Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Jerat Pidana Advokat yang Berzina dengan Kliennya

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Jerat Pidana Advokat yang Berzina dengan Kliennya

Jerat Pidana Advokat yang Berzina dengan Kliennya
Elang Galih Wangi, S.H.PERSADA UB
PERSADA UB
Bacaan 10 Menit
Jerat Pidana Advokat yang Berzina dengan Kliennya

PERTANYAAN

Jika advokat yang sedang menangani kasus gugat cerai melakukan perbuatan zina (berhubungan seks) dengan kliennya (pihak istri), apa konsekuensi hukumnya bagi advokat tersebut? Dalam hal ini, suami mengetahui hubungan zina tersebut dan menggunakannya sebagai alat bukti di pengadilan.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Terdapat beberapa konsekuensi hukum atas advokat yang melakukan zina dengan kliennya yang masih istri dari orang lain, antara lain dari sisi pidana, perdata, hingga pengenaan tindakan bagi advokat yang bersangkutan. Bagaimana bunyi pasalnya?

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Tentang advokat yang dibuat oleh Amrie Hakim, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Rabu, 10 Februari 2010.

    KLINIK TERKAIT

    Jika Menikahi Perempuan yang Memiliki Anak Hasil Zina

    Jika Menikahi Perempuan yang Memiliki Anak Hasil Zina

     

    Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

     

    Zina merupakan suatu bentuk perbuatan tercela serta melanggar kesusilaan. Selain itu dengan dilakukannya perbuatan zina tersebut juga mengakibatkan tercorengnya kehormatan pribadi maupun keluarga.

    Berdasarkan kronologis yang Anda ceritakan, kami mengasumsikan advokat tersebut memiliki kartu tanda pengenal advokat dan surat izin praktik beracara, serta istri tersebut masih dalam ikatan perkawinan dikarenakan proses perceraian masih berlangsung di pengadilan dan belum dijatuhkan putusan perceraian yang berkekuatan hukum tetap. Sehingga menurut hemat kami, ada beberapa konsekuensi yang ditimbulkan:

    1. Dalam konteks hukum pidana, zina merupakan suatu bentuk tindak pidana yang dimaknai sebagai hubungan seksual atau persetubuhan di luar perkawinan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dan perempuan yang keduanya atau salah satunya masih terikat dalam perkawinan.[1]

    Di Indonesia, pasal perbuatan zina diatur ketentuan KUHP lama yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan dan UU 1/2023 yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan, yakni pada tahun 2026,[2] sebagai berikut.

    Pasal 284 ayat (1) dan (2)

    KUHP

    Pasal 411 ayat (1) dan (2)

    UU 1/2023

    1. Diancam dengan pidana penjara paling lama 9 bulan:

    1.a. seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya;

    b. seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak, padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya,

    1. a. seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin;

    b. seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya.

    1. Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang tercemar, dan bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tenggang waktu tiga bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah-meja dan ranjang karena alasan itu juga.

     

    1. Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak kategori II yaitu Rp10 juta.[3]
    1. Terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan:
      1. suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan.
      2. orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.

     

     

    Dengan demikian, perbuatan advokat yang melakukan zina dengan istri orang lain dapat dijerat pidana menggunakan pasal perzinaan sebagaimana dimaksud di atas. Namun perlu ditegaskan bahwa delik zina ini merupakan delik aduan yang penuntutannya hanya dapat dilakukan jika ada pengaduan dari pihak yang dirugikan, yakni suami atau istri yang bersangkutan.

    Menurut R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, delik aduan terbagi menjadi 2 jenis, yaitu delik aduan absolut dan delik aduan relatif.[4] Dalam hal ini ketentuan Pasal 284 KUHP dan Pasal 411 UU 1/2023 dikategorikan sebagai delik aduan absolut yang artinya delik ini baru dapat diproses apabila ada pengaduan pasangan sahnya.

    1. Sementara dalam konteks hukum perdata, khususnya hukum perkawinan berdasarkan Pasal 19 PP 9/1975 dijelaskan alasan-alasan perceraian salah satunya adalah salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

    Sehingga, dalam perkara ini telah terdapat alasan untuk melakukan perceraian, karena si istri telah berbuat zina dengan pria lain.

     

    1. Mengingat kedudukan pelaku yang merupakan seorang advokat, Pasal 6 UU Advokat menyebutkan advokat dapat dikenai tindakan dengan alasan antara lain telah berbuat hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban, kehormatan, atau harkat dan martabat profesinya, telah melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dan atau perbuatan tercela, serta melanggar sumpah/janji advokat dan/atau kode etik profesi advokat.[5]

    Lebih lanjut, Pasal 7 UU Advokat menjabarkan jenis tindakan yang dapat dikenakan terhadap advokat yakni dapat berupa teguran lisan, teguran tertulis, pemberhentian sementara dari profesinya selama 3 sampai 12 bulan, dan pemberhentian tetap dari profesinya.

    Selain itu, dalam Pasal 3 huruf g Kode Etik Advokat Indonesia juga disebutkan bahwa advokat harus senantiasa menjunjung tinggi profesi advokat sebagai profesi terhormat (officium nobile).

    Menurut hemat kami, advokat yang berbuat zina dengan klien merupakan perbuatan yang dapat menjadi dasar pengenaan tindakan terhadap advokat dan juga melanggar kode etik.

    Baca juga: Cara Melaporkan Advokat yang Melanggar Kode Etik

    Kemudian terkait pembuktian zina di pengadilan, alat bukti yang sah dalam hukum acara pidana terdiri atas keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.[6] Sementara dalam hukum acara perdata, alat bukti terdiri atas bukti tertulis, bukti saksi, persangkaan, pengakuan, dan sumpah.[7]

    Tak hanya itu, ada pula alat bukti elektronik sebagaimana diatur Pasal 5 ayat (1) UU ITE jo. Putusan MK No. 20/PUU-XIV/2016 bahwa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.

    Kami berpendapat terkait suami yang mengetahui telah terjadinya zina yang dilakukan oleh istrinya dapat dijadikan alat bukti di persidangan baik secara perdata maupun pidana sepanjang memenuhi kualifikasi untuk dijadikan sebagai alat bukti dan bentuknya selaras dengan jenis alat bukti yang telah diatur. Misalnya alat bukti berupa keterangan saksi.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
    3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
    4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat;
    5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
    6. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.

     

    Putusan:

    Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV/2016.

     

    Referensi:

    1. Fadel Ilahi. Zina Problematika dan Solusinya. Jakarta: Qisti Press, 2005;
    2. R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1996.

    [1] Fadel Ilahi, Zina Problematika dan Solusinya, Jakarta: Qisti Press, 2005, hal. 3

    [2] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”)

    [3] Pasal 79 ayat (1) huruf b UU 1/2023

    [4] R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1996, hal. 88

    [5] Pasal 6 huruf d, e, dan f Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat

    [6] Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

    [7] Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

    Tags

    advokat
    hukum pidana

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Pindah Kewarganegaraan WNI Menjadi WNA

    25 Mar 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!