Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Kerugian Keuangan Negara pada Tindak Pidana Korupsi

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Kerugian Keuangan Negara pada Tindak Pidana Korupsi

Kerugian Keuangan Negara pada Tindak Pidana Korupsi
Shanti Rachmadsyah, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Kerugian Keuangan Negara pada Tindak Pidana Korupsi

PERTANYAAN

Pada saat kapan kerugian keuangan negara dalam TPK terjadi, apakah saat tempus delicti atau saat yang lain? Untuk memudahkan saya dalam memahami hal tersebut, saya sampaikan beberapa ilustrasi, sbagai berikut: - kasus pengadaan barang/jasa. Misalnya, pekerjaan belum 100% (baru 55%), tetapi pembayaran sudah 100%. Pertanyaan: apakah kerugian keuangan negara dihitung dengan cara membandingkan antara nilai kontrak dengan nilai realisasi atau apakah dimungkinkan kerugian dihitung berdasarkan uang negara yang keluar yang tidak sah (dasar dokumen pencairan yang fiktif). - Kredit yang diberikan oleh bank. Apakah side streaming (penggunan kredit yang tidak sesuai peruntukkannya) dapat dikategorikan sebagai Tindak Pidana Korupsi, jika ya, bagaimana perhitungan kerugian keuangan negaranya (asumsi permohonan dan agunan sudah oke)?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Yang menilai/menetapkan adanya kerugian negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (“BPK”). Ini sesuai dengan pasal 10 UU No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (“UU BPK”):

     

    “BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola Badan Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara”

    KLINIK TERKAIT

    Beda Kewenangan KPK, Kepolisian dan Kejaksaan Selaku Penyelidik dan Penyidik

    Beda Kewenangan KPK, Kepolisian dan Kejaksaan Selaku Penyelidik dan Penyidik
     

    Kerugian Negara sendiri adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai (lihat pasal 1 ayat [15] UU BPK). Penilaian kerugian tersebut dilakukan dengan keputusan BPK (lihat pasal 10 ayat [2] UU BPK).

     

    Selain BPK, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (“BPKP”) juga berwenang untuk menetapkan mengenai adanya kerugian negara. Ini terkait dengan fungsi BPKP yaitu melaksanakan pengawasan terhadap keuangan dan pembangunan (lihat pasal 52 Keppres No. 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen)

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    Jadi, yang menilai/menetapkan kerugian negara, adalah BPK dan BPKP. Adapun perhitungan kerugian negara sendiri bersifat kasuistis, atau dilihat per kasus. Dalam kasus yang Anda tanyakan, di mana pembayaran sudah terjadi 100% padahal pekerjaannya baru selesai 55%, dan pencairan pembayaran dilakukan atas dasar dokumen fiktif, maka di sini terjadi pencairan secara melawan hukum. Yang dihitung menjadi kerugian negara adalah besarnya pencairan yang terjadi secara melawan hukum tersebut, yaitu 45%.

     

    Side streaming adalah istilah lain dari perbuatan penyalahgunaan fasilitas kredit yang didapatkan dari perbankan. Jadi, penggunaan kredit yang telah diperoleh tidak sesuai dengan peruntukan awalnya. Contohnya pada kasus Akad Mudharabah Muqayyadah antara Dana Pensiunan Angkasa Pura II, Bank Mandiri Syariah dengan PT Sari Indo Prima. PT Sari Indo Prima menggunakan uang yang diperoleh dari akad yang diperolehnya dari Bank Syariah Mandiri yang semula diperuntukkan untuk biaya pengembangan usaha pembuatan karung, tapi digunakan untuk membayar cicilan kredit lain pada Bank Mandiri Syariah. Selengkapnya bisa Anda lihat dalam artikel ini.

     

    Pada praktek side streaming, nasabah menggunakan kredit yang telah diperolehnya dari bank untuk peruntukan lain daripada yang telah ditentukan dalam perjanjian kredit. Artinya, nasabah melakukan pelanggaran terhadap objek perjanjian, karena menggunakan kredit tidak sesuai perjanjian awalnya. Ini menimbulkan resiko adanya kredit bermasalah (Non Performing Loan), yang bisa berujung pada kegagalan nasabah dalam melakukan pembayaran utangnya pada Bank.

     

    Pemidanaan terhadap Non Performing Loan memang masih menjadi perdebatan. Menurut pakar hukum perbankan, Sutan Remy SjahdeiniNon Performing Loan yang terjadi karena penyalahgunaan kredit oleh nasabah dapat dikategorikan sebagai tindak pidana. Lain lagi pendapat dari praktisi hukum Frans Hendra Winata, yang berpendapat bahwa persoalan kredit macet adalah kasus perdata murni dan tidak memenuhi unsur korupsi. Selanjutnya bisa anda baca dalam artikel ini.

     

    Dalam prakteknya, beberapa kasus Non Performing Loan karena penyalahgunaan kredit yang terjadi pada bank milik pemerintah kemudian ditindaklanjuti dengan pengusutan kasus korupsi. Ini karena diduga telah terjadi tindak pidana korupsi di dalamnya. Contohnya pada kasus penyalahgunaan kredit Bank Mandiri oleh PLTU Sampit, yang bisa Anda baca dalam artikel ini.

     

    Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar hukum:

    1.      Undang-Undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan

    2.      Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen

     

    Tags


    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Pasal Penipuan Online untuk Menjerat Pelaku

    27 Des 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!