Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul
Memilih Produk Asuransi yang Aman yang dibuat oleh
Diana Kusumasari, S.H., M.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Kamis, 21 April 2011.
Intisari:
Untuk mengetahui legalitas perusahaan asuransi tersebut, Anda perlu melihat apakah perusahaan asuransi tersebut telah mendapatkan izin dari Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”) karena setiap pihak yang melakukan usaha perasuransian wajib mendapatkan izin usaha dari OJK. Dalam hal adanya gagal bayar oleh perusahaan asuransi, Pemerintah tidak menanggung klaim nasabah (pengguna jasa asuransi). Namun, Pemerintah (melalui OJK) telah memberikan perlindungan hukum bagi nasabah yaitu dengan menetapkan target Tingkat Solvabilitas internal perusahaan asuransi paling rendah 120% dari Dana Minimum Berbasis Risiko (“DMBR”) dengan memperhitungkan profil risiko setiap perusahaan asuransi serta mempertimbangkan hasil simulasi skenario perubahan (stress test). Tingkat Solvabilitas merupakan salah satu pengukuran tingkat kesehatan keuangan perusahaan asuransi yang wajib dipenuhi persusahaan asuransi. DMBR merupakan jumlah dana yang dibutuhkan untuk mengantisipasi risiko kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari deviasi dalam pengelolaan aset dan Liabilitas. Dengan demikian, OJK telah memberikan perlindungan dalam bentuk antisipasi sehingga setiap perusahaan asuransi diharapkan tidak sampai dalam keadaan insolvent (tidak mampu membayar) selama beroperasi. Namun, dalam hal perusahan asuransi menurut OJK diperkirakan tidak mampu memenuhi kewajiban atau akan menghentikan pelunasan kewajiban yang jatuh tempo, maka OJK dapat menetapkan Pengelola Statuter untuk menyelamatkan kekayaan dan/atau kumpulan dana peserta Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah. Bagaimana tips memilih asuransi? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. |
Ulasan :
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Perizinan Perusahaan Asuransi
Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:
[1]memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau
memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.
Setiap Pihak yang melakukan Usaha Perasuransian wajib terlebih dahulu mendapat izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan.
[2]
Usaha Perasuransian adalah segala usaha menyangkut jasa pertanggungan atau pengelolaan risiko, pertanggungan ulang risiko, pemasaran dan distribusi produk asuransi atau produk asuransi syariah, konsultasi dan keperantaraan asuransi, asuransi syariah, reasuransi, atau reasuransi syariah, atau penilaian kerugian asuransi atau asuransi Syariah.
[3]
Untuk mendapatkan izin usaha harus dipenuhi persyaratan mengenai:
[4]anggaran dasar;
susunan organisasi;
modal disetor;
Dana Jaminan;
kepemilikan;
kelayakan dan kepatutan pemegang saham dan Pengendali;
kemampuan dan kepatutan direksi dan dewan komisaris, atau yang setara dengan direksi dan dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, dewan pengawas syariah, aktuaris perusahaan, dan auditor internal;
tenaga ahli;
kelayakan rencana kerja;
kelayakan sistem manajemen risiko;
produk yang akan dipasarkan;
perikatan dengan pihak terafiliasi apabila ada dan kebijakan pengalihan sebagian fungsi dalam penyelenggaraan usaha;
infrastruktur penyiapan dan penyampaian laporan kepada Otoritas Jasa Keuangan;
konfirmasi dan otoritas pengawas di negara anal pihak asing, dalam hal terdapat penyertaan langsung pihak asing; dan
hal lain yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan usaha yang sehat.
Berkaitan dengan pertanyaan Anda, untuk mengetahui legalitas perusahaan asuransi tersebut, Anda perlu melihat apakah perusahaan asuransi tersebut telah mendapatkan izin dari Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”).
Penjaminan Kegagalan Bayar Oleh Perusahaan Asuransi
Perusahaan setiap saat wajib memenuhi Tingkat Solvabilitas paling rendah 100% (seratus persen) dari DMBR.
Perusahaan setiap tahun wajib menetapkan target Tingkat Solvabilitas internal.
Target Tingkat Solvabilitas internal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan paling rendah 120% (seratus dua puluh persen) dari DMBR dengan memperhitungkan profil risiko setiap Perusahaan serta mempertimbangkan hasil simulasi skenario perubahan (stress test).
Otoritas Jasa Keuangan dapat memerintahkan kepada Perusahaan untuk meningkatkan dan memenuhi target Tingkat Solvabilitas internal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan mempertimbangkan profil risiko Perusahaan serta mempertimbangkan hasil simulasi skenario perubahan (stress test).
Perusahaan setiap saat harus memenuhi target Tingkat Solvabilitas internal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4).
Perusahaan dilarang membagikan keuntungan dalam bentuk apapun kepada anggota apabila hal tersebut akan menyebabkan tidak tercapainya target Tingkat Solvabilitas internal yang dipersyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4).
Keterangan:
Tingkat Solvabilitas merupakan salah satu p
engukuran tingkat kesehatan keuangan perusahaan asuransi yang wajib dipenuhi persusahaan asuransi.
[5]
DMBR merupakan jumlah dana yang dibutuhkan untuk mengantisipasi risiko kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari deviasi dalam pengelolaan aset dan Liabilitas.
[6]
Tingkat Solvabilitas adalah selisih antara jumlah Aset Yang Diperkenankan dikurangi dengan jumlah Liabilitas.
[7] Aset yang Diperkenankan adalah kekayaan yang diperkenankan yang diperhitungkan dalam perhitungan Tingkat Solvabilitas.
[8] Sedangkan yang dimaksud dengan Liabilitas adalah kewajiban sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian.
[9]
Dengan demikian, OJK telah memberikan perlindungan dalam bentuk antisipasi sehingga setiap perusahaan asuransi diharapkan tidak sampai dalam keadaan insolvent (tidak mampu membayar) selama beroperasi. Memang dalam kenyataannya, ada perusahaan asuransi tertentu yang kemudian gagal bayar terhadap klaim nasabahnya. Hal ini seharusnya bukanlah karena ketiadaan dana, namun lebih bersifat kesalahan teknis maupun error in persona (kesalahan ada pada orang yang menjalankannya).
Jika perusahan tidak memenuhi tingkat Solvabilitas yang ditetapkan maka dikenakan sanksi administratif berupa:
[10]peringatan tertulis;
pembatasan kegiatan usaha, untuk sebagian atau seluruh kegiatan usaha; dan/atau
pencabutan izin usaha
Penyelamatan Harta oleh Pengelola Statuter
Selanjutnya, pengaturan dan pengawasan kegiatan usaha Perasuransian dilakukan oleh OJK.
[11] Perlindungan lainnya dapat dilihat dari kewenangan OJK dalam rangka fungsi pengawasan.
OJK dalam melaksanakan fungsi pengawasannya dapat menonaktifkan direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan direksi dan dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama, dan/atau dewan pengawas syariah, dan menetapkan Pengelola Statuter untuk mengambil alih kepengurusan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah, dalam hal:
[12]Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah tersebut telah dikenai sanksi pembatasan kegiatan usaha;
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah tersebut memberikan informasi kepada OJK bahwa menurut pertimbangannya perusahaan diperkirakan tidak mampu memenuhi kewajibannya atau akan menghentikan pelunasan kewajiban yang jatuh tempo;
menurut pertimbangan OJK, Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah tersebut diperkirakan tidak mampu memenuhi kewajiban atau akan menghentikan pelunasan kewajiban yang jatuh tempo;
menurut pertimbangan OJK, Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah tersebut melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian atau secara finansial dinilai tidak sehat; atau
menurut pertimbangan OJK, Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah tersebut dimanfaatkan untuk memfasilitasi dan/atau melakukan kejahatan keuangan.
Pengelola Statuter yang telah ditetapkan oleh OJK mempunyai tugas di antaranya:
[13]menyelamatkan kekayaan dan/atau kumpulan dana peserta Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah;
mengendalikan dan mengelola kegiatan usaha dari Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah sesuai dengan Undang-Undang ini;
menyusun langkah-langkah apabila Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah tersebut masih dapat diselamatkan;
mengajukan usulan agar Otoritas Jasa Keuangan mencabut izin usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah apabila perusahaan tersebut dinilai tidak dapat diselamatkan; dan
melaporkan kegiatannya kepada Otoritas Jasa Keuangan.
Jadi dalam hal perusahan asuransi menurut OJK diperkirakan tidak mampu memenuhi kewajiban atau akan menghentikan pelunasan kewajiban yang jatuh tempo, maka OJK dapat menetapkan Pengelola Statuter untuk menyelamatkan kekayaan dan/atau kumpulan dana peserta asuransi.
Dana Penjamin Polis
Mengenai jaminan polis, dalam POJK 1/2018 dikenal adanya Dana Jaminan yaitu aset Perusahaan yang merupakan jaminan terakhir dalam rangka melindungi kepentingan pemegang polis, tertanggung, atau peserta, dalam hal Perusahaan dilikuidasi.
[14]
Perusahaan wajib membentuk Dana Jaminan paling rendah sebesar 2% (dua persen) dari cadangan premi atas Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi (“PAYDI”), ditambah 3% (tiga persen) dari cadangan premi untuk produk selain PAYDI dan cadangan atas premi yang belum merupakan pendapatan.
[15]
PAYDI adalah produk asuransi yang paling sedikit memberikan perlindungan terhadap risiko kematian dan memberikan manfaat yang mengacu pada hasil investasi dari kumpulan dana yang khusus dibentuk untuk produk asuransi baik yang dinyatakan dalam bentuk unit maupun bukan unit.
[16]
OJK dapat memerintahkan Perusahaan untuk menambah jumlah Dana Jaminan paling tinggi sebesar jumlah cadangan teknis, dalam hal:
[17]Perusahaan tidak dapat memenuhi ketentuan mengenai Tingkat Solvabilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) POJK 1/2018; dan
Perusahaan sedang dikenai sanksi pembatasan kegiatan usaha.
Perusahaan wajib menambah jumlah Dana Jaminan paling lama 1 (satu) bulan sejak diperintahkan oleh OJK untuk menambah jumlah Dana Jaminan.
[18]
Jadi, untuk melindungi kepentingan pemegang polis, suatu perushaan diwajibkan untuk memili Dana Jaminan paling rendah sebesar 2% dari cadangan premi atas PAYDI ditambah 3% dari cadangan premi untuk produk selain PAYDI dan cadangan atas premi yang belum merupakan pendapatan. Jika perusahaan dalam kondisi tidak dapat memenuhi tingkat solvabilitas yang telah ditetapkan tersebut, maka perusahaan harus menambah jumlah Dana Jaminan atas perintah OJK.
Tips Memilih Produk Asusransi
Tips untuk memilih asuransi jiwa yang aman (dikutip dari buku “Tips Hukum Praktis - Tanah dan Bangunan” yang diterbitkan oleh Redaksi Raih Asa Sukses):
Jangan serta merta memilih asuransi dengan premi (harga) murah karena belum tentu memberikan perlindungan optimal. Perhatikan hal-hal yang ditanggung/dilindungi dan yang tidak dilindungi oleh perusahaan asuransi tersebut. Cermati jumlah premi yang dibayar dengan perlindungan yang diberikan, pastikan Anda mendapat perlindungan yang optimal. Jangan sampai Anda membayar mahal tapi perlindungan yang didapat sangat minim.
Cermati polis yang ditawarkan. Pastikan polis tersebut sesuai kebutuhan Anda dan dapat menjamin aset Anda secara optimal.
Jangan pernah ragu untuk bertanya tentang syarat dan ketentuan yang dapat membatalkan klaim Anda. Bandingkan antara satu perusahaan dengan yang lain. Jangan sampai Anda sudah membayar premi, tapi ketika Anda melakukan klaim, klaim Anda tidak dikabulkan karena persyaratan dan ketentuan diberlakukan perusahaan asuransi.
Perhatikan rekam jejak keuangan perusahaan asuransi tersebut. Pastikan kondisi keuangan perusahaan asuransi tersebut dalam keadaan sehat.
Cari informasi sebanyak mungkin. Tanyai rekan-rekan Anda tentang perusahaan asuransi yang mereka rekomendasikan, cari informasi melalui internet dan majalah keuangan. Informasi yang melimpah, membuat Anda lebih mantap dalam memilih perusahaan asuransi.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
[1] Pasal 1 angka 1 UU 40/2014
[2] Pasal 8 ayat (1) UU 40/2014
[3] Pasal 1 angka 4 UU 40/2014
[4] Pasal 8 ayat (2) UU 40/2014
[5] Pasal 2 ayat (1) dan (2) huruf a POJK 1/2018
[6] Pasal 1 angka 6 POJK 1/2018
[7] Pasal 1 angka 7 POJK 1/2018
[8] Pasal 1 angka 5 POJK 1/2018
[9] Pasal 1 angka 4 POJK 1/2018
[11] Pasal 57 ayat (1) UU 40/2014
[12] Pasal 60 ayat (2) huruf k jo Pasal 62 ayat (1) UU 40/2014
[13] Pasal 62 ayat (2) UU 40/2014
[14] Pasal 1 angka 10 POJK 1/2018
[15] Pasal 37 ayat (1) POJK 1/2018
[16] Pasal 1 angka 3 POJK 1/2018
[17] Pasal 41 ayat (1) POJK 1/2018
[18] Pasal 41 ayat (2) POJK 1/2018