KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Hukumnya Jika Suami Istri Mendirikan PT Tanpa Perjanjian Kawin

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Hukumnya Jika Suami Istri Mendirikan PT Tanpa Perjanjian Kawin

Hukumnya Jika Suami Istri Mendirikan PT Tanpa Perjanjian Kawin
Letezia Tobing, S.H., M.Kn.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Hukumnya Jika Suami Istri Mendirikan PT Tanpa Perjanjian Kawin

PERTANYAAN

Apa akibat hukumnya bagi PT yang didirikan oleh sepasang suami isteri tanpa adanya perjanjian kawin dan bagaimana status hukum dari PT tersebut? Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul perseroan terbatas yang didirikan oleh suami isteri tanpa perjanjian kawin yang dibuat oleh Bung Pokrol dan pernah dipublikasikan pada Rabu, 07 Juni 2006.

     

    Intisari:

    KLINIK TERKAIT

    Kemudahan Pendirian PT untuk Usaha Mikro dan Kecil

    Kemudahan Pendirian PT untuk Usaha Mikro dan Kecil

     

     

    Berdasarkan prinsip yang mendasari pendirian PT, yaitu mensyaratkan adanya minimal 2 (dua) pendiri, maka sepasang suami isteri yang menikah tanpa perjanjian kawin tidak dapat mendirikan PT. Jika tidak ada perjanjian kawin, suami isteri tersebut dapat dikatakan merupakan 1 (satu) subjek hukum terkait kepemilikan harta benda selama perkawinan dan berarti hanya terdapat satu sumber harta yaitu harta bersama mereka, sedangkan PT adalah persekutuan modal.

     

    Jika pendirinya kurang dari 2 (dua) orang, maka tidak memenuhi syarat pendirian PT, sehingga tidak mungkin diberikan “pengesahan” sebagai badan hukum oleh Menteri.

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak ulasan di bawah ini.

     

     

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

    Ulasan:

     

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Harta Benda dalam Perkawinan

    Mengenai harta dalam perkawinan, perlu diketahui bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan merupakan harta bersama,[1] kecuali ada perjanjian kawin yang mengatur sebaliknya.[2] Sedangkan harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.[3]

     

    Perjanjian kawin boleh dibuat pada waktu, sebelum, atau selama dalam ikatan perkawinan. Hal ini telah diatur dalam Pasal 29 UU Perkawinan jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015:

     

    (1)  Pada waktu, sebelum dilangsungkan, atau selama dalam ikatan perkawinan, kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan atau notaris, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.

    (2)  Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas hukum, agama dan kesusilaan.

    (3)  Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan, kecuali ditentukan lain dalam Perjanjian Perkawinan.

    (4) Selama perkawinan berlangsung, perjanjian perkawinan dapat mengenai harta perkawinan atau perjanjian lainnya, tidak dapat diubah atau dicabut, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk mengubah atau mencabut, dan perubahan atau pencabutan itu tidak merugikan pihak ketiga.

     

    Berdasarkan Surat Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Nomor: 472.2/5876/DUKCAPIL tanggal 19 Mei 2017, perjanjian perkawinan dapat dibuat sebelum, pada saat, dan selama perkawinan berlangsung dengan akta notaries dan dilaporkan kepada Instansi Pelaksana atau Unit Pelaksana Teknis (“UPT”) Instansi Pelaksana. Terhadap pelaporan perjanjian perkawinan tersebut, Pejabat Pencatatan Sipil pada Instansi Pelaksana atau UPT Instansi Pelaksana membuat catatan pinggir pada register akta dan kutipan akta perkawinan.

     

    Pendirian Perseroan Terbatas

    Perseroan Terbatas (“PT”) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UU Perseroan Terbatas”) serta peraturan pelaksanaannya.

     

    Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia.[4] Yang dimaksud dengan “orang” adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia maupun asing atau badan hukum Indonesia atau asing. Ketentuan dalam ayat ini menegaskan prinsip yang berlaku berdasarkan UU Perseroan Terbatas bahwa pada dasarnya sebagai badan hukum, Perseroan didirikan berdasarkan perjanjian, karena itu mempunyai lebih dari 1 (satu) orang pemegang saham.[5]

     

    Berdasarkan prinsip yang mendasari pendirian PT di atas, yaitu mensyaratkan adanya minimal 2 (dua) pendiri, maka sepasang suami isteri yang menikah tanpa perjanjian kawin tidak dapat mendirikan PT. Jika tidak ada perjanjian kawin, suami isteri tersebut dapat dikatakan merupakan 1 (satu) subjek hukum terkait kepemilikan harta benda selama perkawinan dan berarti hanya terdapat satu sumber harta yaitu harta bersama mereka, sedangkan PT juga adalah persekutuan modal.

     

    Menjawab pertanyaan Anda selanjutnya mengenai akibat hukumnya, menurut Yahya Harahap dalam bukunya Hukum Perseroan Terbatas (hal. 162), jika pendirinya kurang dari 2 (dua) orang, maka tidak memenuhi syarat pendirian PT, sehingga tidak mungkin diberikan “pengesahan” sebagai badan hukum oleh Menteri.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar hukum:

    1.    Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;

    2.    Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;

    3.    Surat Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Nomor: 472.2/5876/DUKCAPIL tanggal 19 Mei 2017.

     

    Referensi:

    Yahya Harahap. Hukum Perseroan Terbatas. Jakarta: Sinar Grafika. 2016.

     

    Putusan:

    Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 Tahun 2015.



    [1] Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”)

    [2] Pasal 29 UU Perkawinan jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 Tahun 2015

    [3] Pasal 35 ayat (2) UU Perkawinan

    [4] Pasal 7 ayat (1) UU Perseroan Terbatas

    [5] Penjelasan Pasal 7 ayat (1) UU Perseroan Terbatas

    Tags

    pt
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Tips Agar Terhindar dari Jebakan Saham Gorengan

    15 Agu 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!