Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Surat Dakwaan Tak Pakai Aturan Baru, Ini Akibatnya

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Surat Dakwaan Tak Pakai Aturan Baru, Ini Akibatnya

Surat Dakwaan Tak Pakai Aturan Baru, Ini Akibatnya
Monnachu Wemonicha Lovina, S.H.PERSADA UB
PERSADA UB
Bacaan 10 Menit
Surat Dakwaan Tak Pakai Aturan Baru, Ini Akibatnya

PERTANYAAN

Bagaimana sikap hakim seharusnya jika menemukan dakwaan yang seharusnya menggunakan UU baru, tetapi ternyata jaksa masih menggunakan peraturan lama? Contoh, kekerasan seksual seharusnya sudah menggunakan UU 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual tapi ternyata jaksa masih mendakwakan KUHP, dapatkah hakim memerintahkan jaksa mengubah dakwaan dan bagaimana hukum acaranya?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Secara singkat, tidak ada aturan spesifik yang mengatur mengenai sikap hakim terhadap surat dakwaan yang salah atau dalam hal ini penuntut umum menggunakan peraturan perundang-undangan yang lama atau tidak berlaku, dan tidak menggunakan peraturan perundang-undangan yang baru.

    Namun demikian, apakah surat dakwaan bisa diubah? Ya, penuntut umum masih dapat mengubah surat dakwaan dengan tetap memperhatikan ketentuan yang diatur dalam KUHAP. Apakah itu?

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Dakwaan yang Belum Menggunakan Peraturan Baru yang dibuat oleh Shanti Rachmadsyah, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Kamis, 30 September 2010.

    KLINIK TERKAIT

    Perbedaan dan Persamaan Surat Dakwaan dengan Surat Tuntutan

    Perbedaan dan Persamaan Surat Dakwaan dengan Surat Tuntutan

     

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

    Pengertian Surat Dakwaan

    Sebelumnya kami akan menerangkan apakah yang dimaksud dengan surat dakwaan itu? H.M.A. Kuffal dalam bukunya Penerapan KUHAP dalam Praktik Hukum (hal. 215) mendefinisikan surat dakwaan adalah surat yang berisi rumusan tindak pidana yang didakwakan terhadap terdakwa berdasarkan kesimpulan yang ditarik dari hasil penyidikan dan merupakan dasar pemeriksaan di depan sidang pengadilan sebagaimana tercantum dalam Pasal 143 KUHAP, Pasal 182 ayat (4) KUHAP, dan Putusan MA No. 68/K/Kr/1973 tanggal 16 Desember 1976.

    A. Karim Nasution juga mendefinisikan surat dakwaan adalah suatu surat atau akte yang memuat suatu perumusan dari tindak pidana yang didakwakan, yang sementara dapat disimpulkan dari surat-surat pemeriksaan pendahuluan yang merupakan dasar bagi hakim untuk melakukan pemeriksaan, yang bila ternyata cukup bukti, terdakwa dapat dijatuhi hukuman.

     

    Syarat Surat Dakwaan

    Pihak yang berwenang untuk membuat surat dakwaan ialah penuntut umum yang mana surat dakwaan tersebut dibuat berdasarkan hasil penyidikan.[1] Dalam membuat surat dakwaan, penuntut umum wajib memperhatikan 2 syarat surat dakwaan yang terdapat dalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP. Apa syarat formil dan materiil surat dakwaan?

    1. Syarat formil: nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka;
    2. Syarat materiil: uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.

    Menyambung pertanyaan Anda terkait penuntut umum menggunakan peraturan perundang-undangan yang lama atau tidak berlaku, maka ini berkaitan dengan syarat materiil.

    Meskipun tidak ada penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan “cermat, jelas, dan lengkap”, namun, H.M.A. Kuffal masih dalam buku yang sama (hal. 220-222) menjelaskan berdasarkan praktik hukum yang ada selama ini beserta perkembangannya.

    Kuffal memaknai kata “cermat” sebagai sikap teliti dari penuntut umum terhadap isi surat dakwaan, terutama yang berkaitan dengan penggunaan dasar aturan hukum untuk menghindari terjadinya kekurangan dan/atau kekeliruan yang akan berakibat pada batalnya surat dakwaan atau unsur-unsur dalam dakwaan yang kemudian tidak berhasil dibuktikan. Beberapa hal yang dimaksud antara lain sebagai berikut.

    1. Perlunya surat pengaduan untuk tindak pidana yang menggunakan dasar delik aduan.[2]
    2. Memastikan apakah tindak pidana yang didakwakan tidak ne bis in idem atau kedaluwarsa.
    3. Memastikan apakah terdakwa sebagai pelaku tindak pidana dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya.
    4. Memastikan apakah pasal yang ada dalam peraturan perundang-undangan yang dijadikan dasar dakwaan untuk tindak pidana tersebut sudah tepat dan sesuai dengan persyaratan formil maupun materiil seperti yang terdapat di dalam berkas perkara hasil penyidikan atau tidak.
    5. Memastikan apakah dalam pemeriksaan penyidikan/pembuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP), tersangka didampingi oleh penasihat hukum atau tidak.[3]

    Selanjutnya, Kuffal juga menerangkan pengertian kata “jelas” yang dimaknai sebagai rumusan unsur-unsur delik yang dapat dipadukan dan dijelaskan dalam bentuk uraian fakta perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa. Hal ini diperlukan agar dapat diketahui bagaimana peran terdakwa dalam melakukan tindak pidana yang didakwakan, apakah sebagai pelaku (dader/pleger), sebagai pelaku peserta (mede dader/pleger), sebagai penggerak (uitlokker), sebagai penyuruh (doen pleger), atau hanya sebagai pembantu (medeplichtige). Seluruh dakwaan perlu dirumuskan secara jelas agar terhindar dari terjadinya kekaburan (obscuur libel).

    Baca juga: Perbedaan Turut Serta dan Pembantuan Tindak Pidana

    Terakhir, dijelaskan pula soal pengertian kata “lengkap” ialah bahwa pada surat dakwaan tidak boleh terdapat unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan yang tidak termuat dalam surat dakwaan tersebut.

    Berdasarkan penjelasan satu per satu mengenai “cermat, jelas dan lengkap”, menyambung pertanyaan, kesalahan penggunaan dasar hukum dengan tidak menggunakan peraturan perundang-undangan yang baru untuk tindak pidana yang didakwakan merupakan kesalahan penuntut umum yang “tidak cermat” dalam membuat surat dakwaan.

    Kesalahan penggunaan dasar hukum tersebut merupakan bentuk ketidakcermatan penuntut umum dalam memastikan kesesuaian antara hasil penyidikan, jenis tindak pidana, fakta hukum berupa perbuatan terdakwa, serta dasar hukum yang digunakan. Lantas apa konsekuensinya? Apakah surat dakwaan dapat batal demi hukum?

    Konsekuensi hukumnya adalah surat dakwaan dapat dianggap tidak memenuhi syarat materiil berdasarkan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP dan membuatnya dapat dinyatakan sebagai surat dakwaan batal demi hukum berdasarkan Pasal 143 ayat (3) KUHAP.

     

    Apakah Surat Dakwaan Bisa Diubah?

    Kemudian timbul pertanyaan, apakah surat dakwaan yang salah tersebut dapat diubah? Siapakah yang berwenang mengubahnya dan bagaimana batasan peranan hakim terhadap perubahan surat dakwaan?

    Surat dakwaan pada dasarnya dapat diubah oleh penuntut umum menurut bunyi Pasal 144 KUHAP dengan syarat perubahan itu dilakukan sebelum pengadilan menetapkan hari sidang dan hanya dapat dilakukan satu kali selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum sidang dimulai.

    Pasal 144 KUHAP sendiri tidak mengatur secara jelas batasan perubahan dari surat dakwaan. Namun demikian, sebagai referensi pembanding, Pasal 282 ayat (2) HIR menyebutkan perubahan surat dakwaan tidak boleh mengakibatkan sesuatu yang semula merupakan tindak pidana, menjadi tindak pidana yang lain. Artinya, perubahan dakwaan tidak boleh mengakibatkan unsur-unsur tindak pidana semula berubah menjadi tindak pidana baru.

    Selanjutnya, sejauh apakah batasan peranan hakim terhadap surat dakwaan yang salah? KUHAP sendiri sebenarnya tidak mengatur secara spesifik terkait boleh atau tidaknya hakim memerintahkan dan/atau menyarankan kepada penuntut umum untuk memperbaiki surat dakwaan yang memiliki kesalahan. Namun menurut Andi Hamzah dalam bukunya Hukum Acara Pidana Indonesia (hal. 180), surat dakwaan dapat diubah baik atas inisiatif penuntut umum sendiri maupun merupakan saran hakim yang mana perubahan itu harus berdasarkan syarat yang ditentukan KUHAP.

    Dalam KUHAP, kewenangan hakim terhadap surat dakwaan yang disebutkan secara spesifik hanya soal permintaan agar penuntut umum membacakan dan menjelaskan isi surat dakwaan kepada terdakwa manakala terdakwa tidak mengerti maksud dari surat dakwaan setelah surat dakwaan dibacakan.[4]

    Kewenangan hakim lainnya yang berkaitan dengan surat dakwaan ialah memberikan kesempatan kepada penuntut umum untuk menyampaikan pendapatnya setelah pihak terdakwa atau penasihat hukumnya menyampaikan keberatan terhadap surat dakwaan.[5]

    Oleh karenanya, tidak ada aturan spesifik yang mengatur mengenai sikap hakim terhadap surat dakwaan yang salah. Meski begitu, berdasarkan seluruh penjabaran di atas, dapat disimpulkan bahwa tidak menggunakan peraturan perundang-undangan yang baru dalam surat dakwaan ialah bentuk dari ketidakcermatan penuntut umum.

    Dengan demikian, kami berpendapat, hakim boleh saja memberikan saran kepada penuntut umum untuk melakukan perubahan dan/atau perbaikan terhadap surat dakwaan dengan tetap memperhatikan ketentuan KUHAP seperti perubahan hanya boleh dilakukan satu kali, harus dilakukan sebelum hari sidang ditetapkan, dan selambat-lambatnya 7 hari sebelum sidang dilaksanakan.

    Dalam hal ini, perlu diperhatikan bahwa bolehnya hakim memberikan “saran” kepada penuntut umum bukan berarti hakim berwenang “memerintahkan” penuntut umum mengubah surat dakwaan. Sebab, perubahan surat dakwaan merupakan kewenangan penuntut umum.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Herzien Inlandsch Reglement (H.I.R);
    2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.  

    Referensi:

    1. A. Karim Nasution. Masalah Surat Dakwaan dalam Proses Pidana. Percetakan Negara RI, 1982.
    2. Andi Hamzah. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2008;
    3. H.M.A. Kuffal. Penerapan KUHAP dalam Praktik Hukum. Malang: UMM Press, 2004.

     

    Putusan:

    Putusan Mahkamah Agung Nomor 68/K/Kr/1973.


    [1] Pasal 14 huruf d dan Pasal 140 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”)

    [2] Pasal 1 angka 25 KUHAP

    [3] Pasal 56 KUHAP

    [4] Pasal 155 ayat (2) KUHAP

    [5] Pasal 156 ayat (1) KUHAP

    Tags

    dakwaan
    hakim

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Akun Pay Later Anda Di-Hack? Lakukan Langkah Ini

    19 Jul 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!