleh Orang Tua Tunggal (Single Parent);

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    4.      Pengangkatan Anak menurut Hukum Adat.

     

    Kami tidak akan membahas semua prosedurnya satu persatu, kami ambil contoh salah satunya adalah untuk pengangkatan anak antar WNI. Lebih jauh mengenai pengangkatan anak dapat Anda baca dalam buku Pedoman Pelaksanaan Pengangkatan Anak atau dalam ketentuan-ketentuan yang mengaturnya yang kami sebutkan pada akhir dari artikel ini.

     

    1.      Persyaratan dan Prosedur Pengangkatan Anak antar warganegara Indonesia (Domestic Adoption).

    Kategori Calon Orang Tua Angkat

    Orang tua lengkap yakni:

    a.      Suami dan Istri Warga Negara Indonesia (WNI); atau

    b.      Suami WNI, dan Istri Warga Negara Asing (WNA).

         

    Persyaratan Pengangkatan Anak (Pasal 12 & Pasal 13 PP No. 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak)

    Syarat anak yang akan diangkat, meliputi:

    a.         belum berusia 18 (delapan belas) tahun;

    b.         merupakan anak terlantar atau ditelantarkan;

    c.         berada dalam asuhan keluarga atau dalam lembaga pengasuhan anak; dan

    d.         memerlukan perlindungan khusus.

     

    Usia anak angkat sebagaimana dimaksud di atas meliputi:

    a.         anak belum berusia 6 (enam) tahun, merupakan prioritas utama;

    b.         anak berusia 6 (enam) tahun sampai dengan belum berusia 12 (dua belas) tahun,

    c.         sepanjang ada alasan mendesak; dan

    d.         anak berusia 12 (dua belas) tahun sampai dengan belum berusia 18 (delapan belas)

    e.         tahun, sepanjang anak memerlukan perlindungan khusus.

     

    Calon orang tua angkat harus memenuhi syarat-syarat:

    a.         sehat jasmani dan rohani;

    b.         berumur paling rendah 30 (tiga puluh) tahun dan paling tinggi 55 (lima puluh lima) tahun;

    c.         beragama sama dengan agama calon anak angkat;

    d.         berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak kejahatan;

    e.         berstatus menikah paling singkat 5 (lima) tahun;

    f.          tidak merupakan pasangan sejenis;

    g.         tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu orang anak;

    h.         dalam keadaan mampu ekonomi dan sosial;

    i.           memperoleh persetujuan anak dan izin tertulis orang tua atau wali anak;

    j.           membuat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah demi kepentingan terbaik bagi anak, kesejahteraan dan perlindungan anak;

    k.         adanya laporan sosial dari pekerja sosial setempat;

    l.           telah mengasuh calon anak angkat paling singkat 6 (enam) bulan, sejak izin pengasuhan diberikan; dan

    m.       memperoleh izin Menteri dan/atau kepala instansi sosial.

     
            Prosedur Pengangkatan Anak

    a.      Permohonan pengangkatan anak diajukan kepada Instansi Sosial Kabupaten/Kota dengan melampirkan:

    1) Surat penyerahan anak dari orang tua/walinya kepada instansi sosial;

    2) Surat penyerahan anak dari Instansi Sosial Propinsi/Kab/Kota kepada Organisasi Sosial (orsos);

    3) Surat penyerahan anak dari orsos kepada calon orang tua angkat;

    4) Surat keterangan persetujuan pengangkatan anak dari keluarga suami-istri calon orang tua angkat;

    5) Fotokopi surat tanda lahir calon orang tua angkat;

    6) Fotokopi surat nikah calon orang tua angkat;

    7) Surat keterangan sehat jasmani berdasarkan keterangan dari Dokter Pemerintah;

    8) Surat keterangan sehat secara mental berdasarkan keterangan Dokter Psikiater;

    9) Surat keterangan penghasilan dari tempat calon orang tua angkat bekerja.

    b.      Permohonan izin pengangkatan anak diajukan pemohon kepada Kepala Dinas Sosial/Instansi Sosial Propinsi/Kab/Kota dengan ketentuan sebagai berikut:

    1) Ditulis tangan sendiri oleh pemohon di atas kertas bermeterai cukup;

    2) Ditandatangani sendiri oleh pemohon (suami-istri);

    3) Mencantumkan nama anak dan asal usul anak yang akan diangkat.

    c.      Dalam hal calon anak angkat tersebut sudah berada dalam asuhan keluarga calon orang tua angkat dan tidak berada dalam asuhan organisasi sosial, maka calon orang tua angkat harus dapat membuktikan kelengkapan surat-surat mengenai penyerahan anak dan orang tua/wali keluarganya yang sah kepada calon orang tua angkat yang disahkan oleh instansi social tingkat Kabupaten/Kota setempat, termasuk surat keterangan kepolisian dalam hal latar belakang dan data anak yang diragukan (domisili anak berasal).

    d.      Proses Penelitian Kelayakan

    e.      Sidang Tim Pertimbangan Izin Pengangkatan Anak (PIPA) Daerah

    f.       Surat Keputusan Kepala Dinas Sosial/Instansi Sosial Propinsi/Kab/Kota bahwa calon orang tua angkat dapat diajukan ke Pengadilan Negeri untuk mendapatkan ketetapan sebagai orang tua angkat.

     

    (Pengadilan yang dimaksud adalah Pengadilan Negeri tempat anak yang akan diangkat itu berada (berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 6 Tahun 1983 tentang Penyempurnaan Surat Edaran No. 2 Tahun 1979 mengenai Pengangkatan Anak). Pengadilan Agama juga dapat memberikan penetapan anak berdasarkan hukum Islam (berdasarkan Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama).

     

    Untuk proses pemeriksaan oleh pengadilan, Anda perlu mempersiapkan sedikitnya dua orang saksi untuk memperkuat permohonan Anda dan meyakinkan pengadilan bahwa Anda secara sosial dan ekonomis, moril maupun materiil mampu menjamin kesejahteraan anak yang akan diangkat.

     

    Informasi lainnya terkait proses dan biaya, Anda dapat menanyakan kepada panitera di Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama terdekat.

     

    g.      Penetapan Pengadilan.

    h.      Penyerahan Surat Penetapan Pengadilan.

     

    Artikel lain terkait adopsi yang dapat Anda baca:

    -       Urus Surat-suratnya Setahun, Sidangnya 45 Menit dan

    -       Hukum Indonesia Melarang Adopsi Anak oleh Pasangan Sejenis

     

    2.      Terhadap anak yang akan diadopsi, berdasarkan Staatblaad 1917 No. 129, diatur tentang pengangkatan anak yang hanya dimungkinkan untuk anak laki-laki dan hanya dapat dilakukan dengan Akta Notaris. Staatblaad ini mengatur tentang pengangkatan anak bagi orang-orang Tionghoa yang, selain memungkinkan pengangkatan anak oleh Anda yang terikat perkawinan, juga bagi yang pernah terikat perkawinan (duda atau janda). Namun bagi janda yang suaminya telah meninggal dan sang suami meninggalkan wasiat yang isinya tidak menghendaki pengangkatan anak, maka janda tersebut tidak dapat melakukannya.

     

    Pengangkatan anak menurut Staatblaad ini hanya dimungkinkan untuk anak laki-laki dan hanya dapat dilakukan dengan Akte Notaris. Namun, Yurisprudensi (Putusan Pengadilan Negeri Istimewa Jakarta) tertanggal 29 Mei 1963, telah membolehkan mengangkat anak perempuan (dikutip dari artikel Adopsi Anak oleh Lembaga Bantuan Hukum APIK).

     

    3.      Berikut penjelasan hak waris anak angkat yang kami kutip dari artikel Adopsi Anak oleh Lembaga Bantuan Hukum APIK:

     

    “Khazanah hukum kita, baik hukum adat, hukum Islam maupun hukum nasional, memiliki ketentuan mengenai hak waris. Ketiganya memiliki kekuatan yang sama, artinya seseorang bisa memilih hukum mana yang akan dipakai untuk menentukan pewarisan bagi anak angkat.

     

    Hukum Adat:

    Bila menggunakan lembaga adat, penentuan waris bagi anak angkat tergantung kepada hukum adat yang berlaku. Bagi keluarga yang parental, —Jawa misalnya—, pengangkatan anak tidak otomatis memutuskan tali keluarga antara anak itu dengan orangtua kandungnya. Oleh karenanya, selain mendapatkan hak waris dari orangtua angkatnya, dia juga tetap berhak atas waris dari orang tua kandungnya. Berbeda dengan di Bali, pengangkatan anak merupakan kewajiban hukum yang melepaskan anak tersebut dari keluarga asalnya ke dalam keluarga angkatnya. Anak tersebut menjadi anak kandung dari yang mengangkatnya dan meneruskan kedudukan dari bapak angkatnya (M. Buddiarto, S.H, Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Segi Hukum, AKAPRESS, 1991).

     

    Hukum Islam:

    Dalam hukum Islam, pengangkatan anak tidak membawa akibat hukum dalam hal hubungan darah, hubungan wali-mewali dan hubungan waris mewaris dengan orang tua angkat. Ia tetap menjadi ahli waris dari orang tua kandungnya dan anak tersebut tetap memakai nama dari ayah kandungnya (M. Budiarto, S.H, Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Segi hukum, AKAPRESS, 1991).

     

    Peraturan Perundang-undangan:

    Dalam Staatblaad 1917 No. 129, akibat hukum dari pengangkatan anak adalah anak tersebut secara hukum memperoleh nama dari bapak angkat, dijadikan sebagai anak yang dilahirkan dari perkawinan orang tua angkat dan menjadi ahli waris orang tua angkat. Artinya, akibat pengangkatan tersebut maka terputus segala hubungan perdata, yang berpangkal pada keturunan karena kelahiran, yaitu antara orang tua kandung dan anak tersebut.”

     
    Demikian penjelasan kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar hukum:

    1.         Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama

    2.         Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak

    3.         Staatblaad 1917 No. 129

    4.         Surat Edaran Mahkamah Agung No. 6 Tahun 1983 tentang Penyempurnaan Surat Edaran No. 2 Tahun 1979 mengenai Pengangkatan Anak.

    Tags


    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Upload Terjemahan Novel Agar Tak Langgar Hak Cipta

    20 Okt 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!