KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Penetapan GSB Bangunan Rumah di Komplek Perumahan

Share
copy-paste Share Icon
Pertanahan & Properti

Penetapan GSB Bangunan Rumah di Komplek Perumahan

Penetapan GSB Bangunan Rumah di Komplek Perumahan
Ir. Esterina D. Ruru, S.H.Ikatan Kekeluargaan Advokat UI (IKA Advokat UI)
Ikatan Kekeluargaan Advokat UI (IKA Advokat UI)
Bacaan 10 Menit
Penetapan GSB Bangunan Rumah di Komplek Perumahan

PERTANYAAN

Yth. Klinik Hukum Online, Saya berdomisili di Semarang, beberapa bulan lalu membeli rumah di salah satu developer dengan harga Rp387 juta, luas Bangunan 44m2, luas Tanah 188m2 posisi di hook. Di dalam perjanjian jual beli yang saya tanda tangani tertulis Tata Tertib Pembangunan Rumah di Pasal 6a berbunyi: Memperhatikan Konsep Kawasan dan Peraturan PEMDA tentang Garis Sepadan Bangunan (GSB) Tanah saya tersebut masih memiliki kelebihan tanah 4,5m X 9m (samping rumah) namun oleh developer tidak diizinkan untuk dibangun karena menyalahi GSB dan perjanjian (meskipun di perjanjian tidak disebutkan berapa meter jarak GSB tersebut). Hal ini menurut developer berlaku di komplek perumahan tersebut. Menurut hemat saya, kenapa sisa/kelebihan tanah yang sudah saya bayar tidak boleh saya bangun untuk perluasan kamar tidur? Wong itu tanah saya dan jalan tersebut bukan jalan raya, tapi jalan perumahan yang menghubungkan antara rumah warga dengan warga lainya dalam komplek/cluster tersebut. Seandainya developer menerapkan aturan eklusivitas di komplek tersebut yang katanya berdasarkan Perda, kenapa di perumahan lain di kota yang sama GSB tidak diterapkan? Bukankan yang namanya Peraturan harus berlaku universal? Pertanyaan: Apakah saya berhak menggugat peraturan ini meskipun saya sudah menandatangani perjanjian jual beli antara saya dengan developer tersebut, sehingga saya mempunyai hak untuk membangun bangunan di sisa tanah kepunyaan saya? Mengacu perumahan atau di developer lain tidak berlaku aturan tersebut. Terima kasih, Ponco Priyatno ([email protected])

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Yth. Bp. Ponco Priyatno,

     

    Garis Sempadan Bangunan (“GSB”) sebagaimana dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunandan Lingkunganbagian III huruf C merupakan aturan yang harus dikeluarkan oleh Penguasa Wilayah (Gubernur/Bupati/Walikota) dan wajib dipatuhi oleh segenap komponen masyarakat sesuai dengan visi pembangunan di wilayah tersebut.

     

    GSB dan Garis Sempadan Jalan (“GSJ”) adalah peraturan yang diberlakukan dalam Rencana Detail Tata Ruang Kota (“RDTRK”) untuk wilayah yang diatur. Jadi, bisa saja ketentuan tersebut berbeda-beda masing-masing wilayah bergantung dari RDTRK yang mengaturnya. GSB adalah batas yang mana bangunan bisa dibangun secara masif. Di luar batas GSB hanya boleh dilewati oleh bagian dari bangunan yang terbuka seperti taman, teras, balkon dan sejenisnya.

    KLINIK TERKAIT

    Strata Title untuk Commercial Area

    Strata Title untuk Commercial Area
     

    GSB ditentukan oleh Pemerintah setempat berdasarkan RDRTK yang bersumber pada Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi. Dalam hal ini developer hanya mewakili pemerintah saja dalam menjalankan peraturan. Adalah benar, sesuai Hukum Agraria maka Bapak adalah pemilik sah dari tanah/kavling Bapak sehingga dalam membangun suatu bangunan dapat sesuai dengan yang Bapak inginkan. Akan tetapi, Bapak tetap harus tunduk kepada peraturan pemerintah yang berlaku, karena di dalam tanah Bapak juga ada kepentingan masyarakat dan kepentingan Bapak sendiri seperti untuk resapan air sebagaimana aturan Koefisien Dasar Bangunan (“KDB”) dan Koefisien Lantai Bangunan (“KLB”) pada wilayah tersebut.

     

    Adapun karena Bapak tidak menyertakan data tambahan dari bangunan Bapak, maka kami tidak dapat berkomentar lebih rinci mengenai hal ini, disebabkan ada beberapa faktor teknis yang menentukan agar kami dapat memberikan saran yang lebih baik semisal:

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    1.      Tipe pengembang hunian bapak. Dari nama atau desain rumahnya kita bisa mengetahui konsep pengembangan dari perumahan tersebut. Untuk konsep hunian Green Village, biasanya hanya boleh dibangun sekitar 30-40% (tiga puluh sampai empat puluh persen) dari lahan pemilik. Sisanya dipakai untuk penghijauan;

    2.      Data besaran KLB dan KDB dari pengembang. Mengapa data ini kami perlukan? Karena dari sini bisa ditentukan berapa luas tanah yang boleh dibangun oleh Bapak. Contoh misalnya, KDB ditentukan sebesar 70% (tujuh puluh persen) dan bapak mempunyai tanah seluas 500m2 (lima ratus meter persegi), maka lahan yang dapat Bapak bangun adalah 350m2 (tiga ratus lima puluh meter persegi) saja;

    3.      Umumnya GSB tersebut jaraknya setengah dari lebar jalan (setengah dari jarak GSJ ke GSJ), jadi kemungkinan Bapak masih bisa membangun antara 1,5 – 2 (satu setengah hingga dua) meter untuk pengembangan ruangan yang Bapak rencanakan (namun kembali hal tersebut merujuk pada ketentuan aturan setempat yang berlaku);

    4.      Dan sebagainya.
     

    Khusus untuk peraturan yang bapak keluhkan, lebih baik dicek dulu di Suku Dinas (Sudin) Tata kota setempat mengenai jarak dari GSB tersebut untuk memperoleh kepastian hukum terlebih dahulu. Sebagai contoh, pada Perda Kota Semarang No. 11/2004 tentang RDRTK untuk Bagian Wilayah Kota VI (Kec. Tembalang) berlaku dari tahun 2004-2010 ditetapkan pada Pasal 39, GSB untuk samping dan belakang rumah bila berbatasan dengan persil tetangga boleh berhimpitan atau jika berjarak minimal 1,5 (satu setengah) meter (untuk kecamatan Gunung Pati pada pasal 41, Perda No. 13/2004).

     

    Setelah mendapatkan kepastian tentang jarak dari GSB yang ditetapkan oleh pemerintah setempat, silahkan dikaji kembali apakah yang tertulis dalam Perjanjian antara Bapak dan Developer mencantumkan GSB yang sesuai dengan GSB yang diatur oleh Sudin Tata Kota. Seandainya tidak sesuai maka Bapak dapat berargumentasi kepada Pihak Pengembang sesuai dengan kontrak yang Bapak tanda tangani bersama dengan Pengembang, apabila ternyata aturan mengenai GSB dari Sudin Tata Kota setempat lebih kecil dari yang dilarang oleh Pengembang.

     

    Mengenai hal peraturan tersebut yang menyebabkan kerugian pada Bapak, maka Bapak dapat mengajukan judicial review ke MA namun dengan syarat bahwa umur dari peraturan tersebut kurang dari 180 (seratus delapan puluh) hari sejak diundangkan.

    Tags


    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Catat! Ini 3 Aspek Hukum untuk Mendirikan Startup

    9 Mei 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!