Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Pencabutan Laporan Tindak Pidana Pencabulan

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Pencabutan Laporan Tindak Pidana Pencabulan

Pencabutan Laporan Tindak Pidana Pencabulan
Sovia Hasanah, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Pencabutan Laporan Tindak Pidana Pencabulan

PERTANYAAN

Bagaimana kalau istri melaporkan suaminya ke polisi bahwa suaminya melakukan perbuatan cabul ke anak titipan (anak dari adik istri)? Setelah divisum ada bukti dan suaminya mengaku, tapi laporannya dicabut oleh istrinya. Bagaimana prosesnya di Kepolisian supaya suaminya keluar/bebas?

 

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

     
    Tidak ada keharusan bagi delik pencabulan terhadap anak untuk diadukan oleh korbannya. Dengan demikian, delik pencabulan terhadap anak merupakan delik biasa, bukan delik aduan. Delik biasa dapat diproses tanpa adanya persetujuan dari yang dirugikan (korban). Oleh karena pencabulan merupakan delik biasa, maka proses perkara pencabulan tersebut tetap akan diproses, walaupun sudah ada pencabutan laporan dari si istri (pelapor), korban maupun keluarga korban.
     
    Penjelasan lebih lanjut, silakan baca ulasan di bawah ini.
     

    ULASAN LENGKAP

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua kali dari artikel dengan judul Pencabutan Laporan Tentang Pencabulan yang dibuat pertama kali oleh Diana Kusumasari, S.H., M.H. dan dipublikasikan pada Sabtu, 19 November 2011, kemudian dimutakhirkan pertama kali oleh Letezia Tobing, S.H., M.Kn. dan dipublikasikan pada Senin, 23 Mei 2016.
     
    Intisari :
     
     
    Tidak ada keharusan bagi delik pencabulan terhadap anak untuk diadukan oleh korbannya. Dengan demikian, delik pencabulan terhadap anak merupakan delik biasa, bukan delik aduan. Delik biasa dapat diproses tanpa adanya persetujuan dari yang dirugikan (korban). Oleh karena pencabulan merupakan delik biasa, maka proses perkara pencabulan tersebut tetap akan diproses, walaupun sudah ada pencabutan laporan dari si istri (pelapor), korban maupun keluarga korban.
     
    Penjelasan lebih lanjut, silakan baca ulasan di bawah ini.
     
     
    Ulasan :
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Pemicu Kekerasan Seksual
    Tindak pidana pencabulan terhadap anak ini patut menjadi perhatian bagi kita semua, terutama orang tua. Dalam laman Komisi Perlindungan Anak Indonesia - Narkoba hingga Film Porno Pemicu Kekerasan Seksual Anak di Aceh, sebagai contohnya adalah di Aceh, Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH-APIK), menyebutkan jumlah kasus kekerasan yang dialami perempuan dan anak di Aceh tergolong tinggi. Mereka menduga peningkatan kejahatan seksual itu dipicu pengaruh narkoba, efek film porno, dan faktor ekonomi.
     
    Terkait laporan si istri yang dicabut dan bagaimana kelanjutan proses perkaranya, harus dilihat terlebih dahulu apakah ketentuan pidana terkait pencabulan anak adalah delik biasa atau delik aduan.
     
    Pencabulan Merupakan Delik Biasa
    Dalam delik biasa perkara dapat diproses tanpa adanya persetujuan dari yang dirugikan (korban). Jadi, walaupun korban (anak) atau pelapor (istri dalam konteks pertanyaan Anda) telah mencabut laporannya kepada pihak yang berwenang, penyidik tetap berkewajiban untuk memproses perkara tersebut.
     
    Sebagaimana pernah dijelaskan dalam artikel Adakah Delik Aduan yang Tetap Diproses Meski Pengaduannya Sudah Dicabut?, berbeda dengan delik biasa, delik aduan artinya delik yang hanya bisa diproses apabila ada pengaduan atau laporan dari orang yang menjadi korban tindak pidana. Menurut Mr. Drs. E Utrecht dalam bukunya Hukum Pidana II, dalam delik aduan penuntutan terhadap delik tersebut digantungkan pada persetujuan dari yang dirugikan (korban). Pada delik aduan ini, korban tindak pidana dapat mencabut laporannya kepada pihak yang berwenang apabila di antara mereka telah terjadi suatu perdamaian.
     
    Bagaimana dengan pencabulan anak tersebut? Jika usia si korban belum mencapai 18 tahun, maka si pelaku dapat dijerat dengan Pasal 76E jo. Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak”) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU 35/2014”) dan diubah kedua kalinya dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“Perpu 1/2016”) sebagaimana yang telah ditetapkan sebagai undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang (“UU 17/2016”) yang berbunyi:
     
    Pasal 76E UU 35/2014
    Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.
     
    Pasal 82 Perpu 1/2016
    1. Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
    2. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
    3. Selain terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penambahan 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E.
    4. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
    5. Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4), pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku.
    6. Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (4) dapat dikenai tindakan berupa rehabilitasi dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.
    7. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diputuskan bersama-sama dengan pidana pokok dengan memuat jangka waktu pelaksanaan tindakan.
    8. Pidana tambahan dikecualikan bagi pelaku Anak.
     
    Dari rumusan di atas, terlihat bahwa tidak ada keharusan bagi delik ini untuk diadukan oleh korbannya. Dengan demikian, delik pencabulan terhadap anak merupakan delik biasa, bukan delik aduan. Delik biasa dapat diproses tanpa adanya persetujuan dari yang dirugikan (korban). Oleh karena pencabulan merupakan delik biasa, bukan delik aduan, maka proses perkara pencabulan tersebut tetap akan diproses, walaupun sudah ada pencabutan laporan dari si istri (pelapor), korban maupun keluarga korban.
     
    Jadi, seharusnya polisi tetap memproses si tersangka meski si pelapor telah mencabut laporannya.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan diubah kedua kalinya dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana yang telah ditetapkan sebagai undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.
     
    Referensi:
    1. Narkoba hingga Film Porno Pemicu Kekerasan Seksual Anak di Aceh, diakses pada 8 Februari 2019, pukul 10.14 WIB;
    2. Utrecht. Hukum Pidana II. Bandung: PT Penerbitan Universitas, 1965.

    Tags

    hukumonline
    pencabulan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Cek Sertifikat Tanah Ganda dan Langkah Hukumnya

    26 Jul 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!