Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Surat Menakertrans No.B.600/MEN/Sj-Hk/VIII/2005

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Surat Menakertrans No.B.600/MEN/Sj-Hk/VIII/2005

Surat Menakertrans No.B.600/MEN/Sj-Hk/VIII/2005
Amrie Hakim, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Surat Menakertrans No.B.600/MEN/Sj-Hk/VIII/2005

PERTANYAAN

Yang ingin saya tanyakan apakah surat edaran itu berlaku? Karena di tempat kerja aku, bagian HRD selalu menjadikan surat edaran tersebut sebagai acuan. Bukankah mengacu pada UU No. 13 Tahun 2003? Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Kami asumsikan, surat edaran yang Anda maksud di atas adalah Surat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. B.600/MEN/SJ-HK/VIII/2005 Tahun 2005 tentang Uang Penggantian Perumahan Serta Pengobatan dan Perawatan tanggal 31 Agustus 2005 (“Surat Menakertrans No. 600/2005”). Surat tersebut ditandatangani oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi saat itu yakni Fahmi Idris.

     

    Surat Menakertrans No. 600/2005 bukanlah surat edaran, tapi surat biasa dari Menakertrans yang ditujukan kepada Kepala Instansi yang bertanggung jawab di Bidang ketenagakerjaan Provinsi dan Kabupaten/Kota di Seluruh Indonesia. Surat tersebut bukan merupakan aturan (regulasi), demikian juga tidak termasuk dalam hirarkhi peraturan perundang-undangan yang diatur dalam UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

    KLINIK TERKAIT

    THR Natal Bagi Pekerja yang Mengundurkan Diri di Akhir Tahun

    THR Natal Bagi Pekerja yang Mengundurkan Diri di Akhir Tahun
     

    Surat Menakertrans No. 600/2005 hingga saat ini belum pernah dicabut atau dinyatakan tidak berlaku oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

     

    Jika dikaitkan dengan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU No. 13/2003”), maka surat Menakertrans No. 600/2005 memberikan penjelasan terhadap hak pekerja/buruh yang mengundurkan diri atau mangkir yang dikualifikasikan sebagai pengunduran diri (sebagaimana tersebut dalam Pasal 162 dan Pasal 168 UU No. 13/2003). Surat itu juga merupakan upaya Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk menafsirkan Pasal 156 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) UU No. 13/2003.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    Surat Menakertrans No. 600/2005 antara lain menyatakan bahwa pekerja/buruh yang diputuskan hubungan kerjanya dengan alasan mengundurkan diri atau dikualifikasikan mengundurkan diri tidak berhak atas uang pesangon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (2) dan uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (3) UU No. 13/2003.

     

    Kemudian dinyatakan pula bahwa pekerja/buruh yang mengundurkan diri atau dikualifikasikan mengundurkan diri berhak atas uang penggantian hak sesuai dengan Pasal 156 ayat (4) dan uang pisah. Uang penggantian hak tersebut meliputi:

    a.      cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;

    b.      biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja;

    c.      penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;

    d.      hal-hal yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

     

    Surat Menakertrans No. 600/2005 akhirnya menegaskan bahwa “Oleh karena pekerja/buruh yang mengundurkan diri tidak mendapatkan uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja maka pekerja/buruh yang bersangkutan tidak mendapatkan penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4).

     

    Jadi, karena status surat Menakertrans No. 600/2005 hanyalah sebagai penafsiran dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang tidak bersifat mengikat umum, maka pihak-pihak lain dapat membuat penafsiran yang berbeda terhadap Pasal 156 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) UU No. 13/2003. Jika pengusaha/manajemen dan pekerja berbeda penafsiran mengenai pasal tersebut, maka lembaga yang berwenang menyelesaikan masalah (beda penafsiran) tersebut adalah Pengadilan Hubungan Industrial.

     

    Demikian jawaban kami, semoga bermafaat.

     
    Dasar hukum:

    1.      Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

    2.      Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

     

    Tags


    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Persyaratan Pemberhentian Direksi dan Komisaris PT PMA

    17 Mei 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!