Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Shariah Compliance Officer (SCO)

Share
copy-paste Share Icon
Bisnis

Shariah Compliance Officer (SCO)

Shariah Compliance Officer (SCO)
Shanti Rachmadsyah, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Shariah Compliance Officer (SCO)

PERTANYAAN

Apakah Shariah Compliance Officer (SCO) sudah terbentuk? Bagaimana mekanisme Initial Public Offering (IPO) dalam pasar modal syariah? Bagaimana mekanisme penerbitan obligasi syariah dalam pasar modal syariah?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

     

    Menurut pasal 1 butir 4 Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal (“Fatwa DSN”), Syariah Compliance Officer (SCO) adalah:

     

    “Pihak atau pejabat dari suatu perusahaan atau lembaga yang telah mendapat sertifikasi dari DSN-MUI dalam pemahaman mengenai prinsip-prinsip syariah di Pasar Modal.”

     

    Pasal 3 ayat 4 Fatwa DSN tersebut di atas selanjutnya mengatur bahwa perusahaan publik yang akan menerbitkan efek syariah wajib memiliki SCO:

     

    “Emiten atau Perusahaan Publik yang menerbitkan Efek Syariah wajib menjamin bahwa kegiatan usahanya memenuhi Prinsip-prinsip Syariah dan memiliki Shariah Compliance Officer”

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    Jadi, keberadaan dari SCO ini diharuskan untuk setiap emiten/perusahaan publik yang akan menerbitkan efek syariah. Keberadaaannya tergantung pada masing-masing emiten, apakah hendak menerbitkan efek syariah atau tidak.

     

    Mekanisme IPO pada pasar modal syariah tidak berbeda dengan mekanisme IPO di pasar modal konvensional. Bedanya adalah kewajiban untuk melampirkan opini “syariah compliance” dari tim ahli syariah atau dewan syariah nasional. Selengkapnya untuk proses IPO dapat anda baca DI SINI:

     

    Menurut pasal 4 ayat 3 Fatwa DSN, Obligasi Syariah adalah:

     

    “Surat berharga jangka panjang berdasarkan Prinsip Syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syariah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo”

     

    Jadi, obligasi syariah menggunakan perhitungan imbal hasil dengan perhitungan bagi hasil. Ada dua macam obligasi syariah, yaitu:

     

    a)        Obligasi Syariah Mudharabah, yaitu obligasi syariah yang menggunakan akad bagi hasil sehingga pendapatan yang diperoleh investor atas obligasi tersebut diperoleh setelah mengetahui pendapatan emiten.

     

    Berdasarkan pasal 1 huruf c Peraturan Bapepam No. IX.A.14 tentang Akad-Akad yang Digunakan dalam Penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal (“Peraturan Bapepam”), Mudharabah (qiradh) adalah perjanjian (akad) di mana pihak yang menyediakan dana (shahib al-mal) berjanji kepada pengelola usaha (mudharib) untuk menyerahkan modal dan pengelola (mudharib) berjanji untuk mengelola modal tersebut. Jadi, skemanya adalah dengan penyertaan.

     

    Obligasi syariah mudharabah dikeluarkan perusahaan untuk membiayai proyek tertentu. Keuntungannya didistribusikan secara periodik dengan nisbah tertentu, yang merupakan rasio pembagian keuntungan riil dengan basis profit-loss sharing.

     

    b)        Obligasi Syariah Ijarah, yaituadalah obligasi syariah yang menggunakan akad sewa sehingga kupon (fee ijarah) bersifat tetap, dan pendapatan investor dapat diketahui sejak awal obligasi diterbitkan.

     

    Menurut pasal 1 huruf a Peraturan Bapepam, Ijarah adalah perjanjian (akad) di mana Pihak yang memiliki barang atau jasa (pemberi sewa atau pemberi jasa) berjanji kepada penyewa atau pengguna jasa untuk menyerahkan hak penggunaan atau pemanfaatan atas suatu barang dan atau memberikan jasa yang dimiliki pemberi sewa atau pemberi jasa dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa dan atau upah (ujrah), tanpa diikuti dengan beralihnya hak atas pemilikan barang yang menjadi obyek Ijarah.

     

    Mekanisme penerbitan obligasi syariah juga tidak diatur secara khusus, kecuali untuk obligasi syariah yang diterbitkan negara/Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang diatur dalam UU No. 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara dan Peraturan Menteri Keuangan No. 218 Tahun 2008 tentang Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara di Pasar Perdana Dalam Negeri (“PMK No. 218/2008”). Penerbitannya berdasarkan pasal 2 PMK No. 218/2008 dilakukan melalui dua cara:

    1.      Langsung diterbitkan oleh pemerintah

    2.      Melalui perusahaan penerbit SBSN

     

    Penjualan Sukuk Negara Ritel di Pasar Perdana dalam negeri dilakukan melalui Agen Penjual yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang (pasal 5 jo. pasal 6 PMK No. 218/2008). Agen Penjual adalah Bank dan/atau Perusahaan Efek yang ditunjuk untuk melaksanakan penjualan Sukuk Negara Ritel.

     

    Demikian yang kami ketahui. Semoga bermanfaat.

     

    Dasar hukum:

    1.      Undang-Undang No. 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara

    2.      Peraturan Menteri Keuangan No. 218 Tahun 2008 tentang Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara di Pasar Perdana Dalam Negeri

    3.      Peraturan Bapepam No. IX.A.14 tentang Akad-Akad yang Digunakan dalam Penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal

    4.      Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal

     

    Tags


    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Dasar Hukum Poligami di Indonesia dan Prosedurnya

    1 Nov 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!