Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Jika Eksekusi Hak Tanggungan Tak Cukup Lunasi Utang

Share
copy-paste Share Icon
Perdata

Jika Eksekusi Hak Tanggungan Tak Cukup Lunasi Utang

Jika Eksekusi Hak Tanggungan Tak Cukup Lunasi Utang
Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Jika Eksekusi Hak Tanggungan Tak Cukup Lunasi Utang

PERTANYAAN

Apakah boleh dilakukan eksekusi terhadap harta benda debitur yang tidak bergerak maupun bergerak apabila debitur tersebut wanprestasi hanya dengan berdasarkan Hak Tanggungan?  Apabila si debitur melakukan perlawanan terhadap eksekusi barang di pengadilan, apakah barang bergerak & tidak bergerak menurut hukum sah untuk dieksekusi sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht)?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Tata cara eksekusi hak tanggungan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah yang menegaskan adanya kekuatan eksekutorial pada Sertifikat Hak Tanggungan.

    Namun bagaimana jika hasil eksekusi hak tanggungan tidak cukup untuk melunasi utang atau misalnya kreditur justru mengeksekusi harta benda debitur lainnya, padahal telah ada hak tanggungan?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judulHutang & Kredit Macet yang dibuat olehSi Pokrol dan dipublikasikan pertama kali pada 28 September 2009.

    Eksekusi Hak Tanggungan

    KLINIK TERKAIT

    Cara Eksekusi Jaminan Fidusia Jika Debitur Wanprestasi

    Cara Eksekusi Jaminan Fidusia Jika Debitur Wanprestasi

    Eksekusi terhadap objek yang dibebani dengan hak tanggungan dapat dilakukan apabila debitur wanprestasi atau cidera janji sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah (“UU HT”):

    Apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Selain berdasarkan hak pemegang hak tanggungan pertama untuk menjual objek hak tanggungan, titel eksekutorial yang terdapat dalam Sertifikat Hak Tanggungan juga merupakan dasar eksekusi. Objek hak tanggungan dijual melalui pelelangan umum untuk pelunasan piutang pemegang hak tanggungan dengan hak mendahulu dari pada kreditor-kreditor lainnya.[1]

    Sebagai alternatif lain, atas kesepakatan pemberi dan pemegang hak tanggungan, penjualan objek hak tanggungan juga dapat dilaksanakan di bawah tangan jika akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak.[2]

    Namun, pelaksanaan penjualan di bawah tangan hanya dapat dilakukan setelah lewat waktu 1 bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau pemegang hak tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2 surat kabar dan/atau media massa setempat, serta tidak ada pihak yang keberatan.[3]

    Jika eksekusi hak tanggungan tidak dilaksanakan dengan tata cara di atas, maka eksekusi itu dianggap batal demi hukum.[4]

    Dalam praktik, pemegang hak tanggungan yang akan melaksanakan pelelangan umum selalu meminta fiat eksekusi kepada Pengadilan Negeri. Hal ini didasarkan pada Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 3210 K/Pdt/1984 yang menyatakan bahwa eksekusi terhadap Grosse Akta Hipotik harus dilaksanakan atas perintah dan pimpinan Ketua Pengadilan Negeri bilamana ternyata tidak terdapat perdamaian dalam pelaksanaannya.[5]

    Yurisprudensi berlaku karena menurut ketentuan Pasal 26 UU HT:

    Selama belum ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya, dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 14, peraturan mengenai eksekusi hypotheek yang ada pada mulai berlakunya Undang-Undang ini, berlaku terhadap eksekusi Hak Tanggungan.

    Selain itu, dalam Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan (Buku II Mahkamah Agung RI) juga turut dijelaskan bahwa jika debitur wanprestasi, maka berdasarkan titel eksekutorial yang terdapat dalam Sertifikat Hak Tanggungan, pemegang hak tanggungan mohon eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang, kemudian akan dilakukan eksekusi layaknya eksekusi putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (hal. 90).

    Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan

    Menyambung pertanyaan Anda, meskipun debitur melakukan perlawanan terhadap eksekusi hak tanggungan di pengadilan, pada dasarnya perlawanan tersebut tidak menangguhkan pelaksanaan eksekusi, kecuali jika diperintahkan oleh pejabat yang telah memerintahkan eksekusinya sebagaimana yang diatur dalam Pasal 227 Rechtreglement voor de Buitengewesten(“RBg”).

    Hal ini dikarenakan adanya Sertifikat Hak Tanggungan sebagai tanda bukti adanya hak tanggungan yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan dan memuat irah-irah dengan kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Artinya, sertifikat tersebut mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.[6]

    Dalam hal ini, irah-irah (kepala keputusan) yang dicantumkan dalam sertifikat hak tanggungan dimaksudkan untuk menegaskan adanya kekuatan eksekutorial, sehingga apabila kreditor cidera janji, hak tanggungan siap untuk dieksekusi seperti suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, ini dikenal pula dengan istilah parate executie.[7]

    Baca juga: Meski Pindah Tangan, Objek HT Tetap Bisa Dieksekusi

    Objek Hak tanggungan

    Namun, perlu dipahami bahwa hak tanggungan adalah jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.[8]

    Jadi, objek yang dapat dibebani dengan hak tanggungan hanyalah hak atas tanah berikut benda-benda yang jadi satu kesatuan dengan tanah,[9] sehingga merupakan benda yangtidak bergerak.

    Sedangkan untuk benda bergerak sebagaimana Anda tanyakan, kami contohkan misalnya bisa dibebani dengan jaminan fidusia khususnya terhadap benda bergerak (berwujud dan tidak berwujud) serta bangunan yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan.[10]

    Baca juga: Cara Eksekusi Jaminan Fidusia Jika Debitur Wanprestasi

    Jika Eksekusi Hak Tanggungan Tak Cukup Lunasi Utang

    Dalam hal hasil eksekusi hak tanggungan tidak cukup untuk melunasi utang yang dijaminkan, menurut hemat kami kreditur bisa saja melakukan eksekusi terhadap harta benda lainnya milik debitur.

    Sebab, ini berkaitan dengan jaminan umum yang tercantum dalam Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) yang berbunyi:

    Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan perorangan debitur itu

    Meski demikian, alih-alih langsung mengeksekusi, menurut hemat kami seharusnya kreditur mengajukan gugatan untuk memenuhi pelunasan sisa piutang yang belum terbayarkan terhadap debitur.

    Sebaliknya, dalam hal hasil penjualan objek hak tanggungan lebih besar daripada piutang tersebut yang setinggi-tingginya sebesar nilai tanggungan, sisanya menjadi hak pemberi hak tanggungan.[11]

    Akan tetapi, apabila yang Anda maksud dalam pertanyaan adalah sudah terdapat hak atas tanah yang dijaminkan dengan hak tanggungan, tapi kreditur malah mengeksekusi harta benda di luar jaminan hak tanggungan tanpa adanya dasar hukum yang sah, maka jelas hal tersebut merupakan perbuatan melawan hukum menurut Pasal 1365 KUH Perdata.

    Baca juga: Perbuatan Melawan Hukum dalam Hukum Perdata dan Hukum Pidana

    Patut dipahami, hak tanggungan itu berasal dari perjanjian pokok yaitu perjanjian utang-piutang atau perjanjian kredit, sehingga hak tanggungan itu sendiri merupakan perjanjian accessoir atau perjanjian tambahan.[12]

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
    2. Rechtreglement voor de Buitengewesten;
    3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;
    4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah;
    5. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

    Referensi:

    1. Ahmad Fikri Assegaf, Elijana Tanzah, Penjelasan Hukum tentang Grosse Akte, (Jakarta: Nasional Legal Reform Program), 2011;
    2. Bernadetha Aurelia Oktavira dan Yudho Taruno Muryanto. Perlindungan Hukum Bagi Kreditor Pemegang Hak Tanggungan dalam Eksekusi Harta (Boedel) Pailit Terhadap Sita Perkara Pidana. Jurnal Privat Law Vol. VIII No. 1 Januari-Juni 2020;
    3. Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan (Buku II Mahkamah Agung RI), diakses pada 24 Juni 2021, pukul 13.11 WIB.

    [1] Pasal 20 ayat (1) UUHT

    [2] Pasal 20 ayat (2) UU HT

    [3] Pasal 20 ayat (3) UU HT

    [4] Pasal 20 ayat (4) UU HT

    [5] Ahmad Fikri Assegaf, Elijana Tanzah, Penjelasan Hukum tentang Grosse Akte, (Jakarta: Nasional Legal Reform Program), 2011, hal. 125

    [6] Pasal 14 ayat (1), (2), dan (3) UU HT

    [7] Bernadetha Aurelia Oktavira dan Yudho Taruno Muryanto. Perlindungan Hukum Bagi Kreditor Pemegang Hak Tanggungan dalam Eksekusi Harta (Boedel) Pailit Terhadap Sita Perkara Pidana. Jurnal Privat Law, Vol. VIII, No. 1 Januari-Juni 2020, hal. 64

    [8] Pasal 1 angka 1 UU HT

    [9] Pasal 4 ayat (4) UU HT

    [10] Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia

    [11] Penjelasan Pasal 20 ayat (1) UUHT

    [12] Bernadetha Aurelia Oktavira dan Yudho Taruno Muryanto. Perlindungan Hukum Bagi Kreditor Pemegang Hak Tanggungan dalam Eksekusi Harta (Boedel) Pailit Terhadap Sita Perkara Pidana. Jurnal Privat Law Vol. VIII No. 1 Januari-Juni 2020, hal. 64

    Tags

    fidusia
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    TIPS HUKUM

    Cara Menghitung Pembebasan Bersyarat bagi Narapidana

    24 Mar, 2023 Bacaan 10 Menit
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!