Selamat pagi. Berikut ini kami ingin tanyakan; 1. Apakah seorang advokat bisa bekerja sebagai personalia di suatu perusahaan? 2. Hari kerjanya hanya 2 hari dalam seminggu, apakah tidak melanggar ketentuan pderaturan perundang-undangan? Terima kasih atas jawabannya.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
ULASAN LENGKAP
1.Pada prinsipnya UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat (“UU Advokat”) dan Kode Etik Advokat Indonesia (“KEAI”) tidak melarang secara tegas bagi Advokat untuk bekerja atau menduduki jabatan lain. Lebih khusus lagi sebagai personalia suatu perusahaan.
Selain itu, UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) juga tidak melarang secara tegas bagi seorang advokat untuk duduk sebagai personalia suatu perusahaan. Pasal 46 Ayat (1) UU Ketenagakerjaan menyebutkan hanya tenaga kerja asing yang dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia.
Dari dua peraturan perundang-undangan di atas (UU Advokat dan UU Ketenagakerjaan) terlihat bahwa tak ada ketentuan yang nyata-nyata melarang advokat bekerja sebagai personalia di suatu perusahaan.
Namun demikian, UU Advokat dan KEAI menegaskan bahwa seorang Advokat tidak dibenarkan untuk melakukan pekerjaan lain yang dapat merugikan kebebasan, derajat dan martabat Advokat.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Demikian setidaknya yang terdapat dalam Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) UU Advokat serta Pasal 3 huruf f KEAI.
Pasal 20 UU Advokat
(1) Advokat dilarang memegang jabatan lain yang bertentangan dengan kepentingan tugas dan martabat profesinya.
(2) Advokat dilarang memegang jabatan lain yang meminta pengabdian sedemikian rupa sehingga merugikan profesi Advokat atau mengurangi kebebasan dan kemerdekaan dalam menjalankan tugas profesinya.
Pasal 3 huruf f KEAI
Advokat tidak dibenarkan untuk melakukan pekerjaan lain yang dapat merugikan kebebasan, derajat dan martabat Advokat.
Sayangnya, tak ada penjelasan lebih detil mengenai apa yang dimaksud atau dikategorikan sebagai ‘pekerjaan atau jabatan lain yang bertentangan atau dapat merugikan kepentingan tugas, derajat dan martabat advokat.’
Tapi, jika dihubungkan dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU Advokat yang menegaskan bahwa Advokat juga berstatus sebagai penegak hukum, maka dapat disimpulkan bahwa ‘pekerjaan atau jabatan lain’ dimaksud adalah pekerjaan atau jabatan yang tidak bertentangan dengan status sebagai penegak hukum.
Artinya, Advokat dapat dibenarkan bekerja sebagai personalia sepanjang yang ia lakukan dalam konteks menegakkan hukum di suatu perusahaan. Bukan sebaliknya.
2.Soal jam kerja bagi advokat bersangkutan yang hanya dua hari dalam seminggu, menurut hemat kami tidak melanggar peraturan perundang-undangan. Sepanjang hal itu berdasarkan kesepakatan kedua pihak, Advokat sebagai pekerja dan pihak perusahaan.
Memang benar UU Ketenagakerjaan khususnya Pasal 77 sudah mengatur soal waktu kerja selama 40 jam dalam seminggu. Namun hal itu dapat disimpangi sepanjang lebih menguntungkan pekerja dan disepakati kedua pihak.
Seperti diketahui, dalam hukum ketenagakerjaan dikenal istilah kaidah heteronom dan kaidah otonom. Kaidah heteronom tersebar dalam peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri dan Peraturan Daerah.
Sedangkan, kaidah otonom terdapat pada perjanjian yang dibuat antara pekerja dengan pengusaha seperti perjanjian kerja, peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama.
Kaidah otonom dapat dibuat menyimpangi ketentuan kaidah heteronom sepanjang lebih menguntungkan pekerja, baik secara kuantitas maupun kualitas (lihat Penjelasan Pasal 54 ayat (2), Pasal 111 ayat (2), dan Pasal 124 ayat (2) UU Ketenagakerjaan).
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1.Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan