Saya (18) berniat untuk memiliki keyakinan (agama) yang berbeda dengan garis keturunan saya. Untuk merealisasikannya, saya harus keluar dari rumah karena tidak disetujui oleh orang tua. Orang tua memaksa untuk tetap memiliki keyakinan yang sama. Apa keputusan saya untuk keluar dari rumah demi mempertahankan keyakinan dapat dilindungi oleh hukum? Apa yang masih menjadi wewenang orang tua saya?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
ULASAN LENGKAP
Untuk dapat pindah keyakinan dan dinyatakan sah secara hukum, tidak diperlukan syarat – syarat tertentu. Selama Anda telah meyakini keputusan tersebut, maka Anda dapat melakukannya. Hak setiap orang untuk memeluk agama dan beribadat menurut agamanya dijamin oleh konstitusi dan undang-undang.
Pasal 28E UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya. Selanjutnya, dalam Pasal 28I UUD 1945 dinyatakan bahwa hak beragama merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun (non derogable human rights). Jadi, kebebasan Anda untuk beragama adalah hak asasi Anda, termasuk untuk memilih agama yang Anda yakini.
Kebebasan beragama juga ditegaskan dalam pasal 22 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (“UU 39/1999”) yang menyatakan, Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Menurut penjelasan pasal 22 ayat (1) UU 39/1999, yang dimaksud dengan ”hak untuk bebas memeluk agamanya dan kepercayaannya” adalah hak setiap orang untuk beragama menurut keyakinannya sendiri, tanpa adanya paksaan dari siapapun juga.
Mengenai wewenang orangtua, memang benar bahwa seorang anak berada di bawah kekuasaan orang tuanya. Akan tetapi dalam konteks kekuasaan orang tua, perlu diingat bahwa UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) membatasi usia anak dalam pasal 47 ayat (1), yaitu anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan. Anak yang demikian berada di bawah kekuasaan orang tuanya, dan orang tua mewakili anak tersebut mengenai perbuatan hukum di dalam dan di luar Pengadilan (lihat pasal 47 ayat [2] UU Perkawinan).
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Dalam kasus ini, Anda sudah berusia 18 tahun. Ini artinya Anda sudah tidak lagi berada dalam kekuasaan orangtua. Dengan demikian secara hukum Anda sudah dianggap dewasa dan karena itu sudah cakap untuk melakukan perbuatan hukum sendiri tanpa perlu izin dari orang tua, KECUALI untuk melangsungkan perkawinan.
Dalam pasal 6 ayat (2) UU Perkawinan diatur bahwa untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin kedua orang tua. Jika orang tua Anda tidak menyetujui perkawinan tersebut, maka Anda dapat meminta izin dari Pengadilan dalam daerah tempat tinggal Anda. Pengadilan dapat memberikan izin menikah setelah mendengar pendapat dari orang tua Anda (lihat pasal 6 ayat [2] UU Perkawinan).
Demikian hemat kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1.Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2.Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
3.Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia