Jika kita diminta untuk menjadi saksi ahli dalam suatu kasus pidana maupun perdata, apakah kita bisa menolak, apakah sanksi hukumnya? Apakah kita menjadi saksi ahli mendapat biaya/dibayar? Sebab di dalam KUHAP hal tersebut katanya diatur, lalu siapakah yang membayar dan bagaimana ketentuan teknis pembayarannya? Tolong beri penjelasan, terima kasih.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
ULASAN LENGKAP
1.Keterangan ahli dalam perkara perdata diatur dalam Pasal 154 Herzien Inlandsch Reglement (“HIR”). Sedangkan, untuk perkara pidana diatur dalam Pasal 184 ayat (1)UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) yang menyatakan bahwa alat bukti yang sah dalam pengadilan pidana salah satunya adalah keterangan ahli.
Lebih lanjut, Pasal 1 angka 28 KUHAP menyatakan bahwa keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.
Jadi, istilah yang digunakan oleh peraturan perundang-undangan adalah ahli dan keterangan ahli, bukan istilah saksi ahli seperti yang Anda gunakan. Selain itu, yang diberikan oleh seorang ahli dalam persidangan bukanlah suatu kesaksian, melainkan keterangan. Namun dalam praktik, orang yang memberikan keterangan sebagai ahli sering disebut sebagai saksi ahli.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Apabila anda dipanggil untuk menjadi ahli dalam suatu kasus pidana maupun perdata, maka anda haruslah datang memenuhi panggilan tersebut, atau anda dapat diancam pidana penjara atau denda sebagaimana diatur dalam Pasal 224 dan Pasal 522 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”).
Namun, menurut Rudi Satrio (alm.), pakar hukum pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia dalam artikel Menakar Harga Saksi Ahli, ancaman pidana dalam Pasal 224 jo. Pasal 522 KUHP hanya berlaku jika ahli tidak mau hadir di persidangan. Sedangkan, menurut Rudi, jika saksi (ahli) hadir tetapi menolak memberikan keterangan, maka saksi (ahli) tersebut tidak bisa dikenai ancaman pidana.
Dari penjelasan Rudi tersebut, maka dapat kita simpulkan bahwa apabila anda dipanggil sebagai ahli, maka untuk menghindari sanksi pidana, anda harus hadir sebagai ahli walaupun anda berniat untuk menolak memberikan keterangan.
2.Memang seorang ahli berhak menerima penggantian biaya, hal ini sesuai dengan pengaturan Pasal 229 ayat (1) KUHAP yang menyebutkan bahwa “Saksi atau ahli yang telah hadir memenuhi panggilan dalam rangka memberikan keterangan di semua tingkat pemeriksaan, berhak mendapat penggantian biaya menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku;”
Namun, sampai saat ini tidak ada peraturan pelaksana untuk penerapan Pasal229 ayat (1) KUHAP ini. Sebagaimana dijelaskan artikel Menakar Harga Saksi Ahli, selama ini penggantian biaya sebagaimana bunyi Pasal 229 KUHAP banyak ditafsirkan sebagai penggantian biaya transpor dan akomodasi. Namun, dari artikel tersebut dapat kita ketahui bahwa pada praktiknya tidak tertutup kemungkinan seorang ahli meminta penggantian biaya dalam jumlah yang besar. Karena saat ini tidak ada pengaturan mengenai standarisasi penggantian biaya ahli ini. Mengenai hal ini, baca juga artikel Soal Biaya Pengganti bagi Saksi dan Biaya Perkara Pidana.
3.Mengenai pihak yang menanggung biaya ahli, pada praktiknya, menurut Rudi Satrio (alm.) dalam artikel Menakar Harga Saksi Ahli, jika seorang ahli harus melakukan penelitian yang membutuhkan biaya untuk memberikan kesaksian, maka sudah sewajarnya biaya itu diganti oleh pihak yang meminta keterangan ahli.
Jadi, pada praktiknya pembayaran penggantian biaya ahli dilakukan oleh pihak yang membutuhkan keterangan dari ahli tersebut. Misalnya pembayaran penggantian biaya ahli dilakukan oleh pihak Jaksa, atau pihak terdakwa.