Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Aturan Seputar Komisaris Independen & Piercing the Corporate Veil

Share
copy-paste Share Icon
Bisnis

Aturan Seputar Komisaris Independen & Piercing the Corporate Veil

Aturan Seputar Komisaris Independen &amp; <i>Piercing the Corporate Veil</i>
Dr. MICHAEL HANS & Associates Dr. MICHAEL HANS & Associates
Dr. MICHAEL HANS & Associates
Bacaan 10 Menit
Aturan Seputar Komisaris Independen &amp; <i>Piercing the Corporate Veil</i>

PERTANYAAN

Apakah pengertian komisaris independen apa dan wajibkah komisaris independen ada di dalam PT? Apa pengertian teori piercing corporate veil?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Menurut UU PT, komisaris independen adalah komisaris yang diangkat berdasarkan keputusan RUPS dan merupakan pihak yang tidak terafiliasi dengan pemegang saham utama, anggota direksi dan/atau anggota dewan komisaris lainnya. Komisaris independen umumnya bersifat tidak wajib, namun dapat diwajibkan untuk beberapa perusahaan tertentu.

    Sementara itu, UU PT pada dasarnya menganut asas hukum separate legal personality yang artinya PT adalah perusahaan yang memiliki satu kesatuan hukum yang terpisah dari subjek hukum yang menjadi pendiri atau menjadi pemegang saham dari perusahaan tersebut. Akan tetapi, terdapat pengecualian prinsip separate legal personality yang dikenal dengan piercing the corporate veil.

    Bagaimana dasar hukum selengkapnya?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

     

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang ditulis oleh Abi Jam'an Kurnia, S.H. dan dipublikasikan pada Jumat 22 Maret 2019.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Pengertian Dewan Komisaris

    Sebelum menjawab pertanyaan Anda, sebaiknya kita pahami terlebih dahulu apa itu dewan komisaris. Dewan Komisaris adalah salah satu bagian dari organ perseroan, bersama dengan Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”) dan direksi.[1] Lalu, dewan komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada direksi.[2]

    Menurut Pasal 108 ayat (1) UU PT, dewan komisaris bertugas melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan, dan memberi nasihat kepada direksi. Lalu, dewan komisaris terdiri atas satu orang anggota atau lebih.[3] Dalam hal dewan komisaris terdiri atas lebih dari satu orang anggota, maka dewan komisaris bertindak sebagai majelis dan setiap anggota dewan komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri, melainkan berdasarkan keputusan dewan komisaris.[4] Hal ini berarti dewan komisaris tidak dapat menjalankan fungsinya secara perorangan layaknya direktur melainkan satu suara sebagai dewan komisaris.

    Selengkapnya mengenai ketentuan dewan komisaris dapat Anda baca pada Pasal 108 s.d. Pasal 121 UU PT.

    Dasar Hukum Komisaris Independen

    Walaupun Pasal 108 ayat (3) UU PT mengatur bahwa dewan komisaris dapat terdiri dari satu orang atau lebih, pengaturan mengenai jumlah komisaris dapat berbeda-beda. Salah satunya adalah ketentuan mengenai adanya komisaris independen.

    Apa itu komisaris independen? Komisaris independen diatur dalam Pasal 120 ayat (1) UU PT yang mengatur bahwa anggaran dasar perseroan dapat mengatur adanya satu orang atau lebih komisaris independen dan satu orang komisaris utusan. Sementara itu, pada Pasal 120 ayat (2) UU PT, komisaris independen didefinisikan sebagai komisaris yang diangkat berdasarkan keputusan RUPS dan merupakan pihak yang tidak terafiliasi dengan pemegang saham utama, anggota direksi dan/atau anggota dewan komisaris lainnya.

    Dengan demikian, komisaris independen haruslah pihak luar, bukan pemegang saham dalam perseroan, dan juga tidak memiliki hubungan dengan pemegang saham perseroan.[5] Hal ini dilakukan dalam pelaksanaan Good Corporate Governance (“GCG”).[6] Adapun prinsip-prinsip GCG menurut Yahya Harahap terdiri dari:[7]

    1. keterbukaan atau transparansi (transparency, disclosure);
    2. akuntabilitas (accountability);
    3. keadilan (fairness); dan
    4. pertanggungjawaban (responsibility).

    Selanjutnya, komisaris independen memiliki beberapa kriteria sebagai berikut:[8]

    1. dipilih dan diangkat secara independen;
    2. penilaian objektif dan independen;
    3. berasal dari luar perusahaan;
    4. bebas dari pengaruh;
    5. tidak ada hubungan afiliasi;
    6. tidak memiliki kepentingan di perusahaan;
    7. bertindak secara independen; dan
    8. memiliki kompetensi dan integritas yang memadai.

    Kewajiban Adanya Komisaris Independen

    Menjawab pertanyaan Anda terkait kewajiban adanya komisaris independen pada sebuah perseroan, berdasarkan praktik kami, hal ini bergantung pada sifat perseroan itu sendiri. Dalam UU PT, adanya komisaris independen adalah tidak wajib sebagaimana diuraikan oleh Pasal 120 ayat (1) UU PT di atas. Namun, pada perusahaan tertentu, komisaris independen dapat bersifat wajib, misalnya:

    1. Perusahaan publik, yaitu perseroan yang sahamnya telah dimiliki paling sedikit oleh 300 pemegang saham dan memiliki modal disetor paling sedikit Rp3 miliar atau suatu jumlah pemegang saham dan modal disetor yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”).[9] Menurut Pasal 20 ayat (2) POJK 33/04/2014, keanggotaan dewan komisaris perusahaan publik terdiri dari dua orang anggota dewan komisaris, satu di antaranya adalah komisaris independen.
    2. Bank umum, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, termasuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri.[10] Kemudian, bank umum diwajibkan memiliki komisaris independen sebagaimana diatur dalam Pasal 38 ayat (1) POJK 17/2023.

    Sebagai informasi, selain komisaris independen, terdapat pula komisaris utusan. Berbeda dari komisaris independen yang merupakan pihak diluar perseroan, komisaris utusan adalah anggota dewan komisaris yang ditunjuk berdasarkan rapat dewan komisaris.[11] Menurut Rudhi Prasetya, komisaris utusan adalah anggota dari dewan komisaris yang diberikan “kuasa” oleh komisaris lainnya yang berhalangan untuk melaksanakan tugas-tugas yang berkaitan dengan dewan komisaris.[12]

    Baca juga: Perbedaan Komisaris Independen dengan Komisaris Utusan

    Ketentuan Corporate Separate Legal Personality

    Kemudian, sebelum menjawab pertanyaan Anda mengenai piercing the corporate veil, penting untuk diketahui bahwa UU PT pada dasarnya menganut asas hukum corporate separate legal personality atau separate legal personality sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (1) UU PT sebagai berikut:

    Pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi saham yang dimiliki.

    Ketentuan tersebut menegaskan bahwa Perseroan Terbatas (“PT”) adalah suatu perusahaan yang memiliki satu kesatuan hukum yang terpisah dari subjek hukum yang menjadi pendiri atau menjadi pemegang saham dari perusahaan tersebut (prinsip separate legal personality). Sehingga, tanggung jawab pemegang saham hanya sebatas pada besaran nilai saham nya saja atau limited liability of shareholder.

    Ketentuan Piercing The Corporate Veil

    Apa itu piercing the corporate veil? Piercing the corporate veil didefinisikan sebagai berikut: [13]

    The judicial act of imposing personal liability on otherwise immune corporate officers, directors, or shareholders for the corporation's wrongful act.

    Jika diterjemahkan secara bebas, piercing the corporate veil adalah tindakan yudisial yang membebankan tanggung jawab pribadi kepada pejabat, direktur, atau pemegang saham perusahaan yang seharusnya kebal hukum atas tindakan korporasi yang salah.

    Definisi tersebut sejalan dengan pendapat Munir Fuady yang pada pokoknya menyatakan UU PT mengakui teori piercing the corporate veil dengan membebankan tanggung jawab kepada pihak pemegang saham, direksi, atau komisaris.[14]

    Kemudian, terdapat pengecualian terhadap asas separate legal personality pada Pasal 3 ayat (1) UU PT, yang dikenal dengan piercing the corporate veil. Berdasarkan Pasal 3 ayat (2) UU PT, ketentuan Pasal 3 ayat (1) UU PT tidak berlaku apabila:

    1. persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;
    2. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan iktikad buruk memanfaatkan perseroan untuk kepentingan pribadi;
    3. pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan; atau
    4. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan.

    Sebagai informasi, keadaan-keadaan dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b dan d UU PT di atas wajib dibuktikan dengan terdapatnya dominasi dari pemegang saham terhadap PT dengan iktikad tidak baik atau tidak layak. Dominasi tersebut dapat dilihat dengan terdapatnya percampuran harta kekayaan PT dengan pemegang saham atau pendirian PT semata-mata untuk dijadikan alat yang dipergunakan pemegang saham untuk memenuhi tujuan pribadinya.[15]

    Lebih lanjut, sejalan dengan Pasal 3 ayat (2) huruf a UU PT, selama belum memperoleh status badan hukum, perbuatan hukum atas nama PT hanya dapat dilakukan oleh semua anggota direksi, semua pendiri, dan semua anggota dewan komisaris secara bersama-sama dengan bertanggung jawab secara tanggung renteng. Perbuatan hukum menjadi tanggung jawab perseroan setelah perseroan menjadi badan hukum. Hal tersebut diatur dalam Pasal 14 ayat (1) dan (3) UU PT.

    Lalu, dalam hal perbuatan hukum tersebut dilakukan oleh pendiri atas nama perseroan yang belum memperoleh status badan hukum, perbuatan hukum tersebut menjadi tanggung jawab pendiri yang bersangkutan dan tidak mengikat perseroan. Perbuatan hukum ini hanya mengikat dan menjadi tanggung jawab perseroan setelah perbuatan hukum tersebut disetujui oleh semua pemegang saham dalam RUPS yang dihadiri oleh semua pemegang saham perseroan, sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (2) dan (4) UU PT.

    Selengkapnya mengenai piercing the corporate veil dapat Anda baca juga dalam artikel Piercing the Corporate Veil pada Kepailitan Anak Perusahaan.

    Dinamisnya perkembangan regulasi seringkali menjadi tantangan Anda dalam memenuhi kewajiban hukum perusahaan. Selalu perbarui kewajiban hukum terkini dengan platform pemantauan kepatuhan hukum dari Hukumonline yang berbasis Artificial Intelligence, Regulatory Compliance System (RCS). Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
    2. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah ditetapkan sebagai undang-undang melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023;
    3. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 33/POJK.04/2014 Tahun 2014 tentang Direksi dan Dewan Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik;
    4. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 14/POJK.04/2022 Tahun 2022 tentang Penyampaian Laporan Keuangan Berkala Emiten Atau Perusahaan Publik;
    5. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 17 Tahun 2023 tentang Penerapan Tata Kelola Bagi Bank Umum.

    Referensi:

    1. Badriyah Rifai. Peran Komisaris Independen dalam Mewujudkan Good Corporate Governance di Perusahaan Publik. Ius Quia Iustum Law Journal, Vol. 3, No. 16, 2009;
    2. Binoto Nadapdap. Hukum Perseroan Terbatas. Bekasi: Jala Permata Aksara, 2020;
    3. Henry Campbell Black. Black’s Law Dictionary 9th Edition. St. Paul, West Publishing Co., 2009;
    4. Munir Fuady. Doktrin-Doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014;
    5. Rudhi Prasetya. Teori & Praktik Perseroan Terbatas. Jakarta: Sinar Grafika, 2011;
    6. Yahya Harahap. Hukum Perseroan Terbatas. Jakarta: Sinar Grafika, 2015.

    [1] Pasal 109 angka 1 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (“Perppu Cipta Kerja”) yang mengubah Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UU PT”).

    [2] Pasal 109 angka 1 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 1 angka 6 UU PT.

    [3] Pasal 108 ayat (3) UU PT.

    [4] Pasal 108 ayat (4) UU PT.

    [5] Rudhi Prasetya. Teori & Praktik Perseroan Terbatas. Jakarta: Sinar Grafika, 2011, hal. 32.

    [6] Badriyah Rifai. Peran Komisaris Independen dalam Mewujudkan Good Corporate Governance di Perusahaan Publik. Ius Quia Iustum Law Journal, Vol. 3, No. 16, 2009, hal. 404.

    [7] Yahya Harahap. Hukum Perseroan Terbatas. Jakarta: Sinar Grafika, 2015, hal. 476.

    [8] Binoto Nadapdap. Hukum Perseroan Terbatas. Bekasi: Jala Permata Aksara, 2020, hal. 175.

    [9] Pasal 1 angka 2 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 14/POJK.04/2022 Tahun 2022 tentang Penyampaian Laporan Keuangan Berkala Emiten Atau Perusahaan Publik.

    [10] Pasal 1 angka 1 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 17 Tahun 2023 tentang Penerapan Tata Kelola Bagi Bank Umum.

    [11] Pasal 120 ayat (3) UU PT.

    [12] Rudhi Prasetya. Teori & Praktik Perseroan Terbatas. Jakarta: Sinar Grafika, 2011, hal. 34-35.

    [13] Henry Campbell Black. Black’s Law Dictionary 9th Edition. St. Paul, West Publishing Co., 2009, hal. 1264.

    [14] Munir Fuady. Doktrin-Doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014, hal. 16.

    [15] Yahya Harahap. Hukum Perseroan Terbatas. Jakarta: Sinar Grafika, 2015, hal. 81.

    Tags

    komisaris
    komisaris independen

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Cek Sertifikat Tanah Ganda dan Langkah Hukumnya

    26 Jul 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!