Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Aturan Permohonan Peninjauan Kembali (PK) Perkara Perdata

Share
copy-paste Share Icon
Ilmu Hukum

Aturan Permohonan Peninjauan Kembali (PK) Perkara Perdata

Aturan Permohonan Peninjauan Kembali (PK) Perkara Perdata
Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Aturan Permohonan Peninjauan Kembali (PK) Perkara Perdata

PERTANYAAN

Pengajuan PK dalam tenggang waktu 180 hari sesudah penetapan atau putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap atau sejak ditemukan bukti adanya kebohongan atau bukti baru. Bila alasan pemohon PK berdasarkan bukti baru (novum), maka bukti baru tersebut dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang. Yang ingin saya tanyakan apabila kita mendapatkan novum berupa akta jual beli atau SHM, apa maksud harus "dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yg berwenang"?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Baik dalam perkara pidana maupun perdata, terdapat ketentuan permohonan peninjauan kembali. Dalam kasus Anda yang kami asumsikan perkara perdata, tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali adalah benar 180 hari yang dihitung sejak dalam kriteria atau kondisi tertentu. Bagaimana syarat dan aturan tenggang waktu pengajuannya?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul tentang PK (peninjauan Kembali) yang dibuat oleh Dr. Luhut M.P. Pangaribuan, S.H., LL.M. dan pertama kali dipublikasikan pada Kamis, 14 Mei 2009.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    KLINIK TERKAIT

    Dapatkah Mengajukan Peninjauan Kembali karena Perubahan Undang-undang?

    Dapatkah Mengajukan Peninjauan Kembali karena Perubahan Undang-undang?

    Syarat Peninjauan Kembali Perdata

    Guna menyederhanakan jawaban, kami akan membahas ketentuan permohonan peninjauan kembali dalam perkara perdata saja. Patut Anda ketahui, ketentuan permohonan peninjauan kembali dilakukan hanya satu kali dan tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan.[1]

    Peninjauan kembali diajukan ke mana? Mahkamah Agung sesuai dengan tugas dan wewenangnya untuk memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.[2]

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Siapa yang dapat mengajukan peninjauan kembali? Permohonan peninjauan kembali harus diajukan sendiri oleh para pihak yang berperkara atau ahli warisnya atau seorang wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu. Apabila selama proses peninjauan kembali si pemohon meninggal dunia, permohonan tersebut dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya.[3]

    Patut Anda catat, selama belum diputus, permohonan peninjauan kembali dapat dicabut. Lalu apabila sudah dicabut, permohonan peninjauan kembali tidak dapat diajukan lagi.[4] Kemudian apa syarat mengajukan upaya peninjauan kembali?

    Dalam putusan perkara perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, permohonan peninjauan kembali dapat diajukan hanya berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:[5]

    1. apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;
    2. apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan;
    3. apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut;
    4. apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;
    5. apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain;
    6. apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.

    Selanjutnya, tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali yang didasarkan atas alasan tersebut di atas adalah 180 hari untuk:[6]

    1. yang disebut pada huruf a sejak diketahui kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan hakim pidana memperoleh kekuatan hukum tetap, dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara;
    2. yang disebut pada huruf b sejak ditemukan surat-surat bukti, yang hari serta tanggal ditemukannya harus dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang;
    3. yang disebut pada huruf c, d, dan f sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara;
    4. yang tersebut pada huruf e sejak sejak putusan yang terakhir dan bertentangan itu memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada pihak yang berperkara.

    Sebagai tambahan informasi, pemeriksaan permohonan peninjauan kembali atas putusan perkara pidana yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap digunakan acara peninjauan kembali sebagaimana diatur dalam KUHAP.

    Alat Bukti Surat sebagai Novum

    Menjawab pertanyaan Anda, menurut M. Yahya Harahap dalam bukunya berjudul Kekuasaan Mahkamah Agung: Pemeriksaan Kasasi dan Peninjauan Kembali Perkara Perdata, terdapat empat bagian yang dapat dijelaskan terkait dengan Pasal 67 huruf b jo.Pasal 69 huruf b UU Mahkamah Agung, yaitu:

    1. Penerapan alasan permohonan peninjauan kembali terbatas hanya pada bentuk alat bukti surat.
    2. Alat bukti surat, yang memenuhi alasan permohonan peninjauan kembali ini, harus bersifat menentukan.
    3. Hari dan tanggal alat bukti surat itu ditemukan, harus dinyatakan di bawah sumpahdandisahkan pejabat yang berwenang.
    4. Alat bukti surat itu telah ada sebelum proses pemeriksaan perkara.

    Pada hari dan tanggal ditemukan alat bukti surat itu, pemohon peninjauan kembali harus menyatakan di bawah sumpah dengan cara:

    1. Pernyataan sumpah itu dibuat secara tertulis yang menjelaskan bahwa pada hari dan tanggal tersebut telah menemukan alat bukti surat in casu akta jual beli atau Sertipikat Hak Milik dengan menyebut tempat atau kantor di mana alat bukti surat itu ditemukan.
    2. Surat pernyataan sumpah kemudian disahkan oleh pejabat yang berwenang.

    Kedua syarat ini bersifat imperatif dan kumulatif. Artinya, apabila penemuan surat itu tidak dituangkan dalam bentuk surat pernyataan di bawah sumpah, kemudian surat pernyataan sumpah itu tidak disahkan oleh pejabat yang berwenang, maka alat bukti surat itu tidak memenuhi syarat sebagai alasan permohonan peninjauan kembali. Sementara itu, pernyataan sumpah saja oleh pemohon peninjauan kembali tanpa disahkan oleh pejabat yang berwenang juga mengakibatkan alat bukti surat tidak sah sebagai alasan permohonan peninjauan kembali.

    Secara sederhana, pernyataan di bawah sumpah tersebut dapat langsung dibuat di hadapan pejabat yang berwenang, dan pengesahannya dilakukan oleh pejabat tersebut pada surat yang bersamaan di tempat pembuatan pernyataan sumpah.

    Adapun terhadap pengertian atau siapa ”pejabat yang berwenang” pada Pasal 69 huruf b UU Mahkamah Agung memang tidak diberikan penjelasan. Oleh karena tidak diberikan penjelasan, maka tidak ada pembatasan siapa ”pejabat yang berwenang” dalam melakukan pengesahan atas alat bukti surat. Namun demikian, pada umumnya, jika suatu surat yang akan dijadikan novum berkaitan erat dengan pejabat tertentu, maka pernyataan sumpah dan pengesahannya dilakukan di hadapan dan oleh pejabat tersebut.

    Merujuk pada pernyataan Anda, jika alat bukti surat yang diajukan sebagai novum adalah berupa akta jual beli, maka pernyataan sumpah dan pengesahannya dapat dilakukan di hadapan dan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Sementara itu, jika alat bukti surat yang diajukan sebagai novum adalah berupa sertipikat hak milik, maka pernyataan sumpah dan pengesahannya dapat dilakukan di hadapan dan oleh pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN).

    Demikian jawaban dari kami tentang permohonan peninjauan kembali (PK), semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang kedua kalinya diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

    Referensi:

    Yahya Harahap. Kekuasaan Mahkamah Agung: Pemeriksaan Kasasi dan Peninjauan Kembali Perkara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

    [1] Pasal 66 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (“UU Mahkamah Agung”)

    [2] Pasal 28 ayat (1) huruf c UU Mahkamah Agung

    [3] Pasal 68 UU Mahkamah Agung

    [4] Pasal 66 ayat (3) UU Mahkamah Agung

    [5] Pasal 67 UU Mahkamah Agung

    [6] Pasal 69 UU Mahkamah Agung

    Tags

    gugatan perdata
    hukum perdata

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Akun Pay Later Anda Di-Hack? Lakukan Langkah Ini

    19 Jul 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!