Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

kepailitan

Share
copy-paste Share Icon
Perdata

kepailitan

kepailitan
Si PokrolSi Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
kepailitan

PERTANYAAN

Dalam Kasus Manulife, yang dianut itu pengertian utang & kreditur yang bagaimana? Kreditur apa yang dapat mengajukan permohonan pailit (kreditur bersaing, kreditur prefern atau kreditur separatis) apa alasannya? Apa ketentuan dari UU No. 4 tahun 1998 yang membuktikan bahwa UU tsb lebih menekankan perlindungan kepada kreditur?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Dalam kasus Manulife tampaknya dianut pengertian utang secara luas, dimana utang tidak lagi didefinisikan secara sempit semata-mata sebagai kewajiban yang timbul dari transaksi pinjam-meminjam uang/utang piutang, namun segala kewajiban yang dapat dinilai dengan uang. Hal ini sudah sesuai dengan definisi utang sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 6 Undang-undang No. 37 tahun 2004 mengenai kepailitan dan PKPU. Dalam kasus Manulife kewajiban yang dianggap mencetuskan utang sendiri timbul dari kewajiban Manulife untuk melakukan pembayaran dividen kepada pemohon sebagai salah satu pemegang saham.

     

    Pada dasarnya kepailitan dapat diajukan oleh semua jenis kreditur. Tidak ada batasan mengenai kualifikasi kreditur yang dapat mengajukannya.

    Sepanjang kreditur tersebut dapat membuktikan secara sederhana bahwa ada lebih dari satu utang, dan salah satunya telah jatuh tempo, maka secara formil, hakim wajib menyatakan debitur pailit.

    Meskipun akhirnya secara logis, kepailitan idealnya lebih banyak dimanfaatkan oleh kreditur bersaingan (konkuren) yang notabene tidak memiliki hak prioritas apapun terhadap aset debitur, sehingga memerlukan mekanisme kepailitan untuk mengamankan kepentingan tagihan-tagihan mereka terhadap harta si-debitur.

    Sementara itu, kreditur yang dijamin (kreditur separatis maupun preferens) karena hak mereka relatif telah ‘terjamin' dari alokasi hasil penjualan harta debitur (misalnya pemegang hak tanggungan/fidusia-pelunasan diambil dari penjualan barang jaminan), maka bagi mereka, kebutuhan untuk mengakukan kepailitan tidak semendesak kreditur konkuren dalam menjamin pelunasan piutang-piutang mereka.

    Dalam hal kreditur yang dijamin dapat membuktikan bahwa jaminan yang ada telah tidak cukup untuk melunasi utang debitur kepada mereka, misalnya, jaminan yang ada hanya senilai Rp. 100 juta, padahal nilai utang adalah Rp. 200 juta, maka tidak ada masalah bagi mereka untuk menuntut sisa utang tersebut melalui mekanisme kepailitan. Meskipun kalimat pada Pasal 60 UU Kepailitan mengatakan

     

    Dalam hal hasil penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak cukup untuk melunasi piutang yang bersangkutan, Kreditor pemegang hak tersebut dapat mengajukan tagihan pelunasan atas kekurangan tersebut dari harta pailit sebagai kreditor konkuren, setelah mengajukan permintaan pencocokan piutang'

     

    Namun kalimat ‘hasil penjualan' tidak dengan serta merta menjadi batasan impreratif, bahwa jaminan tersebut harus terlebih dahulu dieksekusi. Lihat juga pasal 138 UU Kepailitan, yang mengatakan

     

    Kreditor yang piutangnya dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, hak agunan atas kebendaan lainnya, atau yang mempunyai hak yang diistimewakan atas suatu benda tertentu dalam harta pailit dan dapat membuktikan bahwa sebagian piutang tersebut kemungkinan tidak akan dapat dilunasi dari hasil penjualan benda yang menjadi agunan, dapat meminta diberikan hak-hak yang dimiliki kreditor konkuren atas bagian piutang tersebut, tanpa mengurangi hak untuk didahulukan atas benda yang menjadi agunan atas piutangnya.

     

    Dari situ terlihat bahwa terbuka kemungkinan pengajuan kepailitan oleh kreditur separatis, tanpa perlu terlebih dahulu mengeksekusi jaminannya. Karena secara logika, suatu proses kepailitan tidak sama sekali akan merubah konstelasi pembagian harta pailit, ataupun menambah keuntungan kreditur yang separatis. Karena tambahan nilai perolehan yang akan diperolehnya dari proses kepailitan juga tidak akan signifikan, karena pada akhirnya tetap dicocokkan oleh kurator dan kemudian harus dibagi secara proporsional dengan kreditur konkuren lainnya, sementara hak separatis dari jaminannya sama sekali tidak berkurang.

     

    Keputusan pengadilan tentang ini relatif masih inkonsisten, meskipun dalam beberapa kasus sebelumnya issue ini sudah dianggap selesai, dan tidak ada permasalahan bagi kreditur separatis untuk mengajukan kepailitan, namun dalam permohonan kepailitan Sojitz Corporation terhadap Thirta Ria, baik dalam pengadilan tingkat pertama, maupun kasasi, pengadilan berpendapat bahwa kreditur harus terlebih dahulu melakukan eksekusi terhadap jaminan fidusia.

     

    Menurut hemat saya, indikasi bahwa UU No.4/1998 lebih menekankan perlindungan  terhadap kreditur, adalah tuduhan yang tidak berdasar. Karena konsep dasar kepailitan adalah memberikan jalan yang relatif adil, bagi kreditur yang ingin memperoleh pembayaran terhadap piutang-piutang yang notabene merupakan hak mereka. Cukup fair, apabila hukum menjamin hak pemulihan uang dari seorang yang sudah meminjamkan uangnya kepada debitur, dari risiko kegagalan bayar baik sengaja maupun tidak sengaja. Karena tanpa perlindungan yang memadai, maka yang terjadi adalah, orang bisa saja ingkar dari kewajibannya, tanpa perlu takut bahwa tindakannya dapat terjangkau oleh hukum.

     

    Demikianlah semoga bermanfaat.

    Tags


    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Somasi: Pengertian, Dasar Hukum, dan Cara Membuatnya

    7 Jun 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!